Triiing~ aku datang tiba2 hihihi
Maap kali ini aku ga bawa lanjutan fuchsia tapi justru FF one shoot baru judulnya blog request.kekeke
FF ini spesial aku bikin untuk memperingati (?) anniv blogku (ichaichez.blospot.com) yang kedua. Horeeee~
Asal tau aja (?) main cast nya Jung Yessa, masih inget kan dia siapa? Ituloh magnae GB The Flow yang ga populer #plak!
Semoga tidak mengecewakan.
Sekedar info, akan banyak cameo di FF ini mulai dari member shinee, suju, f(x) dll. Kekeke dan ‘pekerjaan’ dalam FF ini aku terinspirasi dari film yang judulnya sad movie. Tapi ceritanya jelas beda -..-
Lngsung aja ya~
Cekidot!
Tittle : Blog Request
Author : Ichaa Ichez Lockets
Genre : Friendship, Romance.
Rating : T
Cast : Choi Minho, Jung Yessa.
Cameo : Lee Hyukjae, Lee Donghae, Gna (Jina), Lee Taemin, Choi Sulli, and you’ll find later...
Length : One Shoot
Desclaimer : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
- Minho P.O.V-
Ditemani dengan secangkir kopi yang mulai dingin, aku mengamati baris demi baris tulisan yang tertera dalam layar laptop. Konsentrasiku tersita dengan semua tulisan-tulisan itu meski cafe yang sedang kudatangi sedang penuh oleh pengunjung. Setiap nama, tempat dan sebuah pesan yang sedang kubaca menjadi poin pentingku nanti dalam melaksanakan pekerjaan – yang bahkan aku sama sekali tidak mendapat keuntungan darinya.
Request The End Of Your Love. Itulah judul sebuah blog yang aku menjadi satu-satunya author disana. Dalam satu hari bisa ratusan pengunjung datang dan meninggalkan sebuah pesan untuk mengakhiri sebuah hubungan. Pengunjung-pengunjung itu tinggal menulis nama, tempat dan alasan mengapa ia ingin mengakhiri hubungannya, dan sisanya aku yang akan mengerjakan.
Blog ini aku buat berawal dari sebuah keisengan dengan pengunjung per harinya hanya sejumlah hitungan jari. Tapi lama kelamaan makin banyak orang yang ingin mengakhiri hubungan dengan cara termudah yang pernah mereka temukan dalam blogku ini.
Aku selalu menyeleksi apa saja alasan mereka untuk mengakhiri hubungan mereka. Jika itu karena salah faham atau karena salah satu pihak bosan, maka aku akan menolaknya. Tapi jika hubungan itu diakhiri karena salah satu pihak dijodohkan, atau keduanya sama-sama sudah lama tidak saling berkomunikasi, maka aku akan membantunya, membantu mereka yang tidak sanggup menatap wajah sedih pasangan mereka saat perpisahan itu datang nantinya.
Pekerjaan ini melelahkan. Bahkan teramat sangat melelahkan. Baru 6 bulan berjalan aku sudah ingin menyerah. Mencari sebuah alamat, menemukan seseorang dan menyampaikan pesan perpisahan itu tidak mudah. Namun lebih tidak mudah mengabaikan semua permintaan yang masuk ke dalam blog ku. Meski berulang kali aku berfikir untuk menyudahi pekerjaan ini, namun pada akhirnya aku akan kembali melakukannya.
“Oppa!”
Buru-buru aku tutup layar laptop ketika kudengar sebuah suara familiar yang lembut menyelusup di telingaku.
“Mengerjakan tugas kampus lagi?”
Aku mengangguk sekenanya. Yeoja itu kemudian tersenyum setengah membungkuk, mengecek kopi dalam cangkirku yang hampir habis.
“Oppa sudah lama disini?”
Lagi-lagi aku mengangguk.
“Mian aku tidak menyapa Oppa karena terlalu sibuk bekerja. Hari ini begitu banyak pelanggan yang datang.”
