Monday, 18 September 2017

FF OngNiel Wanna One : Serenity [Part 8]

Annyeonghaseyo~
Saya dataang!! Hehehe ternyata ngga jadi break dulu hihi. 
weekend kemarin ngelemburr jadinya yaaaa, bisa diposting hari ini yeyeyeye
langsung aja ya~


Tittle                    : Serenity [Part 8]
Author                                : Ichaa Ichez
Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-15
Cast                      : Shin Jihyun, Ong Seongwoo, Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length                : Chapter.
Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                Weekend datang, waktunya untuk bersih-bersih. Beberapa hari ini mood Jihyun sedang tidak baik karena kejadian yang ia saksikan beberapa hari lalu. Tentang Daniel dan juga Yena.
                Rasa kesal dan kecewa atas sikap Yena masih sangat bisa Jihyun rasakan. Semuanya tercampur menjadi satu sampai-sampai tidak ada hal yang bisa Jihyun lakukan selain melampiaskan kemarahannya pada… pekerjaan. Karena kebetulan hari ini weekend, jadi Jihyun memilih untuk bersih-bersih.
                Sudah sejak pagi yeoja itu membersihkan apartemennya. Mulai dari menyapu, mengepel, mencuci baju sampai menyikat kamar mandi. Semuanya Jihyun lakukan tanpa berfikir. Mungkin karena ia sibuk ingin melampiaskan amarahnya, semua pekerjaan itu justru selesai lebih cepat dari yang ia perkirakan.
                “Hah…” Jihyun menjatuhkan badannya di ruang tengah sambil meneguk air dingin. Segar sekali.
                Ia melirik ke arah jam dinding yang bertengger diatas televisi, masih pukul 10. Ahh… kenapa hari ini terasa lama sekali?
                Karena belum cukup puas akhirnya Jihyun berpindah ke apartemen milik Seongwoo.
                Rupanya memilih untuk melanjutkan pekerjaan disana adalah keputusan yang tepat karena begitu banyak hal menunggu Jihyun di tempat itu. Sepertinya omelan-omelan yang sering ia lontarkan pada duo Ongniel memang tidak ada gunanya karena mereka berdua akan tetap membuat tempat ini layaknya kapal pecah yang karam di tengah lautan.
                Jihyun memulainya dengan mengambil sampah-sampah bekas snack yang tersisa diatas meja dan mengembalikan beberapa barang yang berserakan disekitar tempat itu. Setelah rapi barulah vacuum cleaner dikeluarkan. Dengan teliti Jihyun membersihkan setiap sudut apartemen Seongwoo tanpa meninggalkan debu sedikitpun.
                Kini saatnya ke bagian tempat tidur, Jihyun mengambil beberapa kaos yang tergeletak diatasnya dan mengganti sprei dengan yang baru. Semua baju-baju kotor pun Jihyun cuci. Dengan cekatan yeoja itu bahkan mencuci piring sambil menunggu baju yang masih ada di dalam mesin cuci sekaligus.
                Ketika sibuk mondar mandir sana sini, tiba-tiba bell didepan pintu terdengar. Jihyun sedikit merapikan rambutnya sebelum akhirnya menyambut seseorang yang sudah menunggu disana.
                “Selamat siang, apakah ini apartemen milik Kang Daniel?” seorang ahjumma dengan baju terusan berlapis jaket abu-abu bertanya pada Jihyun.
                “Ne~” Jawab Jihyun sedikit bingung dengan kehadiran ahjumma itu. Dari penampilannya, jelas beliau bukanlah kurir makanan atau online shop yang biasanya menjadi satu satunya orang yang memiliki kemungkinan untuk menekan bell.
                “Kebetulan Kang Daniel sedang tidak ada di tempat.” Jelas Jihyun dengan nada pelan. “Maaf tapi… ahjumma…?”
                “Aku adalah umma Kang Daniel.”
                “Ah!” Jihyun berseru sambil membungkukkan badannya. “Jihyun imnida. Saya adalah tetangga sebelah yang kebetulan sedang…” membersihkan apartemen Daniel?
Jihyun bingung bagaimana menjelaskannya.
