Tuesday 8 May 2018

FF Ongniel Wanna One : Serenity [Part 15]

Halooo semuaaa
Author palingmalessedunia datang kembali
*semoga kalian ngga lupa ya wkwk*

Maaf maaf menghilang 2 bulan lamanya ;p, soalnya lagi2 stuck sama lanjutan FF ini.
Jadi di part sebelumnya aku sempet bilang kalo mau dibikin 18 part kan, nah ternyata aku rubah lagi wkwkwkwkwkwkwk
Untuk berapa part nanti endingnya, tungguin aja yaa~


  • “Perkenalkan, aku Ha Sungwoon.” Ia menyodorkan tangannya, mengajak Seongwu bersalaman. “Mungkin kau sudah pernah mendengar namaku sebelumnya. Aku adalah namjachingu Jihyun.”
  • “Aku dulu teman satu kelas Jihyun dan Seonghee. Mereka berdua memanggilku ‘dwaeji’ karena aku banyak makan.” Dia tertawa mengingat sebutan itu. “Kau Seongwu kan? Adik Seonghee…”
  • Tangan kanan Sungwoon bergerak untuk memeluk Seongwu dari samping. Ia tersenyum.“Mulai sekarang, Jihyun kutitipkan padamu Seongwu-ya.”

  • “Seongwu….um…” Umma Jihyun menggantungkan ucapannya. Membuat Jihyun tidak sabar lalu berlari ke lantai atas untuk mandi dan segera mencari keberadaan namja itu.
  • Jihyun tidak menjawab pertanyaan itu, justru langsung merebahkan badannya di sebuah gazebo yang terletak tepat di samping Seongwu berdiri. Rasanya kaki Jihyun sudah tidak kuat lagi jika harus berjalan lebih jauh.
  • “Hyung bilang ia beberapa kali ingin pergi ke Seoul untuk bertemu dengan nuna, tapi nuna selalu mencegahnya.” Lanjut Seongwu membuat Jihyun mampu menebak kemana arah pembicaraan itu. “Waeyo nuna?” Seongwu sempat berhenti sejenak sebelum kembali bertanya dengan hati-hati. “Apa karena ada…aku?”
  • Ya… katakan saja begitu, bahwa Jihyun ingin menjaga perasaan Seongwu.
    Bahwa Jihyun memang takut kesalahan yang pernah ia perbuat akan terulang.
    Karena ia tidak ingin kehilangan Seongwu untuk yang kedua kalinya.
Sipp sekarang langsung aja yaaa
cus part 15!