Aku hanya sanggup tersenyum menatap wajah lugunya. Tidak hanya yeoja ini, akupun bahkan sampai tak menyadari keberadaannya karena terlalu sibuk berkutat dengan laptopku.
“Gwenchana, aku tahu kau sibuk.” Jawabku kemudian ke arah jam dinding yang bertengger diatas jendela. “Tapi bukankah jam 6 nanti kau baru mulai bekerja? Kenapa sekarang sudah datang?”
“Hehe hari ini aku sengaja bertukar sift siang karena malam nanti ada acara.” Jelasnya lalu bangkit. “Aigoo sepertinya aku sudah terlalu lama disini. Aku kerja dulu ya Oppa? Nanti aku akan kembali membawakan secangkir kopi untuk Oppa. Annyeong~”
Dia mengatakan kalimat itu dengan tergesa-gesa, bahkan tidak memberiku kesempatan untuk menjawab. Detik berikutnya dia berjingkat-jingkat kecil menuju dapur dan melanjutkan pekerjaannya disana.
Jung Yessa, sebuah name tag memaparkan namanya dengan jelas. Gadis berseragam cafe berwarna mocca ini selalu menyapaku setiap kali aku datang kemari. Selain ramah, ia juga sangat baik dan tentu saja sanggup menghiburku dengan tawanya yang khas.
Aku sempat kembali berkutat dengan laptopku beberapa waktu sampai lima menit kemudian Yessa datang membawa nampan berisi kopi yang biasa kupesan.
“Oppa, lima belas menit lagi waktu kerjaku habis. Bisakah Oppa menungguku lima belas menit saja? Aku ingin kita pulang bersama.” Ucapnya dengan sedikit aegyo. Dia tampak sangat tidak sabar menunggu jawabanku. Ketika anggukan itu dapat ia lihat, cepat-cepat ia menarik nampannya dari atas meja dan kembali menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda.
Pada Yessa aku mengaku jalan rumah kami searah, padahal justru sebaliknya. Aku hanya tidak tega jika harus membiarkan Yessa pulang sendirian setiap kali selesai bekerja jam sepuluh malam. Oleh karenanya, pulang bersama seperti hari ini kuanggap sebagai waktu ekstra bagiku untuk melihat senyumnya lebih lama atau bahkan mendengar celotehannya yang tidak pernah membosankan.
“Aku sudah siap!”
Sama seperti yang ia bilang sebelumnya, lima belas menit kemudian Yessa sudah keluar dari dapur dengan menggunakan sebuah celana jeans dan kaos oblong berlapis sweater tipis berwarna biru pastel. Rambut yang biasanya ia ikat menjadi satu, kini ia biarkan jatuh sepanjang punggung. Sepintas ia memang tampak seperti gadis dengan penampilan biasa, namun yang berbeda adalah, gadis ini memiliki senyum secerah matahari.
“Kita pulang sekarang?” jawabku seraya memasukkan laptop kedalam tas.
“Ne. Kajja!” Yessa pun berjalan mendahuluiku keluar cafe, diikuti dengan langkahku yang mengekor dibelakangnya.
Cara berjalan Yessa yang berjingkat-jingkat kecil diiringi dengan nyanyian lirih dari bibirnya yang mungil selalu menjadi hiburan tersendiri bagiku. Ia juga sangat senang menceritakan kehidupan pribadinya, atau sekedar cerita tentang pelanggannya yang terkadang membuatnya kesal.
Semua tingkah lucunya sering membuatku gemas. Tapi pada akhirnya aku hanya akan tersenyum dan berharap waktu bisa berjalan lebih lambat.
“Oppa?”
“Eung?”
“Menurut Oppa aku ini orang yang seperti apa?” pertanyaan ini begitu asing ditelingaku. Tidak pernah sebelumnya ia bertanya hal-hal yang menyangkut dengan ‘instrospeksi diri’. Kipikir Yessa sudah sangat nyaman dengan seperti-apa-ia-sekarang.
“Tumben sekali kau bertanya seperti ini.”