“Oh… jadi agasshi yang bernama Jihyun?” Umma Daniel tampaknya mengenali Jihyun lebih dulu. Membuat Jihyun  lega karena ia tidak tahu darimana harus bercerita.
 “Silakan diminum Ommonim.” Jihyun meletakkan secangkir teh diatas meja sesaat setelah mempersilakan beliau untuk masuk.
“Gomawo...” Umma Daniel mengelus bahu Jihyun dan menyuruhnya untuk duduk disampingnya. “Selama ini Daniel sering bercerita tentang dirimu. Dia bilang sekarang ia punya nuna yang selalu merawatnya di Seoul.”
“Ah… itu sedikit berlebihan...” Jihyun tersipu malu. “Selama ini justru saya yang sering bergantung dengan mereka berdua. Mereka sudah menjaga saya dengan baik.”
Beliau tersenyum. Kedua matanya berubah menjadi garis yang melengkung, mirip sekali dengan Daniel.
Tidak terasa dua jam lebih Jihyun dan Umma Daniel bercengkrama di apartemen milik Seongwoo. Mereka berdua tak hanya duduk sambil menikmati secangkir teh, namun ummanya bahkan memasakkan sesuatu dari bahan yang ia bawa jauh-jauh dari Busan.
Dari Umma Daniel, Jihyun jadi mengetahui banyak tentang namja itu. Meskipun selama ini Jihyun tahu betul bahwa Daniel adalah orang yang sopan, namun ia tidak tahu jika namja itu juga merupakan seorang anak yang berbakti. Hampir setiap hari Daniel tidak lupa untuk menelfon dan menanyakan kabar ummanya. Umma Daniel bahkan tahu kalau Jihyun sering sekali memasakkan makanan untuk dirinya dan Seongwoo.
Dari beliau pula Jihyun mengetahui bahwa Appa dan Umma Daniel sudah lama bercerai. Sejak saat itu Daniel memutuskan pergi ke Seoul untuk mengejar mimpinya, sampai ia bertemu dengan Seongwoo dan menjalani hidup seperti sekarang.
“Silyehamnida!” Seongwoo yang baru saja pulang dari weekend-part time nya langsung menyapa sambil melepaskan sepatu.
 “Ne~ Kau pulang cepat hari ini, Seongwoo.” Sambut Umma Daniel.
Jihyun langsung tersenyum melihat kedatangan Seongwoo. Sejak tadi ia sudah mencoba untuk menghubungi Daniel namun namja itu masih tidak mengangkat telfon. Karena tak ada pilihan lain akhirnya Jihyun memilih untuk menghubungi Seongwoo yang tengah bekerja. Sejujurnya Jihyun cukup terkejut karena namja itu bisa muncul di apartemennya pada waktu siang hari seperti sekarang. Ini bukan ijin kerja namanya, tapi membolos.
“Apa kabar Ommonim?”
“Baik, tentu saja.” Umma Daniel tersenyum lebar sambil mengusap ujung kepala Seongwoo. “Terimakasih karena selama ini sudah menjaga anakku.”
“Ah tidak, Aku hanya…”
“Ommoni!”
Akhirnya pemeran utama datang juga. Jihyun tidak tahu trik apa yang digunakan Seongwoo untuk membujuk Daniel, yang jelas namja itu benar-benar berhasil membawanya pulang untuk bertemu dengan umma yang sudah menunggunya.
Jihyun tertegun menatap Daniel. Bertanya-tanya bagaimana keadaannya karena sejak malam itu ia tidak kembali ke apartemen.
Bisa Jihyun lihat rambutnya sedikit berantakan dengan lingkaran hitam yang bertengger di bawah matanya karena jarang tidur. Bahkan suara namja itu terdengar lebih serak daripada biasanya. Namun sebuah senyuman tetap merekah ketika sosok yang ia rindukan terlihat dari depan pintu. Dengan cepat Daniel memeluk ummanya dengan erat seolah-olah ia bisa menyimpan tubuh kecil wanita itu dalam bahunya yang lebar.
Pertemuan yang penuh haru, batin Jihyun.
Saat itu pula Jihyun merasa ada seseorang yang menyenggol lengannya pelan, memberi tanda agar mereka lekas pergi dari sana untuk memberikan ruang bagi Daniel dan ummanya. Jihyun berharap kedatangan ummanya kali ini bisa memberikan penawar bagi Daniel atas insiden beberapa hari yang lalu.
