Monday, 8 October 2018

FF Ongniel Wanna One : Serenity [Part 16]


Mau curhat dulu… *ini apaan dateng-dateng langsung curhat*

Jadi gays, sebenernya kegalauan aku tentang FF ini masih berkelanjutan(?). As you know, aku ngulangin nulis FF ini sampe 3 kali setiap partnya. Aku udah bikin sampe ending tapi aku rubah terus-terusan soalnya aku ngga sreg sama ceritanya. Aku ngerasa adegannya rada dipaksain terus ngga nyambung antara satu dan lainnya wkwkwk.

Kayaknya emang lebih gampang bikin cerita cinta segitiga, atau persahabatan, kesalahfahaman dan ngelibatin banyak cast ketimbang bikin cerita simple dengan cast utama yang CUMAN tiga orang ini.

oleh karena itu, setelah aku bertapa di gua penuh lumut bersama ONG(?), akhirnya aku mencoba kembali melanjutkan FF Serenity yang sudah hampir karam ini(?) Mungkin masih banyak kekurangan, jadi… aku berharap kalian meninggalkan saran dan kritik di kolom komentar.

And then… ini dia FF Ongniel Wannaone Serenity part 16. Selamat membaca!



Tittle                    : Serenity [Part 16]
Author                                : Ichaa Ichez
Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-15
Cast                      : Shin Jihyun, Ong Seongwu, Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length                : Chapter.
Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                Hari ini adalah hari pertama bagi Jihyun untuk kembali bekerja. Setelah dua minggu yang lalu ia terkena musibah di Gunung Naejangsan, minggu kemarin yang ia habiskan di Jeonju bersama Seongwoo, dan setelah peristiwa yang terjadi pada Daniel tadi malam.
                Jihyun pikir ia akan mendapatkan keringanan karena sudah mengalami ‘kecelakaan kerja’ kala itu, tapi ternyata yang terjadi jauh lebih buruk. Tepat semenjak hari Senin setumpuk pekerjaan sudah menunggu Jihyun di atas mejanya. Beberapa berkas dan juga tabel-tabel kosong tidak memberinya waktu untuk bernafas sedikipun mengingat deadline yang sudah semakin dekat. Bahkan Jihyun terpaksa membawa pulang pekerjaan miliknya demi menyelesaikan semua tanggung jawab itu sebelum akhir minggu tiba.
                Ting tong!
                Jihyun yang semula asik mengerjakan sesuatu dalam laptopnya seketika bangkit dari karpet ruang tengah dan berjalan menuju pintu. Matanya berbinar ketika melihat sosok Seongwoo berdiri disana membawa dua kantung plastik berisi makanan.
                Menggunakan hoodie hitam dengan kerah warna coklat yang menyembul di lehernya, Seongwoo langsung melangkah masuk begitu Jihyun mempersilakan.
                “Lain kali kau harus menggunakan jaket musim dingin, Seongwoo-ya.” Ucap Jihyun memperingatkan. “Jika tidak kau akan jatuh sakit.”
                Seongwoo tertawa pelan mendengar celotehan Jihyun yang sudah lama tidak didengarnya itu.
                “Aku membawakan nuna jajangmyeon dan topokki.” Ia bergerak ke arah dapur untuk mengambil mangkuk dan sumpit. “Nuna belum makan bukan?”
                “Tahu saja kau kalau aku sedang lapar.” Jihyun duduk bersila didepan meja sembari menyingkirkan laptopnya. Yeoja itu tampak tidak sabar melahap makanan yang dibawa Seongwoo.
                “Kalau begitu… mari kita makan…”
                Belum juga segelintir mie menyentuh ujung sumpit milik Seongwoo, Jihyun sudah terburu-buru melahapnya. Membuat Seongwoo justru menghentikan aktifitasnya dan memperhatikan yeoja itu lebih dalam.
                “Apa jajangmyeonnya enak?”
                Jihyun mengangguk-angguk antusias sambil terus memasukkan jajangmyeon ke dalam mulutnya tanpa henti. Jika ada yang melihat mungkin orang lain bisa mengira kalau Jihyun sudah berhari-hari tidak makan.
