Monday 21 August 2017

FF OngNiel Wanna One : Serenity [Part 4]

*buka jendela*
*muncul bareng Ong pake bando yang ada kuping kucingnya(?)*
Aku+ong : Annyong!! *lambai lambai tangan*
Ong: Nuna, sekarang hari apa?
Aku : Hari senin!
Ong: Kalau begitu saatnya...
Aku+ong: Posting ff Serenity!!
Ong: Palli-palli, aku sudah penasaran nuna~
Aku: Langsung aja ya~
Aku+Ong: cekidot ^^

hahaha apaan ini. kres kres garing xD


Tittle                    : Serenity [Part 4]
Author                                : Ichaa Ichez
Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-15
Cast                      : Shin Jihyun, Ong Seongwoo, Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length                : Chapter.
Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                Hari ini Jihyun pulang sedikit terlambat. Begitu banyak pekerjaan di kantornya yang mengharuskan yeoja itu untuk lembur sampai ia harus melewatkan waktu makan malam. Namun ketika Jihyun sudah dekat dengan apartemennya, ia justru tidak langsung masuk kedalam melainkan singgah sejenak di taman untuk mencari seseorang.
Kang Daniel. Sepertinya kali ini hanya pada namja itu Jihyun bisa menemukan jawaban atas rasa penasaran yang menghantuinya sejak tadi malam. Jihyun sampai tidak bisa tidur karenanya.
                “Ada apa nuna? Kau mencariku?” seorang pria dengan rambut berwarna terang muncul dari kerumunan. Tampaknya Daniel langsung menyadari saat Jihyun bolak balik menoleh ke sekitar taman samping sungai Han karena ia terlihat sedang mencari seseorang.
                “Oh… Iya. Bisakah kita bicara sebentar?”
                Jihyun membawa beberapa minuman dan snack sebagai ‘pendamping’ mereka berdua di bangku taman itu. Setidaknya satu kantong amunisi ini akan menunda rasa laparnya seusai bekerja hingga malam nanti.
                “Mian karena sudah mengganggu aktivitasmu, Daniel.”
                “Ah tidak-tidak.” Jawabnya membuka tutup botol minuman kemudian menyerahkannya pada Jihyun yang duduk disampingnya.
                “Aku ingin bertanya soal Seongwoo.”
                Daniel merubah posisi duduknya yang semula bersandar menjadi sedikit condong dengan kepala yang menoleh ke arah Jihyun.
                “Sejak kapan kau mengenalnya?” lanjut Jihyun.
                “Itu… mungkin sekitar 2-3 tahun lalu.” Daniel menerawang. “Aku pertama kali melihatnya saat ia mengikuti kompetisi dance di daerah Hongdae. Kebetulan aku juga salah satu peserta kompetisi yang sama…”
                “... saat itu hyung tampil luar biasa sampai ia berhasil memenangkan juara pertama.” Daniel melanjutkan. “Aku sangat penasaran karena tak ada satupun dari kami yang pernah melihat penampilan hyung sebelumnya. Oleh karena itu aku memutuskan untuk kenal lebih dekat dengannya.”
                Dance… Jihyun tidak pernah tahu kalau Seongwoo menyukai itu.
                “Sebenarnya Hyung sangat hebat, nuna. Tapi dia jarang sekali memperlihatkan bakatnya dihadapan orang lain. Bahkan belakangan aku baru tahu kalau saat itu dia mengikuti lomba hanya karena ia sedang butuh uang.”
                Kedua mata Jihyun membola.
                “Hyung itu sangat rajin. Ia bekerja seperti orang gila.” lanjut Daniel. “Dalam satu hari ia bahkan bisa bekerja di tiga tempat sekaligus. Belum lagi saat akhir minggu. Tak ada satupun orang yang bisa menghentikannya.”