“Hmmm… Joha.” Jihyun menghirup nafasnya dalam-dalam sambil menutup mata. Ia lantas tersenyum pada Seongwoo yang berjalan bersamanya di pinggiran trotoar.
“Selama tinggal di Seoul, sepertinya baru kali ini aku melihatmu muncul di siang hari.” Ucap Jihyun terkikih. Baginya Seongwoo sudah seperti batman yang hanya bisa ia temui di waktu malam hari.
Seongwoo tidak menjawab, hanya ikut tersenyum melihat ekspresi Jihyun.
“Jadi… mau kemana kita sekarang?” Jihyun bertanya dengan nada girang. Ia tahu tadi Seongwoo sempat berganti baju kerjanya dengan sebuah kemeja bergaris warna white-brown dan celana jeans hitam karena namja itu tidak memiliki rencana untuk kembali ke tempat kerja.
“Memangnya nuna ingin pergi kemana?”
Jihyun langsung tersenyum sambil melirik ke arah Seongwoo. “Semua! Aku ingin mengunjungi semua tempat di Seoul!” ucapnya lalu menarik namja itu menuju halte didepan One Apartemen.
Bukan ke Namsan Tower ataupun Distrik Gangnam yang jadi tempat paling terkenal di Seoul, siang itu Seongwoo justru merekomendasikan untuk pergi ke Ihwa Village yang terletak di Ihwa-dong, Seoul. Yang membuat tempat ini special adalah begitu banyak mural-mural yang menghiasi setiap sudut desa itu. Tidak hanya dinding rumah, melainkan juga anak tangga, tembok-tembok pembatas sampai tiang-tiang lampu. Semuanya memiliki tema yang berbeda-beda, menyuguhkan keindahan yang sempurna di dalam sebuah kota super sibuk seperti Seoul.
Jihyun tidak menyangka bisa menemukan tempat semacam ini di Seoul. Ia merasa sedang pulang ke kampungnya di Jeonju karena suasana disana sungguh asri dan juga nyaman. Bahkan mural-mural yang berwarna-warni semakin memanjakan matanya sehingga tak ada satupun moment yang ingin Jihyun lewatkan.
“Seongwoo-ya~ bisakah kau memotretku disini?” Jihyun sudah berdiri manis didepan sebuah tembok dengan lukisan ikan koi yang sangat besar.
Seongwoo hanya menurutinya dengan sabar. Tidak jarang namja itu tersenyum tipis sambil melihat foto yang terpampang di layar ponsel milik Jihyun karena pose yang ia perlihatkan sedikit lucu baginya.
Saat sedang asik melihat-lihat, tiba-tiba saja hujan turun. Spontan Seongwoo menarik lengan Jihyun dan membawanya mencari tempat berteduh. Tak jauh dari sana terlihat sebuah toko yang sedang tutup. Cepat-cepat mereka pergi ke beranda toko itu sebelum hujan turun semakin deras.
“Aigoo… kenapa harus hujan disaat seperti ini…” Jihyun kecewa dengan cuaca yang buruk, padahal jarang-jarang ia bisa jalan-jalan bersama Seongwoo seperti sekarang.
“Gwenchanha nuna, sebentar lagi pasti reda.” Ucapnya kemudian menoleh ke arah Jihyun.
Seongwoo menyesal karena hari ini hanya menggunakan kemeja sebagai satu-satunya pakaian yang menempel di tubuhnya. Jika ia memakai jaket, pasti Seongwoo sudah memberikannya pada Jihyun karena yeoja itu hanya menggunakan sebuah kaos berwarna putih yang akan langsung membasahi tubuhnya setelah terkena air hujan.
Hanya memikirkan itu saja sudah membuat Seongwoo merasa bersalah pada Jihyun.
“Seongwoo ya…?”
“Hm?”
“Seharusnya sudah sejak dulu kita pergi jalan-jalan seperti sekarang.”
Seongwoo tersenyum, “Iya. Tapi nuna lebih sering pergi bersama Daniel dibandingkan denganku.” Jawabnya dengan nada cemburu.
