Annyeonghaseo. Semoga readers masih
ingat siapa aku, siapa Yeonju, dan siapa Hyosun (?). soalnya udah lama banget
aku hiatus. Hiks hiks. Maap sedalam2nya atas kehiatusan selama kurang lebih dua
bulan karena kesibukan kuliah dan praktek lapangan. *bows
Beruntung beberapa hari lalu sempet
drop, jadi gabisa kemana-mana dan Cuma dikamar nulis FF. *ini pertama kalinya
sadar ternyata ada hikmah dibalik ke-sakit-an (?)
Oke lupakan.
Dannn untuk memenuhi permintaan maafku,
FF part ini hadir dengan lebih banyak lembar (?). dua kali lipat dari part2
sebelumnya! Wohooo. Maunya dibikin jadi 2 part tapi nanggung, jadi ya disatuin
aja biar puas. Ahehehe
Sebelum kita chaw ke part 11 ini, ada
baiknya kita inget apa aja yang terjadi di part sebelumnya. Cekidot>>>
· Rahang Minho
seketika mengeras menatap Onew dan Yeonju bergantian. Rasa iba yang semula
dilihatnya dari Yeonju berubah tepat disaat sosok yang paling ia benci
tiba-tiba muncul disamping yeoja itu.
· Onew merasa dirinya
gagal menjaga perasaan Hyosun. Dan kini terpaksa membiarkan yeoja yang
dicintainya pergi bersama namja lain karena ia tahu jika ia mengejarnya justru
membuat masalah semakin rumit.
· Tentu saja Yeonju
tidak sanggup membiarkan masalah ini berlalu begitu saja tanpa adanya
pertanggungjawaban. Sebelum menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada
Hyosun, Yeonju lebih memilih untuk menjelaskan semua ini pada Minho terlebih
dahulu.
· Sama persis seperti apa yang Minho
katakan, mungkin ia akan terlihat lucu jika harus marah dengan cara memaki
orang lain dan bersembunyi seperti anak kecil. Tapi ini sama sekali tidak lucu
jika terjadi pada Hyosun. Meski bukan satu atau dua kali, setiap Hyosun marah
selalu ada tantangan tersendiri bagi Yeonju.
· “Eung... tapi Onew Oppa sempat memberiku
sebuah tawaran tadi.” Hyosun tampak ragu. “Ia ingin merayakan ulang tahunku
minggu depan di... Pulau Jeju.”
· “Ah iya... ajak Minho Oppa juga. Pasti
Onew Oppa tidak akan keberatan.”
· Seperti sebuah ultimatum, Yeonju mati
langkah. Jika ia menyetujuinya, ia harus bisa mengajak Minho – yang jelas-jelas
sangat membenci Onew. Tapi jika ia menolak, mungkin Hyosun akan sulit
memberikan maaf padanya. Lalu sekarang, apa yang harus Yeonju lakukan?
Nah itu dia cuplikan part
11. Dan seperti yang aku janjiinn sebelumnya, di part ini bakalan full
of pula Jeju (?). jadi, selamat membaca ^^ *lempar pop corn satu kardus*
Tittle :
Fuchsia [Part 11]
Author :
Ichaa Ichez Lockets
Genre :
Friendship, Romance, Angst.
Rating :
T
Cast :
Lee Yeonju, Kim Hyosun, Lee Jinki (Onew), Choi Minho.
Length :
Chapter
Desclaimer : This story is originally mine. This is only a FICTION, my
IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
“Tidak.”
Sedetik
setelah Yeonju menyatakan permintaanya
mengenai perayaan-ulang-tahun-Hyosun-di-pulau-Jeju, jawaban itulah yang Yeonju
dengar dari bibir Minho.
“Tapi
sunbaenim...”
“Sepertinya
aku tidak perlu mengulangi kalimatku sebelumnya Yeonju. Itu sudah sangat
jelas.” Potong Minho tidak ingin Yeonju membahasnya sekali lagi.
Seketika
bahu Yeonju menurun, tapi tatapannya masih tertuju pada namja itu. “Apakah
berada di tempat yang sama dengan Onew Oppa adalah suatu hal yang mustahil?”
Minho
tak menjawab, justru bangkit dari kursi taman kampus kemudian berjalan
meninggalkan Yeonju tanpa suara.
“Jika
sunbaenim tidak datang, maka Hyosun tidak akan memaafkanku!” Teriak Yeonju berharap Minho masih
sanggup mendengarnya. “Jadi kumohon...Sunbaenim...”
Tak
ada reaksi apapun. Yeonju hanya sanggup menemukan punggung namja yang tak
pernah ingin ia sakiti itu berjalan semakin menjauh, kemudian hilang di anak
tangga menuju lantai dua, bersamaan dengan hilangnya seluruh harapan yang ia
gantungkan pada namja itu.
***
Tepat
pukul 08.45 AM, Yeonju, Onew serta
Hyosun sudah standby di Gimpo Airport. Mereka tampak siap menempuh perjalanan
menuju pulau Jeju untuk merayakan ulang tahun Hyosun disana. Namun salah satu
orang yang seharusnya datang belum juga menampakkan diri. Yeonju yakin Minho
tidak setega itu. Meski kemarin jelas-jelas dia menolak tawaran Yeonju, bisa
saja hari ini ada sebuah keajaiban yang membuat Minho tiba-tiba datang di waktu
yang tepat. Sayangnya, Yeonju pikir Minho tidak lagi punya banyak waktu. Yeonju
tahu ia tidak akan datang.
“Sudahlah
Yeonju, Minho Oppa pasti datang.” Ucap Hyosun menepuk bahu Yeonju dari samping,
Yeonju hanya menoleh tanpa mengatakan apapun.
“Kemarin
sore aku sudah menghubunginya, dan dia berjanji akan datang. Mungkin sedikit
terlambat.”
Berjanji?