“Hhe, memangnya tidak boleh?” protesnya. “Aku ingin tahu aku ini orangnya seperti apa. Jangan-jangan sikapku seperti sekarang justru membuat orang lain membenciku.” Dia sedikit cemberut, memaksaku menahan geli melihat ekspresinya.
“Itu tidak mungkin. Kau ini orangnya sangat menyenangkan, tidak ada alasan untuk membencimu.”
Yessa lantas tersenyum lega. “Untunglah...”
“Tapi kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti ini?” tanyaku balik.
“Ehm... aku ini kan bekerja untuk banyak orang. Jadi profesionalitas itu penting.” Yessa berlagak mengguruiku, wajahnya tampak sangat meyakinkan tapi justru semakin terlihat cute.
Jebal... berhentilah membuatku gemas Yessa-ya~, candaku dalam hati.
“Sudah sampai.” Ucapnya ketika kami tiba didepan rumah mungil berwarna kehijauan. Tidak terasa perjalanan 15 menit sudah terlewat.
Jarak dari cafe kerumah Yessa hanya sekitar 700 meter melewati gang kecil dan gelap. Meski tidak terlalu jauh, namun ‘perjalanan’ singkat ini sedikit menakutkan jika harus ia lewati sendirian.
“Gomawo.” Ia membungkuk kemudian tersenyum. “Sampai bertemu besok Oppa. Annyeong~” dia melambaikan tangan sesaat sebelum membuka pagar dan bergegas masuk ke dalam rumah. Sedangkan aku hanya sanggup tersenyum menunggu ia menghilang di balik pintu, kemudian kembali beralan menuju cafe untuk menunggu bis kota dari sana.
Jung Yessa... seorang yeoja yang sanggup membuatku melupakan semua beban akan pekerjaanku hanya dengan melihat senyumnya.
***
Jalan apeujong, apartemen merah, lantai 10 nomer 301. Tempat itulah yang akan menjadi tempat ‘sasaran’ku berikutnya.
Seusai kuliah pagi hari ini aku menyempatkan diri untuk mengurangi daftar tanggung jawab dalam pekerjaanku. Dengan menaiki bus sebanyak 2 kali akhirnya aku sampai disebuah apartemen berwarna putih dengan pintu keabu-abuan.
Aku menekan bell disamping pintu sebanyak 2 kali. Tak ada tanda-tanda keberadaan orang didalam.
Kutekan bell sekali lagi, masih tidak ada yang membukakan pintu. Kupikir penghuni apartemen ini sedang pergi, jadi kuputuskan untuk datang lain kali. Namun belum jauh aku melangkah, ada seorang namja kira-kira berumur 26 tahun yang membuka pintu kemudian memanggilku.
“Mencari siapa?” ucapnya sedikit ketus karena mungkin kedatanganku sudah mengganggunya. Namja yang menggunakan sebuah kemeja putih dengan beberapa kancing yang terlepas itu tampak sedikit berantakan, rambutnya acak-acakan, wajahnya pun terlihat baru saja bangun tidur.
“Apa tuan Lee Hyukjae ada?”
“Aku Lee Hyukjae.” Jawab namja itu cepat. “Ada perlu apa?”
Langsung saja aku menyampaikan maksud kedatanganku kemari karena sepertinya aku tidak memiliki waktu banyak.
“Aku membawa pesan dari nona Jina, dia bilang dia ingin mengakhiri hubungan dengan anda. Nona Jina merasa anda sudah...”
Selingkuh. Kata-kata itu tiba-tiba tertahan dalam tenggorokanku ketika seorang namja datang dari dalam apartemen dan memanggil targetku dengan sebutan... chagiya?
“Siapa dia?” tanya namja itu. Wajahnya tampak tidak senang melihat keberadaanku. Apakah karena dia cemburu?
“Masuklah Donghae-ya. Aku akan mengurusnya.” Jawab targetku kemudian memandangku semakin tidak senang. “Sampaikan pada Jina, terimakasih karena memutuskan hubungan kami hari ini, karena jika tidak, aku yang akan memutuskannya lebih dulu.”