Tittle                    : Serenity [Part 15]
Author            : Ichaa Ichez
                   Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-15
                   Cast                      : Shin Jihyun, Ong Seongwoo, Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
                   Length                : Chapter.
                Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                Kurang lebih tiga hari berada di Yeonju, Jihyun merasa segala tekanan yang selama ini ia dapatkan di Seoul perlahan sirna. Jika sebelumnya yeoja itu selalu diliputi oleh deadline pekerjaan, sekarang ia sudah tidak terlalu memikirkannya meski Jihyun tahu bahwa 2 hari lagi bayangan itu akan tetap menghantuinya.
                Seperti semua anak yang ketika pulang ke rumah membawa satu koper, maka saat ia kembali ke tempat perantauan, bawannya akan bertambah. Hal ini pun berlaku pada Jihyun. Tepat ketika ia akan berangkat, tiba-tiba ummanya mengeluarkan begitu banyak tas berisi makanan dalam toples-toples yang sudah beliau persiapkan. Bahkan jumlahnya meningkat dua kali lipat karena beliau juga memberikan sebagian pada Seongwu untuk dibawa kembali ke Seoul.
                Meskipun Jihyun sudah berdebat panjang lebar untuk mengurangi sebagian bawaan itu, pada akhirnya umma Jihyun yang akan tetap menang.
                “Uh…”
                Jihyun mengeluh disaat harus mengangkat satu persatu tas dari lift menuju apartemen ketika ia sudah sampai di Seoul. Padahal ini adalah perjuangan terakhirnya setelah ia harus mengulangi langkah yang sama dari dalam rumah naik ke taksi, dari taksi naik ke kereta api, dan dari kereta api kembali ke taksi menuju apartemen. Meskipun Seongwu sudah membantu, tetap saja jumlahnya terlalu banyak sampai-sampai ia mereka harus bolak balik beberapa kali untuk memindahkan tas-tas itu.
“Tit..tut…tit..tut…” password pintu berbunyi disaat Jihyun membukanya dari luar.
Rasanya Jihyun ingin cepat-cepat masuk dan merebahkan tubuhnya di kasur untuk menghilangkan rasa lelah.
                “Nuna chakkaman!” Seongwu yang tadinya ingin membantu memindahkan barang milik Jihyun langsung menahan yeoja itu begitu ia melihat ada genangan air yang memenuhi lantai tempat untuk melepas sepatu.
                “Apa yang sebenarnya terjadi?” Jihyun ingin melongok ke dalam tapi lagi-lagi Seongwu cegah.
                “Terlalu berbahaya, nuna. Aku takut ada aliran listrik yang terkena air.” Ia lantas mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi pihak apartemen.
                Bahu Jihyun menurun. Cobaan apalagi ini? Setelah 4 jam perjalanan yang melelahkan ia harus menghadapi kejadian yang diluar dugaan. Bisa-bisanya apartemennya banjir seperti sekarang huh? Kalau begini caranya, dimanakah ia harus tidur? Apalagi langit sudah mulai berubah gelap.
                Setelah menunggu cukup lama akhirnya pihak apartemen datang dan mengecek keadaan. Mereka sudah mematikan aliran listrik milik Jihyun dan berjanji untuk memperbaiki pipa bocor yang menjadi penyebab apartemen yeoja itu ‘kebanjiran’. Beruntung air mengalir menuju ke lantai kamar mandi yang lebih rendah daripada ruang utama. Tapi kabar buruknya, semua proses yang dijanjikan baru bisa dilakukan mulai besok pagi.
                “Nuna…” Seongwu menyentuh lengan Jihyun yang duduk bersandar pada dinding koridor depan apartemennya.
                Jihyun mendongak, memberikan respon panggilan Seongwu yang berjongkok didepannya.
                “Sebaiknya malam ini nuna tidur di apartemenku saja.”
                Yang ditanya tidak langsung mengiyakan, Jihyun justru masih menatap pintu apartemennya dengan tatapan kecewa.
                “Tidak pa-pa.” ucap Seongwu lagi. “Setelah ini aku akan memasak bahan makanan yang dibawakan Ommoni untuk kita berdua.”
                Meskipun berat, akhirnya Jihyun pun bangkit dan menuruti saran Seongwu untuk menginap di dalam apartemennya.
                Tidak hanya menyiapkan makanan, rupanya selama Jihyun berada di kamar mandi Seongwu juga menyiapkan tempat tidur dan merapikan barang-barang miliknya. Namja itu jadi super sibuk menyelesaikan kegiatan yang sebenarnya jarang ia lakukan disana.
                “Kenapa aku tidak melihat Daniel?” Jihyun bertanya sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk.
                “Molla. Dia tidak menghubungiku sejak kemarin.” Jawab Seongwu sembari menyiapkan makan malam.
                Jihyun lantas tersenyum menyadari kelakuan namja itu. Jika bukan karena keberadaannya disana, Jihyun sangat yakin apartemen ini tidak akan sebersih sekarang.
                “Tidak terlalu buruk.” Ia memuji perilaku Seongwu sambil tertawa. “Malam ini aku adalah tamu, jadi aku tak akan membantumu Seongwu-ya~”