Belum
sempat Yeonju mencerna kata-kata Hyosun, tiba-tiba orang yang sejak tadi
ditunggunya muncul dari balik kerumunan. Namja itu menggunakan sebuah kaos
berwarna abu-abu berlapis jaket berwarna putih. Tidak banyak barang yang ia
bawa, hanya sebuah ransel yang Yeonju yakin isinya belum terisi penuh.
“Maaf
aku terlambat.” Ucapnya pada Hyosun, bersikap senatural mungkin menangkap
tatapan Onew yang duduk disebelah yeoja itu.
“Gwenchana
Oppa. Yang penting sekarang Oppa sudah ada disini.” Yeoja itu tampak ceria
menyambut kedatangan Minho, ia pikir suasana di hari ulang tahunnya akan
menyenangkan karena kehadiran namja itu.
“Kalau begitu
tunggu apa lagi? Kajja~”
Yeonju
sempat menatap Minho tidak percaya. Bisa-bisanya Minho sanggup berjanji bahwa ia akan datang
begitu Hyosun sendiri yang menelponnya? Padahal sudah jelas-jelas sebelumnya
Yeonju sudah memohon untuk datang demi dirinya. Dan bahkan namja itu bisa
bersikap seolah-olah tidak ada apapun antara ia dengan Onew dihadapan Hyosun
sekarang.
Secepat inikah seorang
Minho bisa berubah hanya karena Hyosun?
“Maaf
membuatmu menunggu.” Minho menyapa Yeonju sambil berjalan santai tanpa membalas
tatapan yeoja itu.
“Hmm.”
“Jangan
berfikir yang tidak-tidak. Jika bukan karenamu, aku tidak akan datang Yeonju.”
Deg!
Yeonju
menghentikan langkahnya spontan. Jantungnya mendadak berdegup kencang seakan-akan waktu berhenti saat itu
juga. Tatapannya berubah pias, memandang lurus-lurus namja yang masih berjalan
santai beberapa meter didepannya.
‘Apa
benar Minho rela datang karenaku?’
Ada satu lagi
alasan yang membuat Yeonju semakin terperangkap dengan perasaannya sendiri.
Meski sulit, harus ia akui ia semakin menyukai sosok namja berjalan di depannya
ini.
Kurang
lebih sekitar setengah jam mereka menaiki pesawat menuju pulau Jeju. Setelah
sampai Jeju Airport, perjalanan diteruskan dengan menaiki bus ke sebuah villa
tempat mereka akan menginap nantinya.
Villa yang dipilih
Onew terletak di utara pulau Jeju, sekitar 2 kilometer dari pantai Gimnyeong.
Villa yang terbuat dari kayu itu tampak sederhana dengan 3 kamar, ruang tengah,
dapur, 2 kamar mandi dan balkon belakang. Suasana disekitarnya juga tampak asri
dengan pemandangan hutan pinus yang ada dibelakang villa mereka. Kebetulan
villa itu terdapat di atas bukit, sementara dibawah bukit langsung menghadap
pantai. Membuat view dari villa terlihat sangat indah.
Begitu sampai,
Hyosun langsung berteriak ingin satu kamar dengan Yeonju. Secara otomatis
membiarkan Minho dan Onew berbeda kamar.
“Oppa
aku ingin mengunjungi museum teddy bear, puncak Ilchulbong, Geomunoreum, Taman
Hallim dan kudengar juga ada goa yang terletak didekat pantai Gimnyeong. Ah
sepertinya sangat menyenangkan! Ayo kita berangkat!” ajak Hyosun bersemangat.
Onew
menatap Yeonju serta Minho yang duduk di sofa ruang tengah. Keduanya tampak
diam, namun Onew yakin mereka sebenarnya tidak setuju dengan usul Hyosun karena
bahkan belum genap lima menit mereka duduk disana.
“Bagaimana
kalau kita makan dulu sebelum pergi? Kebetulan tadi pagi aku belum sarapan.”
Onew menggosok perutnya berlagak lapar.
“Ah
ide bagus, sebelum pergi kita bisa mampir di warung sekitar sini...”
“Tapi
aku ingin merasakan masakanmu Hyosun.” Seloroh Onew yang spontan membuat Hyosun
melotot.
“Mwo?”
“Aku
akan membantumu Hyosun.” Sahut Yeonju cepat kemudian bangkit. “Apakah kita
perlu membeli bahan makanan dulu?”
Onew
tersenyum lebar, “Tidak perlu. Aku sudah meminta pemilik villa untuk mengisi
bahan makanan. Kau bisa mengeceknya di kulkas.”
“Tapi
Oppaaaa~ Oppa tahu kan aku tidak bisa memasak?”
“Aku
percaya padamu Hyosun. Kalaupun tidak enak, aku berjanji akan menghabiskannya.”
Disusul dengan gelak tawanya yang khas.
Hyosun
cemberut kemudian berjalan mendahului Yeonju menuju dapur. Tampaknya Onew sukses membuat yeoja itu
kesal di hari ulang tahunnya.
Tepat
ketika Hyosun dan Yeonju pergi, Onew duduk disamping Minho. Saat itulah Minho
bangkit kemudian berjalan menuju kamar.
“Tunggu.”
Langkah
Minho terhenti di tengah-tengah, bola matanya berputar kekanan namun masih
tidak menoleh.
“Bisakah
kita bicara sebentar?” Tanya Onew sambil berjalan mendekati Minho. “Aku tunggu
kau di balkon belakang.” Lanjutnya kemudian menuju tempat yang baru saja ia
sebutkan.
Minho
terdiam sejenak. Ia sempat membuang nafas berat sampai akhirnya mengikuti
langkah Onew dari belakang.
Kini
mereka berdua tengah berdiri berdampingan di sebuah balkon yang terbuat dari
kayu. Karena villa mereka terletak di pinggiran bukit, dibawah balkon tersebut
tampak sebuah taman kecil dengan beberapa pohon yang tertata rapi. Keduanya
tampak tertegun sambil menatap pemandangan sederhana yang ada disana.