Itu benar. Paling tidak seminggu sekali Jihyun dan Daniel pasti pergi bersama. Bukan pergi ke tempat wisata atau berbelanja seperti di Myeongdong kemarin, melainkan mereka berdua sering menghabiskan waktu di sekitar area apartemen. Entah hanya untuk membeli kebutuhan harian atau sejenak mampir di warung-warung tenda, yang jelas waktu Jihyun bersama Daniel memang lebih banyak ketimbang dengan Seongwoo.
“Itu karena kau sibuk bekerja.” Jihyun memajukan bibirnya, menatap ke arah hujan sambil terus berbicara. “Kenapa kau harus bekerja sekeras itu huh? Apakah kebutuhanmu dengan Daniel begitu banyak sampai-sampai dua pekerjaan dalam satu hari saja masih belum cukup?”
Seongwoo tidak langsung menjawab. Menunggu apakah Jihyun masih ingin melanjutkan perkataannya atau tidak.
“Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu denganmu Seongwoo-ya. Saat-saat seperti sekarang rasanya sungguh menyenangkan.” Lanjut Jihyun lalu menunduk. “Kau juga tahu, menjalani pekerjaan sebanyak itu tidak baik untuk kesehatanmu.”
Sebenarnya selama ini Jihyun mengetahui bahwa beberapa kali Seongwoo tetap memaksakan diri untuk bekerja meski sedang tidak enak badan. Bahkan tubuh namja itu kian mengurus, membuat Jihyun tidak tega jika harus melihatnya.
 “Mianhe…” Seongwoo mengerti kekhawatiran Jihyun. “Tapi aku benar-benar tidak pa-pa nuna.”
Jihyun tahu Seongwoo akan menjawab seperti itu. Bagaimanapun juga membujuk raja paruh waktu memang tidak semudah yang ia bayangkan.
Entah kenapa Jihyun merasa Seongwoo masih menyembunyikan sesuatu darinya. Begitu banyak pertanyaan yang bergumul dalam otaknya, namun setiap kali Jihyun ingin bertanya Seongwoo selalu saja mengalihkan pembicaraan. Atau terdiam.
Rasa penasaran itu membuat Jihyun menjadi sesak. Sejujurnya ia tidak sanggup ketika setiap kali menemukan sosok Seongwoo yang misterius tengah tersenyum hangat dengan tatapan letih di wajahnya. Jihyun merasa meski ia sudah berusaha untuk memahami Seongwoo, masih saja ada tembok besar yang memisahkan mereka berdua.
 “Seongwoo ya.. bolehkah aku bertanya sesuatu?”
Kedua alis Seongwoo naik.
“Sejujurnya, kau menganggapku sebagai apa?”
Pertanyaan itu membuat Seongwoo tercekat. Ia tidak mengira Jihyun akan menanyakannya secara langsung.
Nuna… tentu saja Seongwoo menganggap Jihyun sebagai nunanya. Kata itu adalah hal yang pertama kali terlintas dalam pikiran Seongwoo. Namun ketika ia melihat tatapan yeoja itu lebih dalam lagi, tiba-tiba hatinya menjadi bimbang. Karena menganggap Jihyun sebagai ‘pengganti’ nunanya bukanlah pilihan yang tepat.
Ketika Daniel mampu menjawab pertanyaan itu secara sederhana, Seongwoo bahkan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencari jawabannya. Arti nuna dimata Seongwoo memiliki makna yang sungguh berbeda ketimbang nuna yang selama ini dianggap oleh Daniel.
Lalu… sebenarnya Seongwoo menganggap Jihyun sebagai apa?
Seongwoo tidak bermaksud untuk membuat Jihyun salah sangka dengan sikapnya. Seongwoo tidak membenci Jihyun. Tidak sama sekali. Hanya saja perasaan yang ada dalam hatinya terlalu rumit untuk ia jelaskan.
-To Be Continue-

Hahaha~
Yaa, beginilah sodara-sodara jadinya (?)
jadi awalnya part 8 itu bukan yang ini, tapi aku selipin hihihi makannya kemaren ngga janji bisa posting sekarang hehehe
Minggu depan, sampai ketemu lagi di part 9  yaa~

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...