                “Setiap hari?”
                Yang ditanya langsung mengangguk. “Pagi sampai sore Hyung bekerja di sebuah coffe shop. Sore sampai malam hari di mini market. Kemudian sampai rumah Hyung masih akan  membuka laptopnya dan melanjutkan pekerjaan sebagai editor majalah.”
                ‘Ha…’ Jihyun berseru tanpa suara.
                “Sejak pertama aku mengenal Hyung, dia sudah berganti pekerjaan beberapa kali. Mulai menjadi pelayan restoran, delivery fast food, shopping mall, dan bahkan menjadi model di online shop local…”
                Jihyun berdecak kagum sekaligus miris melihat keadaan Seongwoo sekarang. Dia tidak menyangka namja itu harus menanggung kehidupannya seorang diri dengan begitu banyak pekerjaan.
                “Lalu… apa kau tahu dimana orang tua Seongwoo sekarang?” tanya Jihyun lagi.
              Bahu Daniel naik keduanya. “Semenjak aku tinggal dengan Hyung, aku belum pernah tahu dimana mereka.”
                Jihyun menyandarkan tubuhnya lemas di kursi taman. Sungguh ia sangat ingin mengetahui bagaimana kondisi keluarga Seongwoo sekarang. Tapi sayangnya Jihyun tidak berani menanyakannya secara langsung. Melihat kondisi Seongwoo dari cerita tadi, Jihyun pikir mengenai masa lalu dan segala kenangan yang telah terlewat mungkin sudah lama tidak ia fikirkan.
                “Hidup Hyung itu sangat keras nuna.” Lanjut Daniel lagi. “Setiap hari ia melakukan rutinitas yang sama. Bangun tidur, bekerja, pulang pukul 10 malam kemudian duduk didepan laptop sampai larut. Selalu seperti itu. Bahkan disaat ia jatuh sakit atau mungkin jika ada meteor jatuh di Seoul sekalipun ia akan tetap berangkat kerja seperti biasanya.”
                Sebuah nafas berat berhembus dari bibir Jihyun. Kedua matanya menyorotkan kesedihan. Ia merasa bersalah karena tidak tahu apapun selama ini. Jihyun sangat ingin membantu, tapi ia tidak tahu harus memulainya dari mana.
                Jihyun tidak bisa membayangkan betapa berat cobaan yang harus Seongwoo hadapi seorang diri. Tidak… ia tidak sanggup membayangkannya. Jihyun pikir pasti ada alasan mengapa mereka dipertemukan sekarang. Ia memang tidak bisa membantu Seongwoo atas segala beban hidup yang telah namja itu lewati, namun setidaknya… Jihyun belum terlambat.
                “Tapi nuna… Sepertinya kalian sudah saling kenal sebelumnya.” Kali ini Daniel yang balik bertanya. “Apa terjadi sesuatu?”
***
                Dan kira-kira pukul 10 malam lebih 15 menit, namja yang Jihyun tunggu itupun datang. Jihyun sempat menguap karena ia sudah mulai ngantuk. Namun saat menyadari namja itu datang ia langsung bangkit… kemudian tersenyum.
                Masih dengan jaket hitam yang tidak dikancingkan berlapis seragam warna biru merah, Seongwoo tampak bingung melihat Jihyun tengah menunggunya dari kejauhan.
                “Kau sudah pulang?” tanya Jihyun sembari tersenyum saat mereka sudah berhadapan.
                Seongwoo mengangguk, sedikit membetulkan tas dengan tangan kirinya.
                “Jha…” Jihyun mengulurkan tangannya, membuat kedua alis Seongwoo terangkat tidak mengerti.