“Terimakasih
karena kau mau datang kemari.” Ucap Onew. “Jika tidak ada kau mungkin...”
“Aku
datang kesini demi Yeonju.” Potong Minho lebih dulu. Membuat Onew menoleh,
menangkap tatapan dingin dari namja itu.
“Kita
memang tidak pernah berkenalan sebelumnya. Tapi namamu terdengar tidak asing
ditelingaku...”
Minho
melirik sinis.
“...
Atas nama kedua orang tuaku, aku minta maaf. Jadi kuharap hubungan dingin
diantara kita tidak mengganggu liburan kali ini.”
Tak
ada jawaban. Minho justru menatap pias sodoran tangan Onew yang terjulur
didepannya. Minho tidak tampak terkejut saat Onew sanggup mengenalnya,
mengingat bagaimana track recordnya yang tak terlalu baik di masa lalu. Tapi
yang ia herankan adalah sikap Onew yang seakan tutup telinga atas apa yang
terjadi selama ini. Dan sekarang justru tiba-tiba hadir dalam kehidupan Minho
dan meminta Minho memaafkannya begitu saja. Minho tidak yakin meski ia sanggup
memaafkan Onew, belum tentu ‘perang dingin’ yang terjadi sebelumnya bisa
terselesaikan begitu saja.
“Tidak
pa-pa jika kau tidak mau memaafkanku, tapi tolong... jangan sampai Hyosun
mengetahui apa yang terjadi di antara kita.”
“Aku
memaafkanmu...” Jawab Minho cepat. “...dengan satu syarat.”
Alis
Onew berkerut.
“Jangan
pernah mengecewakan Hyosun lagi. Jika itu terjadi, maka aku tidak akan pernah memaafkanmu.”
Kali
ini kedua mata Onew membulat. Diluar dugaan justru permintaan itu yang Minho
ucapkan. Bahkan sebesar apapun dendamnya di masa lalu, kini semuanya lenyap
begitu saja hanya karena satu yeoja, Hyosun, yang mungkin akan selalu menjadi
yeoja yang berdiri diantara mereka berdua.
Onew
lantas tersenyum, tentu saja untuk syarat yang satu ini tanpa diminta pun ia
akan melaksanakannya.
“Baiklah,
aku berjanji.” Jawab namja itu disusul dengan senyumnya yang tulus.
***
Satu
mangkuk Ondubu Jiggae, sup kimchi dan crispy chicken akhirnya terhidang di meja
setengah jam kemudian. Onew sudah siap dengan sendok dan sumpit yang mengapit
di jemari tangannya. Namja itu tampak tidak sabar mencicipi hidangan yang
pertamakali dimasak oleh kekasihnya. Dan tentu saja dengan ‘sedikit’ bantuan
dari Yeonju.
“Selamat makan!”
Diikuti
dengan suara dentingan halus suara mangkuk keramik dan stainless steel. Suasana
yang semula dingin seketika berubah menjadi hangat.
“Wah
mashitta.” Onew sedikit menyemburkan udara panas dari dalam mulutnya kemudian
tersenyum ke arah Hyosun. “Masakanmu sangat enak! Lain kali kau harus
membuatkanku bekal untuk praktek di rumah sakit ne?”
Hyosun
tersenyum kecil, ia sempat melirik ke arah Yeonju lalu mengangguk. “Setelah makan, bisakah kita
langsung menuju ke museum teddy bear Oppa?”
“Uhuk!”
belum juga sesuap makanan meluncur ke dalam lambungnya, lagi-lagi Onew harus
mendengar ajakan yang paling dihindarinya itu. Padahal semula Onew ingin
menikmati suasana villa dengan beristirahat, baru kemudian berjalan-jalan di
sore hari ke semua tempat yang Hyosun inginkan.
Onew
memandang Minho sekilas, tanpa berkata sepatah katapun ia sanggup membaca
ekspresi dari namja itu. Akhirnya hanya sebuah anggukan pasrah
yang terlihat kemudian.
Tentu
saja museum teddy bear yang jadi tujuan pertama mereka. Begitu sampai, kedua
mata Hyosun tampak berbinar melihat semua boneka yang ada disana. Hyosun seakan
sudah berhari-hari tidak makan dan semua teddy bear itu terlihat seperti kue
yang siap dia habiskan.
“Oppa~
Ayo kita kesana.” Ajak Hyosun mengapit lengan Onew kemudian berjalan semakin
jauh ke dalam museum. Sedangkan Minho dan Yeonju yang sejak
tadi diam hanya saling bertukar
pandang, ‘Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?’ batin mereka bersamaan.
Keduanya
membeku beberapa waktu sampai akhirnya Minho meraih tangan Yeonju dan
mengajaknya keluar. Minho yakin perasaan Yeonju sama sepertinya, sedang bosan.
“Jadi
tempat apa yang ingin kau kunjungi?” tanya Minho ketika mereka sampai diluar.
“Tapi
sunbaenim, Hyosun...?”
“Tidak
pa-pa. Lagipula kita tidak boleh mengganggu orang yang sedang pacaran bukan?”
Yeonju
diam menatap Minho sambil menggigit bibir bawahnya, membayangkan bagaimana
wajah Hyosun nanti ketika menyadari Yeonju justru kabur bersama Minho begitu
saja. Bagaimanapun juga ini hari ulang tahunnya, Yeonju tidak boleh melakukan
sedikit saja kesalahan yang sanggup membuat sahabatnya kecewa.
“Jika
Hyosun marah biar aku yang bertanggung jawab, Ne?” Minho menaikkan sebelah
alisnya sambil tersenyum. Tanpa menunggu persetujuan Yeonju, lagi-lagi ia
menggandeng tangan Yeoja itu mencari ‘tumpangan’ untuk mengunjungi obyek wisata
berikutnya.
Dan
jadilah, kedua pasangan itu berpisah menuju ke dua tempat yang berbeda.