                “Ini… kau bisa menghabiskan milikku juga nuna.” Seongwoo menawarkan. Ia tahu betul disaat pikiran Jihyun terkuras maka energi yang yeoja itu butuhkan akan sama besarnya. Oleh karena itu Seongwoo langsung memindahkan jajangmyeon miliknya ke dalam mangkuk Jihyun yang tinggal setengah.
                “Oh.. tidak-tidak.” Jihyun terkejut. “Lalu kau?”
                “Aku sudah kenyang.”
                Jihyun mengerutkan dahinya, membaca raut wajah Seongwoo yang tidak berkata jujur.
                Akhirnya dia ‘memutus’ mie itu dan mengembalikan sisanya ke dalam mangkuk milik Seongwoo. “Segini saja sudah cukup. Setidaknya kau harus menemaniku makan bersama Seongwoo-ya, aku tidak ingin makan sendirian.”
                 Lagi-lagi Seongwoo tertawa pelan. Ia kembali mengamati mangkuk jajangmyeonnya yang belum ia sentuh. Entah kenapa kejadian ini mengingatkannya pada sesuatu.
                “Seonghee nuna bogoshipda (aku merindukan Seonghee nuna).”
                Kalimat itu membuat Jihyun terdiam. Ia melirik kea rah Seongwoo yang masih belum mengalihkan pandangannya dari dalam mangkuk.
                “Dulu aku selalu memberikan sebagian porsi makanku pada Seonghee nuna agar ia cepat sembuh.” Seloroh Seongwoo tanpa sadar. “Aku sudah memastikan nuna menghabiskan seluruh makanannya, tapi anehnya tubuh nuna tetap saja kurus.”
                Jihyun masih ingat sejak pertama kali divonis mengidap penyakit kanker darah, Seonghee tidak pernah sekalipun mengeluh. Ia akan tetap berangkat sekolah meskipun wajahnya pucat. Tidak jarang Jihyun dan Seongwoo harus membawanya pulang kerumah karena gadis itu mimisan di tengah-tengah pelajaran.
                Ia sudah menerima pengobatan meskipun tidak maksimal karena masalah biaya. Lambat laun tubuhnya semakin lemah dan mengurus. Membuat Seonghee kesulitan bahkan untuk bangun dari tempat tidurnya.
                Sehari sebelum gadis itu pergi, ia sempat berpesan pada Jihyun untuk menjaga Seongwoo sebagai pengganti dirinya. Dan disinilah mereka berdua sekarang. Duduk bersila diatas karpet dengan pemisah sebuah meja kayu dengan tiang rendah. Setelah sepuluh tahun terlewat dan segalanya telah berubah.
                “Ong-ah! Kau tidak makan~?” tiba-tiba sebuah kalimat terdengar disana dengan sapaan dan dialek khas kota Jeonju yang sering Seongwoo dengar dari Seonghee. “Makanlah~ jajangmyeon ini jinjja wanjeon daebak real heol mashitta!”
                Tingkah Jihyun seketika membuat senyum di wajah Seongwoo merekah. Saat itulah cairan bening yang melapisi sudut matanya jelas terlihat, hampir terjatuh. Jihyun tidak menyangka bahwa sepotong kenangan tentang Seonghee bisa membuat Seongwoo terlihat begitu rapuh.
                “Bagaimana?” tanya Jihyun lagi. “Apa aku sudah mirip dengan Seonghee, Ong-ah!”’ ia bahkan mengikat rambutnya menjadi dua agar lebih terlihat mirip dengan teman baiknya dulu.
                Senyum di wajah Seongwoo berubah menjadi kekehan pelan. Tampaknya usaha Jihyun sudah cukup berhasil untuk menghibur namja itu.
                Tapi yang terjadi berikutnya justru membuat Jihyun terkejut. Dengan gerakan pelan tangan Seongwoo terulur ke arah Jihyun dan melepaskan kedua ikatan rambut yeoja itu. Seongwoo membiarkan rambut sepanjang bahu milik Jihyun terurai dan mencoba merapikan dengan jemarinya yang kurus.
                “Seperti ini saja.” Ucap Seongwoo sambil terus menata rambut Jihyun. “Seperti ini nuna lebih cantik.”
                Dalam sekejap tubuh Jihyun mendadak kaku. Bola matanya tidak berhenti menyorot ke arah Seongwoo yang memiliki tatapan sendu. Dan ketika Seongwoo telah selesai dengan kesibukannya, namja itu membalas tatapan Jihyun.
                Saat itulah Jihyun merasakan degup jantungnya berpacu diatas normal.