Blam! Disusul dengan suara pintu yang ia banting keras-keras.
Aku hanya sanggup mendesah sambil berjalan lambat menuju lift, sedikit shock dengan kasus yang kutemukan hari ini. Cinta yang berakhir karena namjachingu yang merupakan seorang gay, bukankah itu mengerikan?
Tapi sayangnya belum selesai sampai disini, masih ada satu kasus yang harus aku tangani sekarang juga.
Chungdam high school menjadi sasaranku berikutnya. Seorang yeoja yang duduk di bangku kelas 2 SMA bernama Choi Sulli sepertinya harus menerima kabar buruk yang kusampaikan hari ini.
Aku menyandarkan tubuhku di pohon seraya memasukkan kedua tanganku kedalam kantong celana, berusaha tidak tampak mencurigakan mengamati satu persatu siswi yang berhamburan keluar dari gerbang sekolah.
Gadis berambut panjang dengan eyesmile nya yang cerah akhirnya tertangkap pandanganku. Wajahnya mirip sekali dengan foto yang dikirimkan oleh clientku tempo hari.
“Apa kau yang bernama Choi Sulli?” tanyaku sesaat setelah aku datang menghampirinya.
Yeoja itu langsung menghentikan langkahnya sambil menatapku curiga. Ini sering sekali terjadi. Mungkin ia mencurigaiku sebagai penculik atau orang yang memiliki niat jahat. Tapi apakah tampangku memang tampak seperti itu?
“Aku membawa pesan dari Lee Taemin.” Ucapku tanpa menunggu jawabannya. Dan seperti yang kuduga, ekspresi yeoja ini langsung berubah.
“Bisakah kita bicara sebentar? Disini terlalu ramai.”
Hanya dengan menyebutkan nama ‘Lee Taemin’ ia langsung mengikutiku menjauhi gerbang sekolah tanpa bertanya lebih lanjut.
“Aku akan menjelaskannya secara singkat. Jadi tolong dengarkan baik-baik ne?”
Ia mengangguk cepat, tampak sangat penurut. Aku jadi mendadak tidak tega menyampaikan pesan ini padanya.
“Lee Taemin... sekarang ia ada di Jepang.” Ucapku sedikit berat. Bagaimanapun juga inilah tugasku, menyampaikan pesan meski terkadang sulit untuk melakukannya.
Gadis berseragam ini langsung terkejut mendengar penjelasanku, ia sempat ingin bertanya tapi aku tahan.
“Taemin minta maaf karena ia tidak bisa berpamitan denganmu. Kepergiannya sangat mendadak dan ponselnya disita sehingga ia tidak bisa menghubungimu.” Aku mencoba menjelaskannya perlahan, berharap targetku tidak lantas terkejut dengan kenyataan yang akan kusampaikan berikutnya.
Sedikit cerita tentang Lee Taemin, ia adalah seorang namja berumur 17 tahun yang sangat berbeda dengan klien-klienku sebelumnya. Pesan dalam blogku yang harusnya ditulis secara singkat, ia tulis sebanyak 15-20 lembar folio. Aku tidak tahu pasti berapa lembar jumlah pesan-pesan itu, yang jelas hampir semalaman aku membacanya.
Namja ini menceritakan betapa buruk keadaannya sekarang. Ia harus berpisah dengan kekasihnya semenjak 3 bulan lalu karena status sosial mereka yang berbeda jauh. Taemin mengaku sangat ingin bertemu atau sekedar mengirimi gadis impiannya pesan singkat. Tapi usahanya selalu gagal karena semua kontak milik kekasihnya sudah diblokir oleh keluarganya. Mulai dari telepon hingga jaringan internet. Jadi sepertinya menghubungiku memang jalan yang terakhir yang sanggup ia ambil.
“Taemin tidak ingin menyakitimu lebih lama lagi Sulli. Ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kalian dan berharap kau sanggup melupakannya.” Aku terdiam sejenak. “Taemin bilang, kau pantas mendapatkan namja yang lebih baik darinya. Ia juga meminta maaf karena harus mengakhiri hubungan kalian dengan cara seperti ini.” Penjelasanku berakhir, itu cukup singkat jika dibandingkan dengan curahan hati Taemin yang ia tulis di blogku.