Yeonju
dan Minho tiba di Mokseokwo yang merupakan taman batu dan kayu ketika hari
sudah mulai terik. Taman yang terletak 4 kilometer di selatan kota Jeju ini
jauh lebih menarik katimbang Museum Teddy Bear bagi Yeonju. Disana Yeonju bisa
melihat berbagai bebatuan unik yang tersusun secara random serta kayu yang
tentu saja menjadi objek yang tepat untuk diabadikan dengan kameranya.
“Yeonju,
apa kau tidak mendengar
sesuatu?” tanya
Minho menurunkan kamera dari wajahnya kemudian menatap Yeonju penasaran.
“Eung?”
Alis Yeonju berkerut. Cepat-cepat yeoja itu membuka tasnya ketika ia menyadari
ponselnya bergetar karena ada telepon masuk.
“Yeobose...”
“Yeonju
kau dimana?”
“Aku...”
Yeonju menggantungkan kalimatnya takut. Pasti Hyosun akan memarahinya
habis-habisan karena menghilang begitu
saja.
Tapi
ternyata yang Yeonju dengar justru diluar dugaan.
“Apa
kau sedang bersama Minho Oppa?” tanya Hyosun lagi, kali ini lebih antusias. “Haha kalau begitu aku tidak akan
mengganggumu Yeonju. Selamat menikmati waktumu bersama Minho Oppa. Hwaiting!
Tut.”
Kalimat
yang terdengar sangat ambigu itu membuat
Yeonju seketika membeku. Tatapannya beralih dari layar ponsel ke arah Minho
yang sejak tadi menunggu kalau-kalau Hyosun benar-benar marah karenanya. Tapi
Yeonju tak sanggup mengatakan apapun selain tersenyum hambar.
Sepulang
dari Museum Teddy Bear, Hyosun dan Onew mengunjungi puncak Ilchulbong,
Geomunoreum, dan Taman Hallim masing-masing kurang lebih 2 jam. Sedangkan
Yeonju serta Minho hanya mengunjungi air terjun Jeongbang, salah satu dari 3
air terjun utama di pulau Jeju. Air terjun ini langsung bermuara ke laut dan
dianggap sebagai salah satu tempat yang dikunjungi oleh Seo Bok.
“Kebahagiaan
itu kecil seperti butir pasir, sementara kesedihan sebesar batu karang,” ucap
Yeonju membaca tulisan yang tertera di salah satu papan tempat ia duduk bersama
Minho. Alis Yeoja itu berkerut, “Sepertinya aku sudah sering melihat tulisan
seperti ini.”
Minhopun
turut membaca tulisan yang dilihat Yeonju, sejurus kemudian namja itu
tersenyum, “Ini kalimat yang sering diucapkan oleh masyarakat Jeju, Yeonju. Apa
kau tidak lulus saat mata pelajaran sejarah dulu?” ledeknya menahan tawa.
“Ya~
Tentu saja aku tahu, tapi tadi hanya sedikit... lupa.” Yeonju menggaruk
tengkuknya malu, membuat Minho tak lagi sanggup menahan tawanya.
“Sunbaenim?”
“Um?”
“Aku
hampir lupa mengucapkan terimakasih.”
Minho
menoleh menatap Yeonju sambil tersenyum, “Sama-sama. Lagipula aku bisa banyak
mengambil obyek bagus disini.” Namja itu sekali lagi membidik objek menggunakan
kameranya. Seperti tak ada habisnya mengambil semua objek yang ada disini dari
berbagai sudut pandang. Diikuti dengan Yeonju yang juga mulai mengarahkan
kameranya ke titik terjauh di hamparan laut, dengan jelas matahari berwarna
jingga perlahan turun. Tanda hari akan berubah gelap.
“Sebentar
lagi makan malam, sebaiknya kita...”
“Tunggu...”
Minho menahan lengan Yeonju yang hendak beranjak dari bebatuan tempat mereka
duduk. “Bisakah kita bicara sebentar?”
Tatapan
Minho tampak begitu serius, membuat Yeonju tertegun lalu akhirnya mengangguk.
“Aku
ingin tahu bagaimana hubungan kau, Hyosun dan Onew. Apakah memang hanya seperti
yang kulihat sekarang?”
Dari Yeonju berkerut, ia menatap Minho
lurus-lurus. “Memangnya kenapa sunbaenim?”
“Itu...
aku tidak tahu. Hanya saja seperti ada sesuatu yang ganjil antara kalian
bertiga.” Jawabnya. “Aku tidak bermaksud untuk tidak percaya dengan
penjelasanmu kemarin Yeonju. Tapi entah kenapa... jika kulihat-lihat antara kau
dan Onew sepertinya ada hubungan yang lebih dari sekedar teman.”
Yeonju
terkesiap dengan pemikiran Minho yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
Diam-diam namja itu justru mengamati hubungan apa yang terjadi antara Yeonju
serta Onew. Apakah memang terlihat ganjil seperti yang Minho ucapkan? Bahkan
Yeonju sendiri tidak merasa seperti itu.
“Maaf
jika kalimatku menyakitimu tapi...”
“Ah
tidak-tidak. Gwenchana sunbaenim. Aku...” Yeonju ragu mengatakannya. Sekali
lagi ditatapnya namja yang duduk tepat disampingnya itu. Tampak begitu serius,
tidak sabar menunggu penjelasan yang mungkin akan merubah pandangannya terhadap
Yeonju. “Mungkin karena aku dan Hyosun bersahabat, jadi aku juga terlihat
memiliki kedekatan dengan Onew Oppa. Tapi yang perlu sunbaenim tahu, apapun
itu, aku tidak mungkin merebutnya dari tangan Hyosun. Termasuk Onew Oppa yang
sangat berharga baginya.”
Minho
tak lantas berbicara, berusaha percaya dengan penjelasan yang kontras dengan
pemikirannya. Tapi walau bagaimanapun juga, ia tahu ia tidak berhak untuk
menyangka yang tidak-tidak.