                Seongwu terkekeh memunggungi Jihyun. Setelah mematikan kompor dan menaruh makanan itu ke dalam mangkuk, akhirnya makan malam pun dimulai.
                “Jalmokgeseubnida!”
                Keduanya kompak mengambil sendok dan mencicipi Sundubu Jjigae buatan Seongwu.
                “Ak!” Seru Seongwu tiba-tiba. “Asin sekali!” Ia langsung mengambil air putih untuk menghilangkan rasa asin yang mengkontaminasi lidahnya.
                “Asin? Kurasa tidak.” Jihyun justru memasang wajah datar dan tetap memakan sup itu dengan lahap. Seongwu seketika bingung, seakan akan mereka tengah memakan dua menu yang berbeda.
                Ia pun mencicipi mangkuk milik Jihyun. Dan sekali lagi namja itu berseru, “Asin nuna~ ini sangat asin!”
                Jihyun menggeleng, “Tidak pa-pa, aku akan menghabiskannya.”
                “Andwae~ andwae~ nanti nuna bisa sakit perut.” Seongwu cepat-cepat menahan tangan Jihyun dan mengambil sup itu kemudian mengembalikannya ke dalam panci. Ia harus segera mengamankannya.
                “Kalau begitu sebaiknya aku memasak ramen saja.” Ucap Seongwu. “Aku tidak pernah gagal saat memasak ramen.”
                Ledakan tawa Jihyun sudah tidak bisa ditahan lagi. Menurutnya tingkah Seongwu sangat lucu. Padahal Jihyun serius ingin menghabiskan sup buatan Seongwu meskipun rasanya tidak enak. Tapi Seongwu justru langsung membuang makanan itu meskipun sudah hampir satu jam ia membuatnya.
                “Apa perlu ku bantu?”
                “Aniyo. Aku bisa melakukannya sendiri.” Jawab Seongwu kembali sibuk.
                Jihyun yang merasa bosan tetap bangkit dan berdiri di samping Seongwu. Dia menyandarkan kepalanya di lemari gantung sambil menatap wajah namja itu dari samping.
                Entah sejak kapan Jihyun menyadari bahwa bagian itulah yang paling ia sukai. Apalagi disaat Seongwu sedang serius seperti sekarang. Sorot matanya begitu fokus dengan guratan kening yang terlihat samar. Meski tidak bergerak, lengkukan bibir namja itu tercetak jelas membentuk sudut yang sempurna.
                Jihyun masih ingat waktu kecil dulu Seongwu pernah jatuh dan pipi atas dekat mata kanannya terluka. Bekas luka itu masih terlihat. Membuat kenangan di kepala Jihyun kembali menyeruak saat mengingat kejadian itu.
Sejujurnya Jihyun tidak yakin Seongwu mewarisi wajah appa atau ummanya, karena ada beberapa bagian dari masing-masing yang ia miliki. Tapi satu hal yang ia tahu, bahwa ia tidak akan pernah bosan melihat keindahan wajah yang tanpa celah itu. Meskipun terkadang berubah menjadi lucu disaat Seongwu melakukan hal yang ceroboh, atau terlihat polos dengan senyuman yang tulus, Jihyun tetap menyukainya.
Karena sibuk mengamati namja itu, Jihyun sampai tidak sadar Seongwu sudah meletakkan tangan di sisi kompor untuk membalas tatapan Jihyun. Mereka berdua tidak bergerak satu incipun dalam beberapa saat.
Rasanya ikatan mata itu membuat seolah apapun yang ada didunia ini berhenti bergerak. Tidak ada butiran uap air yang mendidih, tidak ada suara jarum jam yang berdetak, tidak ada roda mobil yang berputar, bahkan daun kering yang jatuh tetap melayang tanpa menyentuh permukaan tanah.
Tak ada yang bergerak, kecuali degupan jantung yang semakin lama semakin cepat. Jihyun merasa Seongwu sudah menguncinya hingga bahkan ia sendiri tidak sanggup mengambil nafas.
Saat itu hampir saja Seongwu meraih jemari Jihyun sebelum suara dering ponsel menghentikan tangannya di udara.
“Yeoboseyo?” Jawab Seongwu sesaat setelah menerima panggilan itu. “Kang Daniel?” Sebuah nama tiba-tiba terdengar. “Iya benar, dia tinggal bersamaku. Apa terjadi sesuatu dengannya?”
Ada jeda cukup lama disaat Seongwu mendengar penjelasan dari seberang telpon sampai ia kembali berbicara. Entah kenapa seketika perasaan tidak enak mencuat di hati Jihyun. Ia sempat mematikan kompor sebelum akhirnya berjalan mendekati Seongwu yang baru saja selesai menutup telepon.
“Ada apa?” tanyanya khawatir. “Apa terjadi sesuatu dengan Daniel?”
“Sebaiknya nuna tunggu disini saja. Aku akan segera kembali.” Kemudian mengambil jaket yang ia sampirkan di kursi tak jauh dari sana.
“Tidak Seongwu-ya. Katakan padaku yang sebenarnya!”
Seongwu tampak ragu. Ia menghela nafas panjang sambil manatap ke arah Jihyun, “Daniel sedang berada di kantor polisi. Aku harus menjemputnya sekarang.”
***
                Suara keyboard computer yang ditekan beberapa kali terdengar cukup keras menghiasi ruangan. Diatas meja-meja berjejeran tanpa sekat, tumpukan berkas yang menggunung seakan menjadi pemandangan yang wajar bagi si pemilik masing-masing. Beberapa orang berlalu lalang. Sebagian tampak lelah dengan pekerjaan, sebagian lagi terlihat putus asa dengan wajah yang menunduk dalam. Bahkan ada seorang ahjumma dengan celana tidur dan jaket bercorak keunguan menangis begitu kencang sambil memukul seorang lelaki tidak berdaya hingga ruangan yang tak terlalu lebar itu terasa sedikit mencekam.