Awalnya yeoja bernama Sulli ini menatapku tidak percaya, tapi lama kelamaan kedua bola matanya basah, air itu tergenang sampai akhirnya jatuh satu persatu. Ia menangis tanpa suara.
Kejadian seperti sekaranglah yang membuatku membenci pekerjaan ini. Aku harus menatap wajah sedih orang yang baru saja mendapat kabar buruk dariku. Aku mendadak merasa seperti malaikat pencabut nyawa. Namun bukan nyawa yang aku renggut, melainkan hati mereka yang aku hancurkan. Tak ada bedanya.
Aku tahu aku tidak bisa seperti ini terus menerus. Meskipun mereka yang meminta, tapi aku tetap saja tidak berhak memutuskan hubungan orang lain secara sepihak. Semua orang boleh menganggapku bodoh karena justru memilih untuk menghancurkan sebuah hubungan ketimbang menyatukannya. Bagaimana aku bisa menyatukan hubungan kedua orang jika aku sendiri tidak sanggup menyatukan sebuah hubungan dengan seseorang yang aku cintai? Boleh, sekali lagi kau memanggilku bodoh.
“Oppa, kau mengerjakan tugas kuliah lagi?” suara Yessa mengalihkan pandanganku dari layar laptop. Senyumnya yang cerah seketika sanggup menghapus kejadian buruk yang sempat kulewati hari ini.
“Ne. Bisakah aku memesan secangkir kopi?”
Yessa yang sebelumnya berjalan ke arahku kemudian mengangguk dan berbalik menuju dapur. Aku hanya sanggup tertegun menatap punggungnya dari belakang.
Apakah aku bisa mendapatkan hati seorang yeoja yang sudah lama kukagumi ini? Bagaimana jika ia tidak memiliki perasaan yang sama denganku? Atau ia juga menyukaiku hanya sebatas Oppa dan Dongsaeng? Begitu banyak kemungkinan buruk yang melintas di kepalaku, namun ada sebuah kemungkinan yang paling kutakuti. Yaitu apakah aku bisa menjaga hatinya baik-baik tanpa menyakitinya sedikpun?
Aku ingin melakukannya, sungguh. Tapi bahkan aku tidak bisa membayangkan jika pada akhirnya hubungan kami berdua berakhir seperti hubunganku dengan yeojachinguku sebelumnya. Cinta itu riskan. Ia bisa saja berakhir meski sudah mati-matian kau menjaganya. Jika saja aku bisa menebak bagaimana akhir dari ceritaku ini, maka aku akan memilih untuk tidak mengakhirinya. Tapi akupun tidak akan pernah tahu jika aku tidak mencobanya bukan?
Dalam sekejap hanya dengan memandang punggung Yessa dari belakang, begitu banyak pertimbangan yang muncul dalam pikiranku. Namun dalam sekejap pula aku sanggup menentukan pilihan mana yang akan aku jalani nanti.
Sosok Yessa akhirnya menghilang dari balik pintu dapur. Lantas tatapanku beralih ke arah layar laptop dan tanpa ragu kutulis sebuah pesan singkat disana.
REQUEST CLOSED.
***
Sudah kurang lebih selama seminggu aku mengabaikan semua pesan yang masuk dalam blogku. Banyak dari mereka yang tetap mengajukan permintaan meski sudah jelas-jelas kutulis aku tidak lagi menerima request.
Dan hari ini, bertempat di Everland aku akan mencoba mengungkapkan perasaanku pada Yessa. Everland kurasa tidak akan membuat Yessa bosan. Ia bisa memilih menaiki semua permainan jika ia mau. Dan ketika kami ingin berdua saja, aku akan mengajaknya menaiki komedi putar.
Entah kenapa aku jadi geli sendiri ketika menyadari aku tiba-tiba berubah menjadi kekanakan seperti sekarang. Tapi demi Yessa, apapun akan kulakukan.