***
Hari
sudah sangat gelap ketika Onew, Hyosun, Minho serta Yeonju tiba di tempat yang
sama. Bukan villa tempat mereka berempat menginap, melainkan pesisir pantai
Gimnyeong. Kebetulan di pantai itu sedang ada sebuah festival tahunan untuk
memperingati hari jadi desa Gimnyeong, oleh karenanya suasana begitu meriah dan
ramai. Mereka berempat memang berencana untuk mendatangi festival ini sesaat
setelah sempat bersiap-siap di villa satu jam yang lalu.
Disisi
kiri pantai terdapat panggung kecil tempat pertunjukkan tari-tarian khas daerah
pulau jeju, sedangkan di sepanjang pantai terdapat beberapa stand tempat
menjual makanan, pakaian serta beberapa pernak-pernik khas pulau Jeju. Seluruh masyarakat serta wisatawan
tampak memadati festival tersebut. Banyak yang memburu Jeonbokjuk, bubur
abalone khas pulau Jeju, namun tak sedikit pula yang memilih untuk berbelanja
atau sekedar menghabiskan malam yang tampak cerah hari itu.
Hyosun tampak asik
menikmati pertunjukkan di atas panggung ditemani dengan Onew, sedangkan Yeonju
serta Minho lebih memilih berkeliling melihat-lihat stand yang ada disana. Saking banyaknya orang yang berlalu
lalang, mereka sampai harus terpaksa menunggu beberapa saat hanya untuk
berpindah satu langkah.
“Agashi...
agashi... kemarilah.” Panggil seorang ahjumma paruh baya pada Yeonju yang berjalan
didepannya.
“Ne?”
“Kemarilah
sebentar,” ahjumma itu meraih tangan Yeonju dan mengajaknya masuk ke dalam sebuah
stand. “Duduklah disini. Kau juga anak muda.” Dia juga meminta Minho duduk disamping Yeonju, berhadapan dengan
ahjumma berbaju merah itu.
Baik
Minho maupun Yeonju tidak mengenalinya, mereka berdua hanya sanggup bertatapan
dan saling memajang wajah
kebingungan.
“Sekarang
pilihlah satu dari kartu yang ada disini.” Ucap ahjumma itu seraya menata sesuatu di atas meja kecil.
Peramal.
Kata itulah yang terlintas di benak Minho dan Yeonju ketika mereka melihat
banyak kartu-kartu dengan gambar yang abstrak berjajar setengah lingkaran diatas meja. Tapi
untuk apa peramal ini tiba-tiba ingin meramal mereka berdua?
“Ambillah
salah satu dari kartu ini. Ayo cepat-cepat.” Desaknya membuat Minho lantas
mengambil beberapa kartu seperti yang diminta ahjumma itu.
“Uh...”
ahjumma itu mendesah keras begitu melihat kartu yang Minho ambil. “Namja yang
begitu tenang tapi memiliki hati yang keras. Semua orang bisa saja berubah. Kau
harus berhati-hati dalam mengambil keputusan, atau kau akan menyesal nantinya.
Arasseo?”
Minho
menatap ahjumma itu penuh tanda tanya, tak sedikitpun dari kata-katanya yang
sanggup Minho cerna.
“Sekarang
giliranmu agashi.” Dia menunjuk Yeonju. Ragu-ragu Yeonju mengambil beberapa
kartu yang tersisa.
“Ini...”
Ahjumma itu menatap Yeonju kasihan. “Cobaanmu begitu banyak. Semuanya akan
bertambah berat setelah ini. Kau akan mendapatkan apa yang pantas untukmu di
waktu yang tepat. Bersabarlah... Aku tahu kau memiliki hati yang besar agashi.”
Kalimat
itu terdengar sangat mengerikan. Yeonju tak berani menebak cobaan apa lagi yang
akan ia alami setelah ini. Apa mungkin sesuatu yang lebih menyakitkan akan
benar-benar datang? Membayangkannya saja Yeonju tidak sanggup, apalagi memikirkan
bagaimana cara melewatinya nanti saat itu tiba.
“Kalian
berdua sangat serasi.” Kata peramal itu lagi. “Yang satu memiliki jiwa yang
keras, namun hati yang lembut. Dan yang satu lagi memiliki hati yang besar. Aku
sudah tertarik dengan kalian berdua sejak kalian datang kemari.”
Minho
dan Yeonju sama-sama tidak mengerti mengapa peramal itu tiba-tiba tertarik
dengan mereka berdua, padahal sudah jelas begitu banyak pengunjung yang juga
datang ke tempat ini.
“Ah
tunggu sebentar, aku ingin memberi kalian sesuatu.” Ucap peramal itu kemudian
bangkit mencari sesuatu dalam laci meja yang ada dibelakangnya.
Dua
buah gelang rajutan dari benang masing-masing berwarna merah dan ungu. Peramal
itu memakaikannya langsung di pergelangan Minho dan Yeonju tanpa meminta ijin
lebih dulu. Ia juga menyampaikan pesan bahwa gelang itu tidak memiliki kekuatan
mistis, hanya sebagai tanda terimakasihnya karena mau datang di festival ini.
Meski
pertemuan mereka singkat, tapi entah kenapa memiliki kesan yang begitu
misterius.
“Kau
masih memikirkan kata-kata peramal tadi?” tanya Minho membuyarkan lamunan
Yeonju.
Yeonju
tersenyum tipis.
“Dia
itu juga manusia Yeonju. Bisa saja ramalannya meleset.”
“Hmm.” Gumam Yeonju
mencoba menanggapi kata-kata Minho dengan santai, padahal hatinya sama sekali
tidak berkata demikian.
Masih begitu banyak pertanyaan yang berulang kali melintas dalam pikirannya.
Tepat
setelah itu, suara yang tidak asing menyelusup di telinga mereka berdua. Datangnya dari atas panggung. Rupanya Onew tengah
menyanyikan sebuah lagu special untuk kekasihnya Hyosun yang sedang berulang
tahun hari ini. Langsung saja
mereka berdua mendekat.