Kantor polisi. Jihyun tidak terlalu familiar dengan situasi sekarang meski tempat kerjanya terkadang memiliki suasana yang tak jauh berbeda.
Begitu masuk, ia langsung mengedarkan pandangannya ke ruangan ber cat pastel gray itu untuk mencari keberadaan seseorang. Jihyun memang mendesak Seongwu untuk ikut karena ia ingin memastikan bahwa orang yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu baik-baik saja.
Dan disana, namja yang memiliki bahu lebar dengan hoodie abu-abu langsung bisa Jihyun kenali. Meski wajahnya tidak terlihat, tapi dari belakang Jihyun mengetahui betapa besar kekalutan yang tengah namja itu hadapi sekarang. Tidak… sepertinya Jihyun tidak sanggup melihatnya. Bahkan hanya memikirkan bagaimana ekspresi namja itu saja sudah membuat hati Jihyun terasa sakit.
“Apa nuna ingin menunggu diluar?” tanya Seongwu seakan mengetahui apa yang Jihyun pikirkan.
                Tidak ada jawaban. Jihyun hanya membalas tatapan Seongwu tanpa suara.
                “Setelah semuanya selesai, aku akan segera membawa Daniel keluar.” Seongwu lantas melepas jaket miliknya dan memakaikan benda itu pada Jihyun. Ia tahu benar proses ini akan memakan waktu cukup lama.
                Karena tadi berangkat dengan terburu-buru, Jihyun sampai lupa memakai sepatu. Sekarang hanya ada sandal jepit bergambar karakter Line yang terpasang di sela jari kakinya, celana training tipis dan kaos kebesaran berlapis sweater tanpa kancing. Beruntung Seongwoo meminjamkan jaket miliknya, karena ternyata udara diluar memang cukup dingin di akhir musim gugur kali ini.
                Pikiran Jihyun tidak tenang selama menunggu disana. Beberapa kali ia ingin masuk, namun berulang kali pula niat itu ia urungkan.
                Jihyun lebih memikirkan bagaimana kondisi Daniel sekarang ketimbang apa yang sebenarnya terjadi. Ia takut jika Daniel harus menyembunyikan perasaan sedih dibalik senyumnya seperti yang sering ia lakukan.
Daniel selalu terlihat riang. Selalu. Meskipun hatinya telah sakit berulang kali.
                “Nu-na…” terdengar keraguan dibalik nada rendah panggilan itu.  
                Jihyun yang semula duduk di tangga depan pintu masuk kantor polisi langsung bangkit mencari seseorang yang baru saja memanggilnya. Hanya sesaat menatap Daniel, yeoja itu kembali menunduk. Ia terperanjat saat menemukan wajah Daniel dihiasi noda merah dan kebiruan karena babak belur.
                Kenapa sampai seperti itu? Kenapa wajahnya terluka separah itu? Bahkan di bagian tubuh lain mungkin ada yang lebih parah dan Jihyun tidak mengetahuinya. Daniel pasti menahannya mati-matian hingga ia bisa berjalan seperti sekarang seolah tidak terjadi apapun.
                “Aku tidak apa-apa nuna, aku baik-baik saja.” Ucapnya saat mereka cukup dekat. “Maafkan aku sudah membuat nuna khawatir.”
                Jihyun menyembunyikan wajahnya lebih dalam sambil meremas ujung kaosnya kuat-kuat. Ia sangat ingin membalas ucapan Daniel tapi ia takut tindakannya justru membuat namja itu terluka. Jihyun tidak ingin memperlihatkan kehawatirannya, ia tidak boleh menunjukkan kekalutannya. Jihyun sangat ingin memberikan Daniel kekuatan dan mengucapkan kalimat yang bisa membuat namja itu nyaman.
Tapi sayang… tubuhnya tidak bisa ia perintah.
                “Aigoo…” Daniel langsung menarik Jihyun ke dalam pelukannya saat ia tahu yeoja itu tiba-tiba menangis. “…Gwenchanayo nuna. Aku baik-baik saja.”
Sepertinya usaha Jihyun telah gagal. Sepertinya ia memang tidak sanggup menyembunyikan perasaannya dihadapan Daniel. Sepertinya Jihyun memang tidak memiliki cukup kekuatan untuk mengucapkan kalimat yang bisa membuat Daniel merasa nyaman. Sepertinya ia justru menambah suasana hati namja itu menjadi semakin runyam.
Sepertinya memang benar kata Seongwu… bahwa Jihyun harus tetap menunggu dirumah saat ia kembali.
-To Be Continue-

Kya kya kya kya~
Jihyun sama Ong tinggal serumah cmiw.  Entah kenapa author semacam deg deg(?) an baca part Ji-Ong yang ngefreeze sambil tatap-tatapan wk! sayang banget ya pas itu ada telpon, coba kalo engga, pasti mereka bakalan…. (isilah sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran kalian) lol
Part ini lumayan ada shock terapi(?) ya pas Daniel tiba-tiba masuk ke kantor polisi. Untuk kenapa kog Daniel bisa berakhir disana, bakalan author jelasin di part selanjutnya~
Annyong! *lambai2 dari dalem mobil yang disetirin ong(?) terus sampingnya daniel terus aku duduk di bangku belakang(?)*

2 comments:

  1. Waaaah kak icha iki part terpendek timbang sek liyane 😭😭

    ReplyDelete

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...