Pukul 09.17. Kurang dari 45 menit lagi aku akan bertemu dengannya. Semua persiapan sudah kulakukan. Kini tinggal sedikit menyisir rambut dan menyemprotkan parfum sebagai sentuhan terakhir.
Tapi tepat ketika aku sedang memakai sepatu, tiba-tiba bell didepan rumah berbunyi. Memaksaku ‘meladeni’ tamu yang mungkin akan memakan sedikit waktu.
“Apa benar ini rumah Choi Minho?” tanya seorang namja yang kurang lebih seumuran denganku.
“Ne, aku Minho. Ada apa?” jawabku sedikit aneh menatap namja itu. Seingatku, aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya. Wajahnya terasa asing.
“Aku ingin meminta bantuanmu.” Dia tampak sangat serius. “Bukankah kau pemilik blog request?”
Pertanyaannya tentu saja membuatku terkejut. Sebelumnya aku tidak pernah mengungkapkan identitasku sama sekali. Jangankan alamat, nama saja tidak pernah kucantumkan.
“Darimana kau...”
“Aku-tahu-darimana itu tidak penting.” Ucapnya memotong kalimatku. “Yang jelas sekarang aku butuh bantuanmu. Maaf jika kedatanganku sangat mendadak, tapi aku sudah mencoba meninggalkan pesan dalam blogmu, namun disana justru tertulis request ditutup. Hanya kau satu-satunya harapanku sekarang.”
Aku menatapnya sambil berfikir. Menimbang-nimbang akan menerima permintaannya atau tidak. Tapi pasti ia tidak main-main hingga ia sanggup menemukanku sampai sejauh ini.
“Memangnya kenapa kau ingin putus?” alasan dari client tentu saja menjadi poin pentingku dalam menyampaikan pesan, oleh karenanya aku bertanya demikian.
“Aku tidak tega melihatnya tersiksa karena menjalin hubungan denganku. Aku sangat tidak pantas menjadi namjachingunya, sudah terlalu banyak kesalahan yang aku perbuat. Tapi jika harus meminta putus secara langsung, aku tidak sanggup...”
Wajah namja ini terlihat sangat putus asa. Kontras dengan penampilannya yang sepintas tampak sangar. Seketika membuatku bersimpati ingin membantu.
“Siapa nama yeoja itu?” tanyaku memberinya harapan.
“Hyo Insa. Sekarang ia sedang menungguku di boramae park, dan kuharap kau bisa segera kesana.”
“Sekarang?”
“Ne. Aku sengaja memintanya pergi kesana agar kau lebih mudah menemukannya.”
Benar-benar waktu yang tidak tepat. “Tapi sekarang aku sedang ada janji. Maaf.” Tolakku secara halus. Bagaimanapun juga aku tidak bisa mengabaikan janjiku pada Yessa. Aku tidak ingin membuatnya menunggu.
“Kumohon. Ini tidak akan memakan waktu lama. Kalau perlu aku akan mengantarmu sampai sana, bukankah perjalanan ke boramae park dari sini hanya memerlukan waktu 10 menit?”
Sepuluh menit perjalanan ke boramae park, 15 menit perjalanan dari boramae park ke everland. Aku mengecek jam tanganku sekali lagi, pukul 09.20. kira-kira aku hanya memiliki waktu 5 menit untuk menjelaskan semuanya. Kuharap ini bisa berjalan dengan cepat.
“Baiklah. Siapa namamu?”
Selanjutnya aku bersama clienku ini meluncur menuju boramae park. Diluar dugaan, tidak sampai sepuluh menit aku sudah sampai disana. Clienku bilang, kekasihnya duduk di pinggiran air mancur utama yang terletak di tengah-tengah. Karena tak ingin membuang waktu, langsung saja aku bergegas kesana.
Kebetulan setiap week end boramae park sangat penuh pengunjung, membuatku kesulitan menemukan yeoja bernama Hyo Insa ini. Aku jadi semakin cemas karena sepertinya akan sedikit terlambat memenuhi janjiku dengan Yessa.