“Sarangi
neomuneun got
(Love stays)
Uri hamkke hal siganeuro
(Our time to be
together)
Yeongwonhi byeonchi
anheul
(Do not
change...forever...)
Kkumman gataseo
naegen kkuman gataseo
(Like a dream to
me... like a dream...)”
Yeonju tersenyum lebar melihat sahabatnya
tampak sangat bahagia diatas sana. Bisa ia lihat
pula semua pengunjung festival menikmati suara Onew yang khas, disusul riuh
tepuk tangan tepat disaat lagu yang ia nyanyikan selesai.
“Saengil
chukkahamnida Hyosun.” Ucap Onew sambil tersenyum. Hyosun pun membalasnya senyuman itu dengan manis.
“Masih ada satu lagi.” Onew melirik nakal
kemudian menjentikkan jarinya.Tiba-tiba saja semua lampu di fasetival itu mati,
berganti dengan kembang api yang meletus menghiasi langit tanpa henti. Seakan sanggup mewarnai hamparan langit
hingga tercipta gradasi yang berwarna warni. Tentu saja kembang api tersebut tampak
sangat indah, membuat semua pengunjung seakan terperangah dan berfikir bahwa
pertunjukkan kembang api merupakan bagian dari festival ini.
Tepat ketika pertunjukkan kembang api
usai, dari kejauhan terlihat sesuatu yang bersinar membentuk sebuah tulisan.
Sebuah tulisan yang sangat besar, yang terpampang di hamparan pasir pantai
dengan lampu terang sebagai tintanya.
Sebuah tulisan yang
berbunyi, WILL YOU MARRY ME?
Yeonju sampai
menganga melihat kejutan di malam itu, sama sekali tidak ia kira Onew akan
mempersiapkan semuanya sejauh ini. Dan bahkan rencana untuk menikahi Hyosun tak
pernah Onew bahas sekalipun, membuat ia tak sanggup percaya ini benar-benar
terjadi.
Tentu saja Hyosun
berkali-kali lipat lebih terkejut. Ia tahu jantungnya sudah tak selamat sekarang, berdegup
diatas normal hingga ia sendiri tak yakin masih sanggup merasakannya atau
tidak.
Menikah? Meski itu
impian semua yeoja, namun bukankah ini semua terlalu cepat?
“Will you marry
me?” Onew mengatakannya sekali lagi tepat disaat lampu panggung kembali
dinyalakan. Sebuah cincin bermata berlian yang terselip di kotak kecil sudah
Onew genggam dan terpampang jelas
didepan Hyosun.
Terasa begitu sempurna, kini tinggal jawaban apa yang ingin Hyosun pilih, Ya
atau tidak.
Sorakan semakin
terdengar riuh di sekitar panggung. Semua pengunjung tampak tidak sabar
menunggu jawaban yang akan di ucapkan sang ‘putri’ malam ini. Yeonju berharap
Hyosun tidak mengecewakan Onew, sudah sejauh ini hubungan mereka berjalan dan
tinggal selangkah lagi semuanya akan berubah.
Onew lah satu-satunya yang sanggup
melengkapi kekurangan dalam diri Hyosun, begitu juga sebaliknya. Tak ada impian
lain selain melihat sahabatnya sendiri bahagia bagi Yeonju. Tentu saja ketika
Hyosun bahagia maka Yeonju pun akan merasakannya.
Hanya sebuah
anggukan yang terlihat setelahnya. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk memastikan
jawaban yang sejak tadi dinantikan oleh semua orang. Onew lantas memeluk Hyosun
hangat, Hyosun pun membalas pelukan itu dengan senyuman. Dari atas panggung, ia
sempat melemparkan tatapan bahagia pada sahabatnya yang berdiri sendirian. Dan
Minho... entah sejak kapan namja itu menghilang.
***
“Aigoyah
Yeonju~~ aku senang sekaliii! Aku tidak menyangka Onew Oppa akan melamarku
malam ini.” Teriak Hyosun bersemangat ketika mereka berdua tiba di kamar villa.
“Ssst...
jangan keras-keras, nanti Onew Oppa mendengarnya Hyosun.” Yeonju mencoba
berkata serius lalu tertawa. “Chukkaeyo Hyosun! Aku pasti akan menjadi
pengiring pernikahanmu nanti~”
Hyosun
lantas memeluk Yeonju erat-erat. Semakin erat sampai ia benar-benar sanggup
meluapkan kebahagiannya malam ini.
“Tapi,
apa kalian berdua akan menikah dalam waktu dekat?” tanya Yeonju yang spontan
membuat Hyosun melepaskan pelukannya.
“Tentu
saja tidak! Onew Oppa bilang, dia akan menunggu sampai aku siap. Jadi mungkin
kami berdua akan bertunangan terlebih dahulu.”
Senyum
Yeonju kembali mengembang, “Lalu
kapan kau siap?”
“Entahlah...
mungkin setelah kita lulus kuliah.”
“Kenapa
lama sekali? Kupikir lebih baik jika setelah Onew Oppa selesai kuliah.
Kira-kira tahun depan.”
Hyosun
menggeleng keras, “Lalu bagaimana jika aku hamil? Tidakkah kau pikir sangat
lucu jika ibu-ibu hamil berangkat kuliah?”
Kali
ini tawa mereka meledak bersamaan. Membayangkan bagaimana jika Hyosun
benar-benar melakukan apa yang ia katakan.
Mereka berdua tertawa keras sampai
Hyosun menyadari sesuatu hilang dari pergelangan tangannya. Sesuatu yang ia
ingat ia tidak pernah melepaskannya dari sana.
“Jam
tanganku?”
Yeonju pun
turut melihat ke arah tangan Hyosun, tak ada apapun disana selain cincin yang
melingkar di jari manisnya.
“Tadi kau
taruh dimana Hyosun?”
