Monday, 14 August 2017

FF OngNiel Wanna One : Serenity [Part 3]

Annyeong haseyo wanabull~
Masih pada sehat kaan setelah semingguan kemaren abis diaduk aduk sama tingkah konyol member wonowon di variety show? hahaha 
melanjutkan part sebelumnya tentang kehadiran Ong yang super misterius, kali ini saatnya penjelasan siapakah sosok Ong yang sebenarnya.
Langsung aja deh~





Tittle                    : Serenity [Part 3]
Author           : Ichaa Ichez
Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-15
Cast                      : Shin Jihyun, Ong Seongwoo, Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length                : Chapter.
Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                Suara klakson mobil terdengar sayup dari kejauhan. Malam yang berputar di Seoul semakin larut dikala aktivitas yang berjalan sebelumnya satu persatu mulai terhenti. Bergantian dengan sinar-sinar lampu yang terus menerus menyorot, bagai bintang yang berjatuhan menghiasi setiap sudut kota.
                Pemandangan Seoul yang tampak sunyi terpampang begitu jelas didepan Jihyun yang tengah berada diatas rooftop apartemennya. Ia baru sadar bahwa disamping tali-tali yang membentang untuk tempat menjemur pakaian, rooftop ini juga memiliki sebuah bangku besar berbentuk persegi yang biasa dipakai bagi penghuni untuk bersantai di waktu senggang.
                Jihyun duduk di tepian bangku itu, kakinya merapat tegang. Disampingnya terlihat seseorang yang berhasil membuat gadis itu nyaris menangis hanya dengan melihatnya dari kejauhan. Jihyun tidak menyangka ia bisa bertemu dengan seseorang dari masa lalunya di tempat ini. Dan bahkan orang itu tinggal satu apartemen dengan Kang Daniel, tetangga sebelah apartemennya.
                Ong Seongwoo.
Nama namja itu Ong Seongwoo. Sebuah nama dengan surname yang belum pernah Jihyun temui dimiliki orang lain sebelumnya.
                Bagi Jihyun, Seongwoo bukanlah orang biasa. Dia bukan sekedar ‘seseorang yang Jihyun kenal di masa lalunya’. Lebih dari itu kenangan yang pernah mereka buat dan waktu yang telah mereka lewati bersama terlalu berharga untuk dilupakan.
                Kala masih sama-sama tinggal di Jeonju, keluarga Jihyun dan Seongwoo memiliki rumah yang bersebelahan–sama persis seperti sekarang. Seongwoo memiliki seorang kakak perempuan yang lahir di tahun yang sama dengan Jihyun. Gadis itu bernama Ong Seonghee.
                Seonghee dan Jihyun begitu dekat. Bahkan Jihyun sudah menganggap Seongwoo (adik yang berbeda 1 tahun dengan Seonghee) seperti adik kandungnya sendiri. Namun saat menginjak 11 tahun, Seonghee diketahui memiliki sebuah penyakit. Ia sempat satu tahun melawan penyakit itu sampai akhirnya tubuh kecil Seonghee terlalu lemah untuk bertahan. Dengan iringan kesedihan yang mendalam, kakak kandung Seongwoo satu-satunya itu harus pergi di umur 12 tahun.
                Sayangnya cobaan yang dilalui keluarga Ong tidak hanya sampai disitu. Bahwa pabrik dimana tempat para warga bekerja yang tak jauh dari sana tiba-tiba bangkrut. Ayah dan ibu Ong kehilangan pekerjaannya, sama seperti ibu Jihyun. Untunglah saat itu ayah Jihyun yang merupakan pegawai pemerintahan masih bisa menjadi tulang punggung keluarga.
Tapi tidak untuk keluarga Ong.
                Jihyun ingat terakhir kali ia melihat Ong menangis sebelum menaiki sebuah bus menuju Incheon. Namja kecil itu tidak ingin meninggalkan seseorang yang sudah ia anggap sebagai pengganti kakak kandungnya. Namun sayangnya kondisi keluarga mereka tidak memungkinkan lagi untuk tinggal disana. Karena itulah ayah dan ibu Ong memilih untuk melanjutkan hidup di tempat saudara mereka yang tinggal di Incheon.
                Ada begitu banyak kenangan masa kecil yang terjadi 10 tahun lalu. Dan ketika kini Jihyun menemukan Seongwoo di tempat yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, gadis itu sudah tidak sabar untuk meluapkan segala rasa rindunya. Ingin sekali Jihyun mengetahui apa yang terjadi 10 tahun setelah mereka terakhir kali bertemu, apa ia masih mengingat kejadian di masa lalu dan mungkin saja mereka bisa menjalin persaudaraan seperti dulu lagi.
                “Jadi bagaimana kabarmu sekarang?” Tanya Jihyun menoleh ke arah Seongwoo yang masih menatap lurus ke depan.
