Saturday 28 April 2012

FF SHINee Fuchsia [Part 4]

Malaam semuaa~ ditengah kegalauan masal yang terjadi 3 hari ini, saya datang membawa lanjutan FF fuchsia.

Happy reading!



Tittle                     : Fuchsia [Part 4]
Author                 : Ichaa Ichez Lockets
Genre                   : Friendship, Romance, Angst.
Rating                  : T
Cast                      : Lee Yeonju, Kim Hyosun, Lee Jinki (Onew), Choi Minho.
Length                 : Chapter
Desclaimer         : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                “Yeonju apa kau sudah tidur?” tanya Hyosun memandang ke langit-langit kamar Yeonju yang redup.
                “Belum.” Jawab Yeonju singkat.
                “Oh…”
                Tak ada suara lagi. Baik Hyosun maupun Yeonju saling diam diatas kasur tipis serta selimut tebal yang menutupi tubuh mereka.
                Hari ini Hyosun menginap di rumah Yeonju. Seperti biasanya disaat week end seperti ini Hyosun pasti menemani Yeonju agar sahabatnya itu tidak kesepian. Terkadang pula Yeonju yang berbalik menginap dirumah Hyosun. Bisa memiliki teman tidur merupakan kesenangan tersendiri bagi mereka berdua yang sama-sama tidak memiliki saudara kandung.
                “Yeonju?”
                “Hem?”
                “Kau sudah tidur?” tanya Hyosun lagi untuk yang kesekian kalinya.
                “Belum.”Jawab Yeonju tidak berubah.
                “Ugh~ aku tidak bisa tidur.” Hyosun langsung menyingkap selimutnya kemudian beranjak ke dapur untuk meminum segelas air putih. Sedangkan Yeonju masih terdiam di tempat tidurnya.
                “Yeonju?”
                “Um?”
                “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Hyosun dengan tangan kiri memegang gelas, sedangkan tangan kanannya menyenggol lengan Yeonju.
                “Ani.” Jawab Yeonju dengan wajah datar.
                Hyosun pun ikut menengadah mencari apa yang Yeonju lihat di bagian atas, “Tidak ada apa-apa disana.” ucapnya polos.
                Yeonju tak bergeming. Tatapannya terfokus pada satu titik namun pikirannya melayang jauh. Detik demi detik memori yang sempat terekam dalam otaknya kini muncul seperti sorot  viewer film yang terpampang pada langit-langit kamar.
                “...Maafkan aku, aku sudah mencintai orang lain. Dia adalah yeoja ini…” kalimat sederhana yang keluar dari bibir Minho itulah yang mengganggu pikiran Yeonju sekarang. Jauh berlipat-lipat lebih mengejutkan ketimbang mendengar kerasnya suara petir bagi Yeonju.
                “…Maaf jika aku harus melibatkanmu dengan berkata demikian, Yeonju. Tapi jika aku tak mengucapkannya, maka yeoja itu akan terus mendesakku untuk menerima cintanya…” Yeonju masih ingat benar penjelasan Minho. Dia mampu menerimanya. Tapi bagaimana dengan yeoja itu? Apa dia akan menerimanya begitu saja? Bagaimana kalau berita palsu ini menyebar? Belum lama jadi mahasiswa, Yeonju sudah harus mendapat masalah.
                “Yeonju-ya~!”
                Yeonju terkesiap melihat Hyosun menggoyang-goyangkan tangan didepan matanya, dengan sekejap semua lamunan Yeonju padam.
                “Kau sedang memikirkan apa Yeonju?” tanya Hyosun penasaran.
                “Tidak ada.” Jawab Yeonju kemudian berbalik memunggungi Hyosun.
                “Ayolah~ apa kau sedang memikirkan ibumu?”
                Tak ada suara.
                “Apa kau sedang memikirkan masalah keuangan?
                Tak ada suara.
                “Apa kau sedang memikirkan Minho Oppa?”
                Yeonju menoleh cepat, “Aku tidak memikirkannya!”
                “Hahaha.” Spontan tawa Hyosun meledak. “Kena kau Yeonju!”
                Yeonju kembali membalik badannya. Tak ingin menanggapi tingkah Hyosun atau nantinya Yeonju sendiri yang akan kena batunya.
                “Memangnya ada apa dengan Minho Oppa? Apa kau menyukainya?”
                Lagi-lagi tak ada jawaban.
                “Yeonju-ya~ ayo ceritakaan…”
                Yeonju menutup matanya pura-pura tidur. Membuat Hyosun beringsut kemudian mengambil posisi tidur yang juga memunggungi Yeonju.
                ‘Aku akan menceritakannya padamu Hyosun. Tapi tidak sekarang.’ Ucap Yeonju dalam hatinya.