“Aku tidak
melepasnya!” Hyosun langsung beranjak dari tempat tidur kemudian meraih tas
tangan yang sempat ia bawa berjalan-jalan. Semua barang dalam tas itu sudah ia
keluarkan, tapi tetap saja tidak bisa ditemukan.
Jam tangan
itu tidak boleh hilang. Bulan lalu Onew sudah memberikannya khusus untuk Hyosun
di hari jadi mereka yang pertama, lagipula Onew juga memiliki pasangannya. Jika
sekarang jam tangan itu tidak bisa ditemukan, sudah pasti akan membuat Onew
kecewa. Tentu
saja Hyosun tidak ingin hal itu terjadi.
“Bagaimana
ini Yeonju?!?”
ucap Hyosun panic mengacak rambutnya tak beraturan.
“Coba cari
lagi, jam tangan itu pasti ada disuatu tempat.” Yeonju turut mengobrak-abrik
semua isi tas Hyosun, mencoba memastikan tidak ada yang terlewat.
“Apa
jangan-jangan…?”
Pandangan Yeonju
beralih menatap Hyosun.
“...jatuh saat di pantai tadi?”
“Mwo?”
“Aku ingat
sekali saat aku tiba di pantai aku masih melihat jam tanganku. Saat itu masih
pukul 7.30
malam.” Lanjut Hyosun mencoba memutar kembali ingatannya. “Iya! Pasti terjatuh
disana. Aku harus mencarinya sekarang!”
“Tunggu
Hyosun! Ini sudah terlalu malam.” Yeonju menarik lengan sahabatnya sebelum
yeoja itu bangkit. “Kita bisa mencarinya bersama besok. Aku akan memastikan jam
tangan itu kita temukan sebelum Onew Oppa mengetahuinya. Arraso?”
Hyosun
menggigit bibir bawahnya khawatir. Ia tetap ingin mencari jam tangan itu
sekarang juga.
“Kita pasti
bisa menemukannya Hyosun, percayalah. Kalau perlu aku akan menghubungi panitia
festival malam ini.
Siapa tahu ada salah satu dari mereka menemukan jam tangan itu.” Yeonju lantas
menggenggam tangan Hyosun lembut, berusaha menenangkan sahabat yang paling ia
sayangi ini.
“Baiklah,
kita akan mencarinya besok.” Jawab Hyosun akhirnya.
Yeonju mengangguk
yakin. Tanpa Hyosun sadari, Yeonju sempat
melirik ke arah jam dinding. Pukul 11 malam,
mungkin saja festival di pantai itu baru selesai.
***
“Oppa, apa
kau melihat Yeonju?” tanya Hyosun saat menemukan Minho tengah menonton tayangan
sepak bola di ruang tivi.
“Bukankah
dia ada dikamar bersamamu?”
Pertanyaan
itu tidak Hyosun jawab, ia justru bergegas mengecek dapur, kemudian kamar mandi
dan balkon belakang. Yeonju tetap tidak bisa ia temukan.
“Ada apa
Hyosun? Apa Yeonju menghilang?”
Hyosun
mengangguk cepat. “Oppa
tidak melihatnya keluar?”
“Ani. Sudah
satu jam aku menonton tivi, tapi aku tidak bertemu dengannya sama sekali.”
Wajah Hyosun
berubah panik, ini sudah jam 2 pagi dan tiba-tiba Yeonju menghilang begitu
saja. Hyosun takut kalau-kalau Yeonju pergi ke pantai untuk mencari jam
tangannya. Bagaimanapun juga jarak villa mereka sampai ke pantai sejauh 2
kilometer, melewati jalan setapak di tengah hutan pinus. Perjalanan kesana
menjadi sangat berbahaya jika dilewati sendirian tengah malam seperti ini.
“Apa kau sudah
mencoba menghubunginya?”
“Ah!”
Cepat-cepat Hyosun pergi kekamar untuk meraih ponselnya, namun saat itu juga
niatnya buyar saat menemukan ponsel Yeonju berada tepat di samping ponselnya.
“Ponsel
Yeonju tertinggal.”
Minho
mencoba memikirkan berbagai kemungkinan
yang terjadi. Ia tahu sifat
Yeonju, tidak mungkin Yeonju pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas.
“Apa Oppa
mau menemaniku ke suatu tempat?” pinta Hyosun ragu-ragu. Ia tidak mungkin mengajak Onew untuk
mencari Yeonju saat ini. Karena jika iya, pasti Onew akan tahu tentang jam tangan yang baru
saja ia hilangkan. Hanya Minho satu-satunya yang bisa Hyosun harapkan.
Tanpa
berfikir panjang Minho lantas mengangguk. “Ambil jaketmu. Kita akan mencari
Yeonju sekarang.”
Berbekal
sebuah senter dan ponsel akhirnya Hyosun serta Minho mencari Yeonju ke pantai Gimnyeong tempat festival tadi diadakan. Mereka berdua melewati jalan setapak kecil menuruni
bukit, berusaha tetap
waspada menghadapi hutan pinus yang tampak mencekam dimalam hari. Hyosun tidak
sanggup membayangkan Yeonju harus melewati semua ini sendirian hanya untuk
membantunya.
“Kau lebih
bodoh dariku Yeonju.” Gumam Hyosun lirih namun sanggup ditangkap oleh telinga
Minho. Membuat
namja itu terdiam sejenak menatap Hyosun tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“Ini salahku
Oppa. Hyosun melakukan ini karena aku.” Hyosun menyesal karena telah membuat
Yeonju membantunya sejauh ini. Tidak seharusnya dia terlalu panik sehingga
membuat Yeonju khawatir sampai harus pergi ke pantai seorang diri hanya untuk
menemukan jam tangannya yang terjatuh.
“Sekarang
bukan saat yang tepat untuk menyesali perbuatanmu Hyosun. Sebaiknya perasaan
itu kau simpan sampai kita bisa menemukannya. Arraso?”
Hyosun
menatap Minho yang tampak serius. Berusaha berfikir rasional seperti yang namja
itu lakukan.