                Kedua bibir tipis namja itu berujar pelan, “Aku baik-baik saja.” Suaranya jauh terdengar lebih berat ketimbang disaat Seongwoo masih kecil dulu. Jika diperhatikan sepintas pun banyak perubahan yang terlihat pada namja itu. Tapi tiga tahi lalat di pipi kanannya tidak mungkin Jihyun lupakan.
                “Apa kau masih ingat dulu aku pernah jatuh saat memboncengmu dengan sepeda?” kenang Jihyun. “Waktu itu rem sepedanya blong sampai aku tidak bisa berhenti dan menabrak tiang listrik tepat didepan rumahmu…”
                Ia tersenyum mengingat kejadian itu. Sedikit penasaran apakah bekas luka di lutut Seongwoo masih ada sampai sekarang.
                “Waktu duduk di kelas 4 SD kau juga pernah mendatangi kelasku dan meminta uang jajan Seonghee hanya untuk membeli kelereng. Tapi Seonghee tidak memberinya karena kau tidak diperbolehkan banyak bermain.” Jihyun tertawa. “Akhirnya aku yang diam-diam memberimu uang dan kau memberikanku kupon toppokki gratis sebagai gantinya…”
                Rasanya begitu aneh bisa menceritakan hal yang belum pernah Jihyun ceritakan pada orang lain sebelumnya. Ini pertamakalinya Jihyun mengingat kejadian di masa lalu karena sejujurnya kepergian Seonghee pun menjadi salah satu pengalaman menyakitkan baginya.
                “Dan waktu di malam natal kau juga pernah…”
                “Ehm…” suara itu menghentikan kalimat Jihyun. Ia yang semula melihat ke atas langsung menoleh pada Seongwoo.
                “Kumohon jangan ungkit tentang masa lalu.”
                Deg.
                “Itu…” Seongwoo tidak langsung melanjutkannya. “…sudah lama sekali.”
                Semburat kekecewaan muncul di wajah Jihyun. Ia mencoba menebak perasaan Seongwoo dari ekspresi namja itu.
Ah… Sepertinya semua memang sudah terlalu lama terjadi ya, tidak seharusnya Jihyun mengungkitnya lagi. Iya… sekarang sudah bukan saatnya mengungkit hal di masa lalu.
Iya kan?
                 “Mian.” Jawab yeoja itu pelan. “Seharusnya aku memang tidak perlu menceritakan kejadian-kejadian itu.” Ia tampak menyesal.
                “Aniyo gwenchana.” Seongwoo menanggapi. “Itu bukan salah nuna…”
Panggilan itu sudah lama sekali tidak Jihyun dengar. Betapa ia sangat merindukannya.
Jihyun ingat sekali dulu Seongwoo akan memanggilnya dengan nada yang merengek ketika namja itu ingin meminta sesuatu darinya, terkadang juga ia akan meminta bantuan pada Jihyun ketika Seonghee melarangnya melakukan sesuatu. Disaat malam tiba, Seongwoo senang sekali diam-diam masuk ke dalam kamar Jihyun dari jendela hanya untuk menemani yeoja itu mengerjakan PR. Setiap kali pulang sekolah, Seongwoo akan dengan senang hati membawakan tas milik Jihyun meskipun Seonghee selalu marah karena ia tidak pernah membawakan miliknya.
Nuna! Nuna! Seongwoo akan selalu memanggil Jihyun dengan nada yang ceria, senyuman yang tersungging di bibirnya dan aegyo yang tidak pernah habis ia perlihatkan.
Namun sekarang ketika seseorang yang sudah lama ia rindukan ini benar-benar ada didepannya, Jihyun hanya bisa menatap orang itu seakan mereka berdua belum pernah bertemu sebelumnya.
                “Kau pasti sudah lelah…” ucap Jihyun akhirnya. “Istirahatlah. Kita bisa berbicara lagi lain kali…” yeoja itu menggerakan tangan ke arah Seongwoo. Menepuk bahunya sekilas.
                Setelah itupun Seongwoo berpamitan. Siluetnya menghilang tepat di ujung tangga menuju ke bawah, meninggalkan Jihyun yang masih membeku di tempat.
Entah kenapa Jihyun merasakan sebuah ke janggalan mencuat dalam hatinya. Belum sempat ia meluapkan segala kerinduan yang sudah lama terjebak disana, kini jihyun sendiri yang harus menguncinya rapat-rapat.
                Mungkin. Mungkin memang waktunya yang belum tepat.
                Mungkin. Mungkin waktu 10 tahun memang bukan waktu yang singkat untuk bisa menjaga semua memori itu agar tetap utuh seperti semula.
                Mungkin… mungkin memang seperti itu.
                Tanpa sadar cairan bening pun meleleh melewati pipi Jihyun. Tatapannya masih terpaku pada sudut rooftop yang kini telah kosong.
                “Jeongmal bogoshipda, Seongwoo-ya~”
***
                “Oppa!”
                Sebuah suara terdengar dari kejauhan, disusul dengan derap langkah yang cukup keras dari sepatu wedges yang bergesekan dengan tanah.
                Jihyun yang tengah sibuk bercerita bersama Kang Daniel menoleh bersamaan. Dari sana muncul seorang yeoja dengan rambut panjang sedikit bergelombang berlari kecil menuju mereka berdua. Yeoja itu langsung meraih lengan Daniel yang seketika berdiri saat ia datang.