“Yeoboseyo?”
“Yessa?” tanyaku dari ujung telpon.
“Ne Oppa. Ada apa?”
“Mian sepertinya nanti aku akan sedikit terlambat. Bisakah kau menungguku dirumah saja. Nanti aku akan menjemputmu secepatnya.”
“Arraso. Aku akan menunggumu Oppa. Tidak perlu tergesa-gesa.”
Deg!
Aku masih menempelkan gagang telpon di telingaku ketika suara yang sama persis dengan yang kudengar dari telepon tampak sangat jelas didekatku. Tubuhku mendadak kaku, sekali lagi memastikan bahwa panca inderaku tidak salah menangkap keberadaan sosok itu.
“Se...sekarang kau... dimana?” tanyaku masih dari ujung telepon.
“Aku...” Yessa tidak meneruskan kata-katanya, membuatku semakin yakin bahwa gadis berambut panjang yang sedang duduk memunggungiku itu adalah gadis yang sama dengan yang berbicara padaku di ujung telepon.
Clienku tadi mengatakan bahwa kekasihnya sedang duduk di pinggiran air mancur menggunakan sebuah terusan lengan pendek berwarna putih dan sebuah topi merah berbentuk bulat. Aku masih tidak percaya, apakah ada begitu banyak ‘Yessa’ didunia ini sehingga kedua gadis ini begitu mirip.
Semua dugaan bodohku seketika hilang ketika gadis itu mengenaliku sesaat setelah aku memanggil namanya.
“Oppa? Kenapa...” dia terdiam memandangku tidak percaya. Tertangkap basah karena baru saja berbohong padaku.
Kenapa kau harus berbohong padaku Yessa?
Perlahan aku melangkah kemudian duduk disampingnya. “Apa kau melupakan janji kita jam 10?” tanyaku tanpa menatap matanya yang penuh tanda tanya.
“Ani Oppa. Tentu saja tidak. Hanya saja...”
“Ada janji lain yang ingin kau penuhi?”
Dia menunduk seraya menggigit bibir bawahnya, pertanda jawaban dari pertanyaanku adalah ‘Iya’.
“Lalu sekarang aku harus memanggilmu apa? Jung Yessa atau... Hyo Insa?” ucapku semakin pelan di akhir kalimat.
“Oppa?” Yessa menatapku terkejut, aku membalas tatapannya kecewa. Dalam hitungan detik aku bahkan seperti tidak mengenali sosok yang duduk disampingku ini. Tatapan matanya tidak berubah, hanya senyumnya yang memudar seketika.
“Jung Yessa, itu hanya nama dari sebuah name tag milik sunbae yang kutemukan di cafe. Name tag ku hilang entah kemana, jadi aku memakainya untuk memudahkan orang lain bisa mengenaliku.” Ia tampak sangat menyesal. “Mian aku tidak pernah menceritakannya pada Oppa.”
Aku mengalihkan pandanganku dari Yessa ke arah air mancur yang bergerak cepat didepan kami. Suaranya sangat keras, namun masih belum sanggup memecahkan kecanggungan yang terjadi antara aku dan Yessa.
“Tapi... dari mana Oppa tahu mengenai ‘Hyo Insa’? tanya Yessa balik. Wajahnya terlihat sangat penasaran.
Dari namja bernama Jonghyun tentu saja. Tapi aku tidak menjawabnya, justru teringat akan permintaan Jonghyun padaku tadi.
‘Aku sangat tidak pantas menjadi namjachingunya, sudah terlalu banyak kesalahan yang aku perbuat. Tapi jika harus meminta putus secara langsung, aku tidak sanggup...’
Tanpa Jonghyun sadari, ia seperti baru saja memberiku pematik api. Tinggal mana ingin aku hancurkan, hati Yessa atau hatiku sendiri.
“Oppa...?” panggil Yessa lagi. “Apa Oppa marah padaku?”