Kemudian
keduanya kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai. Perjalanan terasa jauh
lebih lama ketimbang saat mereka datang kesana menggunakan mobil tour.
Sayangnya ini sudah terlalu malam untuk menyewa mobil, dan melewati hutan pinus
adalah satu-satunya jalan terdekat yang sanggup mereka lewati.
Beberapa
puluh menit berjalan, hanya ilalang dan pepohonan yang bisa mereka lihat. Tidak
ada tanda-tanda keberadaan Yeonju disana.
“Bersabarlah…
sebentar lagi kita sampai.” Minho tetap memimpin didepan, dengan Hyosun yang
mencengkeram erat ujung kaosnya di belakang.
Setelah beberapa meter lagi mereka akan
menampaki bibir pantai, tiba-tiba langkah Minho terhenti. Namja itu tampak
mematung di tempat dengan sebuah objek yang tergambar di pupil matanya, sebuah
objek yang seketika membuat dia terperanjat.
“Ada apa Oppa?”
Belum sempat Hyosun melihat apa yang baru
saja Minho lihat, ia lebih dulu merasakan sebuah dada bidang menutupi seluruh
pandangannya. Kemudian dua tangan yang lembut merengkuh bahu kecilnya hingga
akhirnya hanya sebuah kehangatan yang sanggup ia rasakan.
Hyosun terkesiap saat Minho tiba-tiba
memeluknya tanpa alasan. Tak ada yang sanggup ia lakukan selain menyadari
kehangatan itu kian menjalari tubuhnya.
“Op-pa?”
“Sebentar saja… Kumohon tetaplah seperti
ini…” ucap Minho lirih. Seketika membuat Hyosun tak lagi bisa berkutik. Meski
pelukan ini terasa berbeda, meski pelukan ini datang begitu tiba-tiba, namun
Hyosun merasakan sebuah ketulusan. Yang tanpa ia tahu apa sebabnya.
Tepat dibalik punggung Minho, beberapa
meter dari sana, beberapa meter dari ombak laut yang bergulung, duduk dua orang
yang tengah melakukan hal yang sama dengan Hyosun serta Minho.
Minho hanya tidak ingin Hyosun tahu,
bahwa kedua orang itu adalah kekasih dan sahabatnya sendiri…
-To Be Continue-
Rada gimana
ya? Nyesek ._.
Itu ngapain
coba si Yeonju malah berdua2 an ama Onew di pantai? Untung ada abang Minho yang
‘membentengi’(?) sebelum Hyosun liat. Kalo Hyosun tahu kan jadi berabe ._.
Aneh ya?
Hahaha emang aneh ini kopel jadi ketuker2 gini -_- tapi tenang, next part
bakalan ada penjelaskan kog apa yang terjadi sebenarnya di pantai. Hoho jangan
berfikir yang aneh2 sodara sodaraa~
Dann, apakah
Minho akan tetap memaafkan Onew setelah apa yang terjadi? Lalu bagaimana dengan
hubungan Minho-Yeonju? Mereka akan tetap bersahabat atau Minho lebih berpihak
pada Hyosun? Bagaimana juga dengan Hyosun? Apa dia akan mengetahui hubungan
diam-diam(?) antara Yeonju dan Onew?
Setelah ini
kemungkinan konfliknya bakalan semakin terang-terangan(?). sedikit bocoran,
Onew bakalan babak belur di tangan Minho next part. Hahaha *ini kenapa jadi
puas banget? #plak!
Pokoknya
ditunggu next part ya readers. Mian kalo part ini tulisannya acak2an, maklum
udah lama ga nulis -_- *author amatiran*. Hehehe lumayan panjang juga ya
ternyata, rekor 18 lembar di part ini ._.
Gomawo masih
ada yang mau baca~ annyeong ^^
Welcome back icha chingu, Hyosun, yeonju, Onew, Minho and Fuchsia~ *nyalain petasan*
ReplyDeletekangen banget banget sama kelanjutan ff ini. jujur ini mah *curcol* tiap hari pasti ngecek blog ini buat menanti kedatangan icha chingu sama Fuchsia-nya. hehehe~
dan akhirnya datang juga Fuchsia part 11 nya. tapi kenapa begitu cepat bersambungnya??? semakin misterius saja ceritanya, ga ketebak gimana ujungnya *mikir ala Sherlock
o iya, semangat untuk ppl nya ya chingu ^^)9
-nobitaemin-
gomawo ^^
Deletewah jinja ampe tiap hari ngecek? *yampun jadi merasa bersalah :(
ne. next part aku usahain lebih cepet deh. semoga bisa. heheheh
nae. gomawoooo
Annyeong chingu, reaaders baru niy^^ aku lg cari ff tt shinee di mbah google, yg nongol fuchsia 11, jd aku baca dr awal dl baru part ini. Aku suka ceritanya, aku selalu gk sabar nih baca part selanjutnya, penasaran trs bawaannya.. Aku jg ijin baca ff yang lain ya :-) gumawo
ReplyDeletewah selamat bergabung :D
Deletejinja???
makasih chingu ^^
nae. selamat membaca.
Kyaaaaaa!! Mau dipeluk sama abang Minhooooo ... Bagus eon! Aku tunggu kelanjutannya :D
ReplyDeletewkwkwk ini anak nongol dimana2 xD
Deletesiaaaap ^^9
eonni, akhirnya ini ff lanjut jugaa! uhh sampe lumutan yg nungguin ._.V
ReplyDeleteyeonju pelukan sm onew? kenapa? omaigat! ditunggu next chapternya eonn. makin keren ajaaa >//<
hahaha *bersihin lumut
Deletekekeke next part ada kog penjelasannya ^^
nae. gomawo yaaa
aaaaaaaa...udah lama banget nunggu part ini eonn xD
ReplyDeletenyesek abis eonn tau endingnya gtu x(
daebak eonn ffnya mskpun lma hiyatus.. :) (y)
next part aq bca dlu y eonn :D