                Dengan tatapan penuh tanda tanya, iapun membalas jabatan tangan itu.
                “Annyeonghaseyo… naneun Shin Jihyun imnida!” dia memperkenalkan diri. “Mulai sekarang kita akan menjadi tetangga...”
                Selama tiga jam lebih Jihyun sudah mempersiapkan hal yang ingin ia ucapkan saat ini. Dengan percaya diripun yeoja itu memperkenalkan diri, seolah mereka adalah dua orang yang baru saja bertemu.
                Sebuah senyum mengembang di wajah Jihyun, ia menatap Seongwoo lurus-lurus sebelum akhirnya berujar dengan yakin.
                “Seongwoo-ya~ Haruskah kita memulai semuanya dari awal lagi?”
                Seongwoo tidak langsung menjawab, ekspresinya masih sama. Membuat Jihyun jadi deg-degan tidak karuan karena yeoja itu masih takut kalau-kalau Seongwoo akan kembali memperlihatkan penolakan.
Namun lama kelamaan air muka Seongwoo melunak. Ia tersenyum. Dan senyum itupun menular pada Jihyun.
“Kalau begitu sekarang apa kau mau mampir sebentar ke apartemenku?” Tawar Jihyun. “Kebetulan aku belum makan malam, jadi kupikir aku bisa memasakkan sesuatu.”
Seongwoo menyetujuinya, ia sempat pulang terlebih dahulu untuk mandi sebelum akhirnya duduk di seberang meja lipat yang ada di ruang tengah apartemen Jihyun.
“Daniel tidak kau ajak sekalian?” tanya Jihyun sambil menaruh satu panci berisi budae jiggae yang masih panas diatas meja.
“Dia belum pulang.”
Jihyun mengerutkan dahinya. Sudah hampir jam 11 malam tapi Daniel belum juga pulang semenjak ia pergi bersama kekasihnya tadi. Jihyun jadi bertanya-tanya apakah warga kota Seoul memang suka pergi berpacaran malam-malam seperti sekarang.
“Jalmogotseubnida…”
Seongwoo mengambil sendok kemudian mulai mencicipi masakan Jihyun. Kuah dari budae jiggae adalah yang pertama kali ia ambil.
“O... o…otte?” Jihyun menyatukan kedua telunjuknya takut-takut.  
“Hm... masshita.”
Akhirnya yeoja itu bisa bernafas lega. “Ini.. kau juga harus mencoba telur gulung buatanku.” Ucapnya sambil menaruh potongan telur di mangkuk milik Seongwoo.
Seongwoo pun menerimanya dengan senang hati. Sudah lama sejak terakhir kali ia memakan masakan rumah seperti sekarang. Sebelumnya ia selalu membeli makanan diluar, membuat makanan instan, atau bahkan menghabiskan stok yang hampir kadaluarsa di minimarket. Meskipun hanya ada budae jiggae, telur gulung dan kimchi disana, makanan itu sudah tergolong istimewa baginya.
“Sekarang nuna kerja dimana?”
‘hm?’ Alis Jihyun terangkat, sendoknya yang hampir menyambar makanan tiba-tiba terhenti di udara. Jihyun tidak menyangka kalau Seongwoo akan membuka pembicaraan lebih dulu.
“Oh… aku di SBC sebagai tim creative.” Jawab yeoja itu lalu memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. “Sejak dulu aku sudah bercita-cita ingin bekerja di Seoul. Tidak disangka aku benar-benar bisa mewujudkannya.”
Seongwoo menanggapinya dengan senyuman.
“Ah apa kau tahu bagaimana pertemuan pertamaku dengan Daniel?” Jihyun bertanya lagi, membuat orang yang duduk didepannya melihat dengan antusias.
“…waktu itu kupikir dia adalah pemilik apartemenmu. Tapi kata ahjumma, dia tidak mengenalnya….”
“…ah benar.. tampaknya Daniel seperti hantu. Bebas keluar masuk apartemenmu tanpa diketahui siapapun…”
“…. Hahaha iya. Aku tidak tahu jika warga Seoul seperti itu…”