                Sebuah senyum terkembang di wajah Jihyun. Hanya dengan melihatnya saja ia tahu hubungan apa yang tengah mereka berdua jalin.
                “Nuna…” Daniel memperkenalkan. “Ini Choi Yena.” Ucapnya sambil tersenyum seperti biasa, disusul dengan kedua mata sipitnya yang mengilang.
                “Oh… annyeonghaseyo.” Yeoja itu membungkuk kemudian kembali mundur selangkah, sedikit bersembunyi di belakang tubuh Daniel yang lebar.
                Sepintas Jihyun lihat, gadis ini memiliki tipe yang akan disukai banyak pria. Tubuh yang mungil, wajah yang cantik, memiliki fashion yang baik dan tentu saja cute! Jihyun kira Daniel lebih menyukai nuna-nuna seksi, tapi namja itu ternyata memiliki selera yang jauh dari dugaan Jihyun.
                “Mianhe nuna, aku harus…” ia melirik ke arah Yena.
                Jihyun mengerti, “Hm… gwenchana. Kita bisa mengobrol lagi lain kali.”
                “Nuna akan menunggu hyung disini sendirian?”
                Jihyun tersenyum mendengar pertanyaan itu. Ia tidak menyangka Daniel akan menkhawatirkannya.
                “Tidak papa. Lagipula aku tidak akan bosan.”
                Daniel hanya menanggapi dengan anggukan kecil. Tak lama kemudian namja itu berpamitan disusul dengan yeojachingunya, Yena.
                Mereka berdua berjalan menjauh, berdampingan. Dengan tangan Daniel yang memeluk bahu Yena dari samping, dan Yena yang melingkarkan tangan kecilnya di pinggang namja itu. Sesekali Daniel akan mengucap kepala yeoja itu dengan gemas, sesekali pula Yena akan membalasnya dengan mencubit tubuh namja itu dari samping.
                Manis sekali, batin Jihyun.
                Dan kini tinggal Jihyun sendiri. Ia melirik jam tangan warna silver yang melingkar di pergelangan sebelah kirinya. Pukul 9 malam. Kurang lebih 1 jam lagi Seongwoo akan pulang dari tempat kerja part timenya.
                Gwenchana… meskipun sendirian tempat ini cukup ramai dengan komunitas-komunitas anak muda seperti biasanya. Banyak hal yang bisa Jihyun lihat untuk menghabiskan waktu. Lagipula 1 jam tidak terasa lama bukan jika dibandingkan dengan 10 tahun yang sudah terlewat?
                Dan kira-kira pukul 10 malam lebih 15 menit, namja yang Jihyun tunggu itupun datang. Jihyun sempat menguap karena ia sudah mulai ngantuk. Namun saat menyadari namja itu datang ia langsung bangkit… kemudian tersenyum.
                Masih dengan jaket hitam yang tidak dikancingkan berlapis seragam warna biru merah, Seongwoo tampak bingung melihat Jihyun tengah menunggunya dari kejauhan.
                “Kau sudah pulang?” tanya Jihyun sembari tersenyum saat mereka sudah berhadapan.
                Seongwoo mengangguk, sedikit membetulkan tas dengan tangan kirinya.
                “Jha…” Jihyun mengulurkan tangannya, membuat kedua alis Seongwoo terangkat tidak mengerti.
                Dengan tatapan penuh tanda tanya, iapun membalas jabatan tangan itu.
                “Annyeonghaseyo… naneun Shin Jihyun imnida!” dia memperkenalkan diri. “Mulai sekarang kita akan menjadi tetangga...”
                Selama tiga jam lebih Jihyun sudah mempersiapkan hal yang ingin ia ucapkan saat ini. Dengan percaya diripun yeoja itu memperkenalkan diri, seolah mereka adalah dua orang yang baru saja bertemu.
                Sebuah senyum mengembang di wajah Jihyun, ia menatap Seongwoo lurus-lurus sebelum akhirnya berujar dengan yakin.
                “Seongwoo-ya~ Haruskah kita memulai semuanya dari awal lagi?”
-To Be Continue-
               

                Hahahaha~
maapkeun kalo part ini ngga ada isi yang berarti(?) karena emang fokus nyeritain masa lalu ong-jihyun 
dan soal Yena, cewenya daniel wkwk aku bikin FF ini udh dari bulan lalu, jadi ngga tau kalo sebenernya tipe ideal kang Daniel adalah nuna nuna LOL. tau gitu dibikin cinta segitiga sekalian aja ya sama Jihyun hahahaha
engga kog, saya udah insap bikin cinta segitigaan. hampir semua FF isinya cinta segitiga. boseeen!
yaudah deh, tunggu part selanjutnya ya!

2 comments:

  1. Gomawo eonni, makin penasaran ma ffnya....lbh penasaran lg ma gaya pacaran daniel ma yena kyk gmna..^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha
      gomawooo
      jangan... jangan penasaran xD nanti aku tanyain ke Daniel dulu gaya pacarannya gimana xD

      Delete

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...