                Bagaimanapun juga, Seongwoo bukan lagi seorang anak berumur dua belas tahun yang hanya bisa mengekor langkah Jihyun dari belakang. Yang memanggil namanya hanya untuk sekedar mencari perhatian. Yang tidak pernah membangkang kapanpun Jihyun member nasihat.
                Meskipun Jihyun berusaha untuk menggantikan posisi Seonghee di hati Seongwoo, yeoja itu tidak akan pernah bisa berhasil karena Seongwoo sudah tak lagi melihat sosok Jihyun sebagai noonanya. Seongwoo tidak yakin sejak kapan itu, namun kini satu hal yang bisa ia tangkap setiap kali Seongwoo melihat Jihyun.
                Bahwa ia sangat menyayanginya.
***
                Sebuah ruangan berdinding kaca yang tidak terlalu luas terasa sedikit pengap ketika pertama kali Seongwoo membuka pintu. Bahkan namja itu bisa menemukan uap air menempel di cermin sehingga pantulan wajahnya pun sulit ia temukan disana. Meskipun terletak di bawah tanah dengan penghangat ruangan seadanya, namun sepertinya tempat ini sudah seperti ‘surga’ bagi satu-satunya orang yang ingin Seongwoo temui sekarang.
                Seongwoo tersenyum saat melihat Daniel masih tampak asik menari B-Boy diiringi dengan music yang cukup keras. Namja dengan poni berbentuk comma itu melepas mantel yang ia pakai sebelum akhirnya duduk di pinggir ruangan.
                “Hah… hah…” nafas berat Daniel terdengar tepat ketika music player ia matikan. “Hyung…” ia hanya memanggil Seongwoo sekilas sambil menjatuhkan badannya disamping namja itu.
                “Kupikir kau sudah melupakanku.”
                Daniel menggeleng sambil menyeka keringat. “Anieyo~”
                “Lalu?”
                Yang ditanya hanya bisa menunduk, seakan mengetahui apa yang ingin Seongwoo sampaikan meski keduanya sama sekali belum membahasnya.
                Sekitar hampir dua tahun mengenal dan akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama, baik Seongwoo dan Daniel memiliki chemistry yang bahkan tidak perlu saling menjelaskan alasan tentang suatu hal. Seongwoo tidak pernah mencari tahu apa latar belakang Daniel, bagaimana dia bisa mendapatkan uang untuk hidup dan apa yang sering ia lakukan seharian. Begitu pula dengan Daniel yang tidak pernah bertanya kenapa Seongwoo harus bekerja begitu keras, bagaimana kabar keluarganya dan kenapa dia tidak pernah bercerita tentang masa lalunya.
                Mereka berdua tidak pernah bertukar cerita semacam itu. Tak pernah sekalipun membahasnya. Mereka hanya memperlajari karakter satu sama lain seiring berjalannya waktu. Saling percaya dan berjanji pada diri mereka sendiri untuk selalu bersama layaknya keluarga.
                Tidak tahu pasti kapan semua itu dimulai, namun disaat pertama kali Daniel mengatakan bahwa “Bolehkah aku tinggal bersamamu Hyung?” maka tanpa berfikir panjang pun Seongwoo menjawab, “Tentu saja.”
                Dan esoknya Daniel membawa beberapa lembar pakaian ke apartemen Seongwoo lalu memulai hidupnya disana. Seongwoo tidak tahu dimanakah Daniel tinggal sebelum namja itu bersamanya. Ia bahkan tidak memiliki niat untuk bertanya. Yang ia tahu, sekarang ia memiliki seseorang yang tidak pernah lelah mengomelinya untuk berhenti bekerja terlalu keras, orang yang menjadi teman minumnya disaat malam tiba, dan orang yang selalu mengisi lemari di apartemennya dengan tumpukan ramen.
                Dia adalah Daniel, yang tanpa Seongwoo sadari, ia sangat membutuhkan sosok itu disampingnya.
                “Bagaimana lukamu? Apa sudah baikan?”
                Daniel mengangguk tanpa membalas tatapan Seongwoo.
                “Lalu Yena…? Sepertinya dia shock sekali…”
 “Sudah membaik. Tapi kurasa ia belum bisa sering keluar rumah.”
                Seongwoo ber-oh sembali mengingat kejadian malam itu. Sejak awal ia tahu bahwa Daniel pasti memiliki alasan sendiri kenapa harus membuat keributan di dalam bar sampai harus berakhir di kantor polisi.