Aku masih tidak sanggup berkata lagi. Jangankan menjawab, membalas tatapan Yessa saja aku tidak sanggup. Dan pada akhirnya aku memilih untuk bangkit dan bermaksud untuk meninggalkannya.
“Jonghyun Oppa?”
Langkahku seketika berhenti tepat disaat Yessa menyebutkan nama itu. Berjarak 5 langkah dihadapanku, kini berdiri sesosok namja bernama Jonghyun yang sepertinya tahu kalau aku belum memenuhi permintaanya.
“Yessa, aku harus bicara denganmu.”
Aku melangkah semakin mendekati Jonghyun. Dengan cepat kutarik tangannya, mencegah ia menyelesaikan ucapannya.
“Kumohon jangan sekarang. Jangan lakukan ini padanya.” Ucapku lirih ditelinga Jonghyun. Namun Jonghyun justru melepaskan cengkraman tanganku dan memutuskan untuk mengakhiri semuanya sekarang juga.
“Jika kau tidak sanggup, maka aku sendiri yang akan melakukannya.”
“Jonghyun! Jebal...”
Yessa yang semula masih berdiri didekat tempat duduk justru datang menghampiri kami. Wajah innocentnya tampak bingung akan apa yang terjadi antara aku dan Jonghyun, setahu Yessa kami berdua belum saling mengenal sebelumnya.
“Insa aku ingin kita putus.”
Akhirnya kalimat itu meluncur begitu saja di bibir Jonghyun, membuat kedua bahuku menurun dan lututku seketika lemas.
“...kau pantas mendapatkan namja lebih baik dariku.” Hanya penjelasan singkat itu yang Jonghyun ucapkan. Tentu saja Yessa tidak sanggup mengerti sepenuhnya.
“Apa maksud Oppa?”
Jonghyun membelai puncak kepala Yessa dengan halus, “Maaf.” Kemudian ia berbalik dan berjalan meninggalkan Yessa yang masih berdiri mematung.
Aku terdiam menatap Yessa pias. Ingin melakukan sesuatu, tapi tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Semuanya terjadi begitu cepat sampai aku tidak benar-benar menyadari bahwa Yessa sedang sekuat tenaga menahan sakit yang menyerang hatinya.
Gadis itu tidak bersuara. Hanya menekan sesuatu yang kini terasa sesak dalam dadanya. Seperti ada sebuah gemuruh yang sangat mengganggu dan tak sanggup dihilangkan. Perlahan tatapan matanya yang kosong berubah menjadi bening dan air mata itu jatuh tanpa dapat ia kendalikan.
Jauh lebih sakit jika melihat seseorang yang kau cintai harus menangis didepanmu karena orang lain. Ini bahkan terjadi diluar kendaliku. Meski pematik api itu masih kugenggam, kenyataannya sekarang aku dan Yessa sama-sama hancur. Terbakar habis.
Meski terasa sakit, aku tidak bisa menangis. Melihat keadaan Yessa jauh lebih menyedihkan ketimbang melihat diriku yang baru saja menerima kenyataan pahit ini. Dan pada akhirnya aku hanya sanggup memberikan pelukanku pada seseorang yang mungkin akan benar-benar kumiliki. Bukan sekarang, tapi sampai kapanpun akan kunantikan saat itu tiba.
-The End-
Kya kya kya, maaaap buat fens nya bang eunhae kopel. Ga bermaksud bikin homo (?), ini kan Cuma karakter di FF. Haha dan nama Gna tadi aku rubah jadi Jina. Wekekeke
Maap ceritanya ancur, soalnya bikinnya buru2 disela2 kesibukan saya mau kembali menjalani rutinitas -___-
Akhir kata, gomawo udah mau baca ^^
Keren kak:'D
ReplyDeleteKeren bangeeeet:")
ReplyDeletemakasih semua :D
ReplyDeletekeren kakk, pilihan katanya banyak yang ga biasa dipake sama author-author lain.
ReplyDeleteditunggu karya karya lainnya kakk:---)
ada sambungannya nggak??
ReplyDelete