“…Ah kalau begitu mulai besok kau harus mulai mengajariku Seongwoo-ya…”
Yang terdengar berikutnya hanyalah sebuah obrolan santai disana. Tak ada suasana yang serius, kalimat-kalimat canggung, dan bahkan Jihyun tampak begitu bersemangat menceritakan hal hal baru tanpa menyinggung masa lalu sedikitpun.
Meskipun ia harus mengubur cerita yang sudah lama ia simpan, setidaknya dengan cara seperti ini Jihyun tetap bisa nyaman berada disekitar Seongwoo.
Ya… memang seharusnya semua dimulai dari awal lagi kan?
***
“Apa nuna sudah gajian?” suara Daniel lebih dulu terdengar sebelum Jihyun menyadari kedatangan namja itu.
Jihyun yang semula asik memilih menu spontan mendongak dan mendapati orang yang diundangnya baru saja datang. Tepat dibelakangnya mengekor seorang yeoja dengan rambut di ikat dua yang tampak malu-malu mengikuti langkah Daniel.
“Kalian sudah datang rupanya.” Jihyun tersenyum pada Yena yang duduk diseberang meja dengan Daniel yang ada disampingnya.
“Apa nuna sudah gajian?”
Pertanyaan itu terdengar lagi. Jihyun langsung melirik sinis ke arah Daniel, “Gajianku masih minggu depan.” Jawabnya kesal. “Memangnya kenapa jika aku mengajak kalian makan malam sekarang huh?”
Daniel langsung terkekeh, kedua bahunya melompat-lompat girang. Namja itu memang paling suka menggoda Jihyun – nuna besar yang paling mudah marah ini. Beberapa minggu mengenalnya, Daniel sudah menganggap Jihyun sebagai nunanya sendiri karena diluar digaan yeoja itu mampu merawat ia dan Seongwoo dengan sangat baik.
Saat pulang kantor biasanya Jihyun akan langsung memasak dan mengantarkan makanan ke apartemen Seongwoo dan Daniel. Di akhir minggu bahkan terkadang yeoja itu akan masuk ke dalam dan membersihkan apertemen mereka karena ia sudah mengetahui password pintu disana.
Tanpa disangka, hubungan mereka bertiga bisa terjalin begitu erat dalam waktu yang singkat. Jihyun merasa beruntung bahwa ia menemukan keluarga barunya di Seoul sehingga ia tidak benar-benar tinggal sendirian. Sedangkan Seongwoo dan juga Daniel dengan senang hati mendapatkan nuna baru yang memperhatikan kehidupan mereka dengan baik.
Dan malam ini Jihyun bermaksud mentrakhir ‘adik-adik’nya diluar. Melalui rekomendasi Daniel akhirnya ia memilih sebuah kedai kecil yang tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Kedai itu cukup sederhana dengan hanya ada satu ruangan yang cukup besar dengan meja-meja rendah untuk digunakan para tamu duduk bersila. Tapi mungkin karena terkenal dengan masakannya yang enak, kedai ini cukup ramai diminati pelanggan.
“Sepertinya Seongwoo hyung akan lama.” Daniel melirik jam dinding yang bertengger diatas pintu masuk.
“Ani. Dia sedang menuju kemari.” Jawab Jihyun. “Sebaiknya kita memesan terlebih dahulu. Aku tahu kalian berdua pasti sudah kelaparan.”
Daniel tertawa kecil. “Nuna keren sekali. Ini masih pukul 8 malam tapi sudah bisa membuat Seongwoo hyung pulang lebih cepat.”
Sejujurnya bukan ia yang meminta Seongwoo untuk pulang awal, tapi namja itu yang manawarkan. Jihyun sendiri cukup terkejut dengan perlakuan Seongwoo padanya selama ini, ternyata namja itu tidak ‘sedingin’ yang ia pikirkan.
Tidak lama kemudian orang yang ditunggu itu pun datang, ia lantas duduk disamping Jihyun dan ikut memesan.