                Dan ternyata dugaan Seongwoo benar. Semua karena Yena.
                Tidak seperti yang Jihyun kira sebelumnya, ternyata Yena menghianati Daniel karena sesuatu yang tidak bisa ia hindari. Daniel tidak sanggup lagi membendung emosi saat mengetahui orang yang selama ini selalu ia jaga ternyata berada dibawah ancaman bahkan disaat sedang bersamanya.
                Dan Daniel pun memilih untuk mengambil resiko itu.
Meskipun pada akhirnya Daniel harus berurusan dengan polisi, setidaknya ia bisa memastikan bahwa mulai sekarang Yena akan baik-baik saja.
                “Semenjak malam itu kau tidak pernah datang ke apartemen.” Ucap Seongwoo memulai pembicaraan. “Nuna mengkhawatirkan keberadaanmu, tapi dia bilang dia takut jika harus menanyakan lebih dulu.”
                Daniel langsung menurunkan botol minum yang tengah ia teguk. Tersenyum tipis.
                “Kenapa kau tidak mengatakannya sendiri saja nuna?” Ucap Daniel sambil melihat ke arah pintu masuk. “Aku  tahu kau ada disana.”
                Tak ada jawaban.
                Tapi perlahan lahan pintu dengan kaca buram berlapiskan kayu sebagai pelindung di setiap sudutnya itu bergerak kedepan. Dari sanalah muncul seorang yeoja dengan coat berwarna light brown yang sudah sangat Daniel kenal.
                “Duduklah disini. Bukankah diluar sangat dingin?”
                Seongwoo tersenyum melihat Jihyun yang menunduk sambil berjalan pelan ke arah mereka. Sejak awal ia sudah meminta Jihyun ikut masuk, namun yeoja itu bersikeras untuk menunggu diluar. Dengan langkah yang canggung, akhirnya Jihyun memilih duduk disamping Seongwoo dan bersembunyi dibalik tubuh kurus namja itu.
                “A…Apa kabar… Daniel?”
                Daniel terkekeh mendengar nada kaku Jihyun. Sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan untuk melihat yeoja itu.
                “Aku baik nuna.” Jawabnya sambil tertawa kecil. “Jika nuna ingin bertemu denganku, seharusnya nuna menghubungiku lebih dulu. Jadi tidak perlu datang jauh-jauh kesini.”
                Jihyun menekuk bibirnya ke dalam. Sorot matanya yang lugu bergerak ke arah Seongwoo dengan tatapan memohon. Jihyun tidak mengira ia akan terlihat begitu bodoh dihadapan seseorang yang sudah ia anggap seperti dongsaengnya ini.
“Bukankah nuna bilang ingin mengatakan sesuatu?” tanya Seongwoo pada Jihyun yang lantas terkejut.
“Oh… aku…” Jihyun menggaruk tengkuknya bingung. Ia tidak tahu harus berkata apa didepan Daniel secara langsung. Padahal sepuluh menit yang lalu ia sudah menyiapkan daftar pertanyaan yang harus Seongwoo sampaikan pada Daniel saat mereka bertemu.
Saat itulah Daniel menyadari sesuatu. Ia melirik ke arah jari lentik Jihyun yang bersembunyi di sela jemari Seongwoo.
Mereka bergandengan.
                Sejurus kemudian terdengar sebuah ledakan tawa dari Daniel yang membuat Seongwoo dan Jihyun dengan kompak menoleh.
                “Ada apakah ini?” tanyanya sambil terus tertawa. “Sebenarnya apa yang terjadi selama kalian berdua berada di Jeonju huh?”
-To Be Continue-

               

Ciee cieee Jihyun Ong wkwkw.
Dan… disini udah dijelasin ya gays kalo ternyata Yena selingkuh itu karena TERPAKSA, jadi sebenernya dia masih setia sama Daniel dan ngga jahat seperti apa yang kalian pikirkan(?)
Part ini kerasa pendek banget ya? Haha padahal ini 8 lembar (jauh lebih banyak daripada part lain yang kebanyakan 5-6 lembar).
Jadi.. gimana kelanjutan hubungan Jin-Ong yang sudah mulai berbau amis?
Tunggu next part ya! *lanjut ngedayung bareng Ong di sungai yang dipake shooting buat wannaone go wkwkkwk*

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...