***
                ‘Sepulang kuliah kau kutunggu di tempat biasa, Yeonju.’ Tulis Hyosun pada Yeonju melalui pesan singkat.
                Green Café masih tampak sepi ketika Yeonju tiba. Tak ada tanda-tanda keberadaan Hyosun disana. Membuat Yeonju akhirnya memutuskan untuk menunggu di tempat duduk favoritnya, disamping jendela kaca yang menghadap ke jalan raya.
                Yeonju jadi ingat dengan kamera yang hari ini ia bawa. Foto yang tadi sempat Yeonju ambil, ia perhatikan satu persatu. Hasilnya masih jauh lumayan bagi Yeonju. Meski sudah lama ia bekerja menjadi editor di sebuah studio foto, baginya mengambil foto dari balik lensa kamera jauh berbeda dengan mengedit foto itu melalui laptop kesayangannya. Yeonju masih harus banyak belajar soal yang satu ini.
                “Bolehkah aku duduk disini?” tanya seseorang yang memiliki suara berat pada Yeonju.
                Yeonju mendongak, mengalihkan pandangannya dari kamera ke seseorang berbadan tinggi yang berdiri tepat disamping mejanya. Benar itu Minho.
                “Oh ne, silakan.” Jawab Yeonju gugup, kemudian membungkuk dengan canggung.
                “Tidak kusangka kita bisa bertemu disini.” Ucap Minho seraya menggeser kursi di hadapan Yeonju.
                Yeonju menggangguk, berusaha menahan panas di pipinya.
Ini kebetulan yang kesekian kali Yeonju rasakan. Sangat aneh. Semenjak SMA Yeonju selalu datang ke café ini, namun tak pernah sekalipun ia melihat Minho kemari. Dan sekarang? Uh… kenapa harus sekarang?
                “Kamera ini milikmu?” tanya Minho menunjuk kamera yang tergeletak di samping cangkir kopi milik Yeonju. Yeonju mengangguk.
                Minho sempat melihat beberapa foto yang ada dalam kamera itu kemudian mencoba mengambil foto cangkir dihadapan Yeonju, “Kamera yang bagus. Kau bisa dengan mudah mengambil foto yang indah menggunakan kamera ini.”
                Yeonju pun melihat hasil jepretan Minho begitu kamera itu disodorkan. Dan hasilnya benar-benar bagus. Dengan pencahayaan sinar matahari sore yang condong dari barat, menimbulkan bayangan melebar di sudut foto itu.
                “Ini…” Yeonju mengamati foto itu lebih teliti. Berusaha membandingkan dengan gambar sebelumnya. Terlihat jauh berbeda.
                Pandangan Yeonju selanjutnya beralih ke arah Minho, memandang namja itu takjub tanpa mengucapkan apapun.
                “Itu hanya asal-asalan.” Jawab Minho enteng, membuat Yeonju kemudian menatap Minho setengah protes.
                “Haha, kau hanya perlu mengganti setting cahayanya Yeonju. Bedakan saat di tempat yang terang dan gelap, kemudian didalam dan diluar ruangan.” Jelas Minho kemudian menekan menu dalam kamera itu. “Pilih autofocus, agar kau lebih mudah untuk mengambil titik fokusnya.”
                Yeonju meraih kamera itu kemudian mencoba mengambi objek yang sama. Masih kurang memuaskan baginya.
                “Kau juga harus memperhatikan ‘angle’ nya Yeonju, obyek ini terlalu dekat.”
                Bahu Yeonju menurun. “Ini lebih sulit dari yang kubayangkan.” Ucapnya putus asa.
                “Tentu saja tidak. Ini justru sangat menyenangkan.” Jawab Minho cepat. “Seperti ada kepuasan ketika kau bisa menemukan sudut yang tepat. Apalagi mengabadikan moment yang berharga dalam hidupmu, kau bisa menyimpan semuanya dengan mudah hanya dengan menekan satu tombol, Yeonju.”
                Yeonju menatap Minho sesaat, kemudian menatap foto yang baru diambilnya.
                “Bagaimana kalau kita mencari obyek diluar?” Minho menunjuk ke luar café dengan ibu jarinya. “Kupikir kau bisa banyak belajar.” Lanjutnya sambil tersenyum.
                Yeonju senang mendengar tawaran itu. Ini sebuah kesempatan emas baginya untuk memperdalam bidang yang ia suka. Tapi yeoja itu punya tanggung jawab, tidak mungkin ia sanggup melupakan janjinya dengan Hyosun hari ini.
                “Mian, tapi sekarang aku sedang menunggu seseorang.” Jawab Yeonju sedikit kecewa dengan keputusannya sendiri.
                “Oh iya, hampir saja aku melupakannya. Aku kemari juga karena ada janji.” Minho baru teringat. “Tadi Hyosun menelponku, dia bilang jam 4 sore kita bertiga akan bertemu disini.”