“Eonni, apa kau mau mencicipi menuku?” Ucap Yena menawari Jihyun. Tanpa pikir panjang Jihyun pun menerima sesuap makanan yang Yena sodorkan dengan sumpitnya.
“Hmm… masshita~”
Gadis itu tersenyum melihat reaksi Jihyun.
“Tapi hyung, tumben sekali hyung pulang lebih cepat.” Tanya Daniel. “Dulu saat aku meminta hyung untuk datang ke penampilan dance-ku di daerah Gangnam, hyung menolaknya karena alasan harus bekerja.” Protes namja itu manyun, membuat Seongwoo tertawa.
“Mian.” Balas Seongwoo. “Lain kali akan aku usahakan.”
“Gwenchana oppa. Lagipula waktu itu kan aku sudah datang.”
“Ne…ne… tapi Seongwoo hyung sama sekali belum pernah melihat penampilan dance timku. Padahal waktu itu pertamakalinya kami tampil di panggung yang cukup besar, belum lagi…”
Tak! Sebuah suara sendok yang diletakkan diatas meja dengan keras tiba-tiba terdengar, membuat Daniel dan Yena spontan melihat ke arah Seongwoo yang melakukannya.
“Nuna gwenchana?”
Tak ada jawaban. Yang ditanya hanya mengangguk sekilas kemudian mengulurkan tangannya untuk meraih gelas. Dengan cepat Seongwoo menyambar gelas itu dan menyerahkannya pada Jihyun.
Entah kenapa Jihyun merasa tenggorokannya mendadak kering. Yeoja itu sudah berusaha untuk tenang tapi hanya beberapa detik berselang, kondisi tubuhnya semakin tidak bisa dikendalikan. Jihyun yakin ia pernah merasakan seperti ini sebelumnya, tapi ia tidak yakin kapan.
“Yena, menu apa yang kau pesan?” tanya Seongwoo dengan nada khawatir.
“Ini…”
“Chapjae.” Sahut Daniel. “Ini hanya Chapjae hyung.”
Udang, pikir Seongwoo. Chapjae di tempat ini pasti menggunakan irisan udang yang membuat rasanya berbeda. Seongwoo ingat sekali waktu masih di bangku SD Jihyun pernah pingsan hanya karena memakan kimchi jiggae yang mengandung pasta udang.
Sudah pasti kali ini alergi Jihyun kembali kambuh.
“Nuna…!” Seongwoo memanggil Jihyun lagi, kali ini berseru lebih keras. Namja itu perlahan panic saat melihat orang yang ia panggil justru menunduk tanpa suara. Gelas yang dipegang yeoja itu hampir saja jatuh, belum sempat ia minum.
Jihyun mencoba menarik nafasnya lebih dalam, tapi ia gagal. Rasa sakit yang menyerang tubuhnya secara tiba-tiba  sudah tidak sanggup lagi ia tahan. Yeoja itu menutup kedua matanya dengan kening yang berkerut, nyaris menangis. Perlahan jemarinya bergerak ke kanan, meremas baju lengan panjang milik Seongwoo.
Dengan suara tertahan Jihyun memanggil nama namja itu.
“Seong woo-ya~”
Dan yang terjadi berikutnya, tubuh yeoja itu ambruk sebelum sempat Seongwoo menjawabnya.

                                                                          -To Be Continue-                           


hahaha mau ketawa dulu, ini endingnya apaan woy ah xD
ngga ngerti juga lol
maapkeun nuna yang gampang kena alergi ini guys wkwk
sorry kalo nanggung, karena pada dasarnya to be continue emang sahabatan yang namanya nanggung wkwk
jangan lupa baca next part besok senin ya! 

2 comments:

  1. Budae jigae ma kimchi jigae kayaknya enak jg eon dimakan di indo yg cuacanya lg panas berangin...wkwkwkwk...mmm masa lalu ong msih mjd misteri, ditunggu part selanjutnya kakak ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya iya bener, panas berangin xD
      siap siaaap :)

      Delete

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...