                Bertiga? Sudah pasti ini semua sekenario  Hyosun. Yeoja itu sengaja membuat janji palsu untuk mempertemukan Yeonju dengan Minho karena kejadian tadi malam. Tak salah lagi, Hyosun menghalalkan segala cara untuk menyatukan Yeonju dengan Minho agar mereka berdua bisa memiliki hubungan lebih jauh.
                Yeonju tahu benar sifat Hyosun yang satu itu.
                Detik berikutnya tiba-tiba telpon genggam Minho dan Yeonju bergetar bersamaan, ‘Maaf… aku tidak bisa datang hari ini. Kuharap aku bisa menebus kesalahanku lain kali. Nikmati kebersamaan kalian ya?’ tulis Hyosun melalui pesan singkat yang ia kirimkan pada Yeonju dan Minho.
                Setidaknya sekarang Yeonju tahu pertemuannya dengan Minho hari ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan karena seorang yeoja bernama Hyosun.
***
                Yeonju ingin sekali protes pada Hyosun karena perbuatannya kemarin, tapi belum sempat kata-kata itu terucap, lagi-lagi Hyosun mengeluarkan jurus andalannya, jurus aegyo. Siapa juga yang tega memarahi wajah innocent seperti wajah Hyosun? Akhirnya lagi-lagi Yeonju mengalah, membiarkan semua berjalan begitu saja.
                Sambil berjalan melewati koridor, Yeonju sibuk melamun. Antara memikirkan niat konyol Hyosun yang ingin menyatukannya dengan Minho dan memikirkan tentang kata-kata Minho kemarin. Tak Yeonju sangka, ternyata ‘memotret’ tak hanya berararti mengambil-sebuah-foto bagi Minho, namun juga mengabadikan moment-moment berharga didalamnya.
                Lamunan itu berlanjut saat Yeonju mulai melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lantai 3, sampai sebuah suara yang sangat familiar kembali menyelusup di telinganya.
                “Yeonju!”
                Dada Yeonju berdesir setiap kali namanya terucap dari bibir namja itu. Tanpa menolehpun, bisa Yeonju tebak siapa yang mengatakannya.
                Minho berlari dari anak tangga yang paling bawah, menghampiri Yeonju yang berhenti di tengah-tengah. “Maaf jika aku mengganggumu.” Ucap Minho terdengar sedikit terengah-engah. “…Tapi ada yang ingin ku katakan.”
                Yeonju menatap Minho bingung, sekejap rasa penasaran hinggap dalam pikirannya. Namun Yeoja itu masih diam.
                “Bolehkah aku menitipkan sesuatu padamu?”
                Alis Yeonju tertaut.
                “Tunggu sebentar.” Minho mulai membuka tas ranselnya kemudian mengambil sesuatu dari sana. “Ini, bisakah aku menitipkannya untuk Hyosun?”
                Deg!
                “…Waktu itu Hyosun bilang sedang mencari buku ini dan sulit untuk menemukannya. Ternyata buku ini kutemukan di toko buku-buku edisi lama. Semoga Hyosun mau menerimanya.” Minho menyerahkan buku itu pada Yeonju, tangan kirinya menggaruk tengkuknya sedikit canggung.
                “Tolong berikan pada Hyosun ya? Terimakasih sebelumnya, Yeonju.” Ucap Minho kemudian berjalan kembali ke bawah, meninggalkan Yeonju yang masih membeku ditempat ia berdiri.
Tak memperhatikan punggung Minho yang selalu membuatnya terbius, Yeonju justru terpaku menatap sampul buku kedokteran yang mulai usang itu. Entah kenapa hanya dengan menatapnya saja membuat kejanggalan di hati Yeonju semakin meradang.
                Yeonju tahu, memang tidak ada yang salah. Itu hanyalah sebuah buku.
-To Be Continue-

                Nah! Sepertinya mulai ketebak kan kelanjutannya? Hoho *silakan mengeluarkan spekulasi (?) sendiri2 ya :p
                Dan kalau ada yang menanyakan keberadaan Onew, Maap belum bisa muncul di part ini. Tapi next part, Onew bakalan membuat sesuatu (?) *gajelas banget sumfeh.
                Hehehe akhir kata, don’t be silent readers pleasee~~
                Gomawo udah mau baca, dan selamat melanjutkan kegalauan andaa~~~ bye. *lempar tembakan-taemin-yang-dipake-di-VCR-Japan-arena-tour*

3 comments:

  1. buat trailernya dong eon, kaya ff the sweet summer..

    ReplyDelete
  2. Rasanya pengen banget nendang jauh-jauh yg namanya to be continue itu.

    Daebak eon! Semoga part slanjutnya lebih panjang lagi (˘ʃƪ˘)

    ReplyDelete
  3. mian ini juga pengennya gitu. tapi bikin trailer rada dibet say. hehehe

    wah jinja?
    makasih sayaang
    jangan lupa tunggu next part yaaa

    ReplyDelete

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...