I Wanna Be With You…
Tittle : I Wanna Be With You (PART 7)
Author : Ichaa Ichez Lockets
Cast : Keysha (Echa), Key SHINee.
Genre : Fantasy, Friendship, Tragedy, Romance.
Length : Series (Chaptered)
“Keysha!!” teriak papa dari luar pintu. “Buka pintunya!!”
Jantungku berpacu keras. Aku takut papa mendengar suaraku dan Key saat bernyanyi bersama tadi.
Bagaimana ini? Bisa-bisa Key ketahuan!
Aku memandang Key cemas, diapun tak kalah panic. Kami hanya saling tatap tanpa melakukan apapun. Kami benar-benar tak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi situasi pelik ini.
“Keysha!! Buka pintunya sekarang juga! Papa dengar kamu sedang berbicara dengan seseorang!”
Ya Tuhan. Papa benar-benar mendengar keributan di kamarku! apa yang harus aku lakukan?
“Bagaimana ini Key?” tanyaku panic.
“Keluarlah.” Ucapnya dengan tenang.
“Tapi Key?”
Dia tak langsung menjawab, justry memegang pundakku. “Percayalah padaku. Semuanya akan baik-baik saja.”
Aku menatapnya heran. Bagaimana bisa semuanya baik-baik saja padahal suasana sedang genting begini?
Come on Key, kau pasti tak tahu apa yang terjadi jika papa benar-benar marah. Itu sebuah bencana. Tapi sekarang kau justru menyuruhku untuk menghadapinya. Apa kau yakin?
Kutatap lekat kedua mata tajam Key sekali lagi. Ada sebuah keseriusan yang terpancar jelas dari wajahnya.
Karena tak ada pilihan lain, akhirnya aku menuruti perintah Key. Ragu-ragu aku membuka pintu sementara teriakan papa dari luar terdengar semakin keras.
Aku menoleh sebentar memandang Key. Tatapannya berubah. Raut wajahnya terlihat sedih. Dan ada sebuah senyum getir disana.
“Siapa? Siapa yang ada didalam, Keysha?” tanya papa saat aku membuka pintu. Dengan cepat pintu itu kututup kembali.
“Tidak ada pa. Keysha Cuma sendirian.” Tanganku terus memegang gagang pintu yang ada dibelakangku. Aku tak ingin siapapun mengetahui rahasia di baliknya.
“Tapi tadi mama mendengar kamu sedang berbicara dengan seseorang.” Kali ini mama yang angkat bicara. Ternyata beliau juga mendengar hal yang sama.
“ah.. mungkin mamah salah dengar.” Elakku.
“Minggir! Papa mau liat!” papa mulai mencoba membuka pintu itu. Namun aku tidak menyerakannya begitu saja.
“Engga!”
“Minggir Keysha! Papa tahu ada yang kau sembunyikan!”
Aku masih memegang gagang pintu itu. Kali ini dengan begitu kuat agar papa tak sanggup membukanya. Kukerahkan segala tenaga untuk mencegah tangan papa untuk meraihnya.
“KEYSHA! MINGGIR!” papa terlihat begitu geram. Matanya melotot tajam dan wajahnya mulai memerah menahan amarah.
Inilah yang membuatku takut. Jika emosi papa keluar, apapun akan ia lakukan.Bahkan ia tak segan-segan untuk mencelakaiku demi menuruti rasa penasarannya.
Dan itu terjadi. Dengan kasar papa mendorongku kedepan. Tubuhku yang kecil ini tak berdaya menahannya hingga aku terhuyung dan kepalaku terkatuk sudut meja yang ada disisi depan kamarku.
Meski terasa sakit, tapi aku tak peduli, masih saja mencoba bangkit dan meraih lengan papa yang mulai memasuki kamarku. Sedangkan mama justru mendahului langkah papa.
“Apa-apaan ini!” ucap mama. “Kenapa begitu banyak poster dikamarmu Keysha?”
Aku tak menjawab. Sekali lagi mencoba mencegah langkah papa untuk mendekati dinding kamarku.
“Sudah papa bilang! Berhentilah menyukai apapapun yang berbau korea!” bentak papa sambil melepaskan genggaman tanganku. “Jangan bermimpi! Itu hanya akan membuatmu semakin gila!”
“ENGGAK!” teriakku dengan keras. “Papa sama mama-lah yang udah buat Keysha gila!”
“Apa kau bilang?”
Plak! Tamparan papa mendarat tepat dipipiku. Terasa panas. Disusul dengan sebuah bulir kecil yang mengalir melewatinya. Air mataku sudah tak mampu lagi kubendung.
“Mana orang itu? Mana yang kau ajak bicara tadi?” papa mulai mendekati poster-poster shinee-ku. “Apa ini yang sudah membuatmu gila? Atau ini?” ucapnya sambil menunjuk poster-poster itu.
Bisa-bisanya dia menuduh poster-poster itu sebagai sumber masalah. Bukan! Justru hanya poster itulah yang mampu menghiburku. Menghiburku dari masalah yang sering ditimbulkan oleh papa dan mama.
“PAPA JANGAN!!!” aku berteriak histeris melihat papa mulai merobek satu demi satu poster itu dengan membabi buta. Kali ini dia tak memiliki ampun.
Poster-poster yang sudah susah payah aku kumpulkan tampak tak berdaya jatuh demi satu di setiap kepingannya. Sakit. Aku hanya tak tahu apa yang akan terjadi padaku jika semua poster-poster itu lenyap dari dinding kamarku.
Kulihat papa sudah menjarah sebagian poster yang tertempel di salah satu dinding kamarku. Dan sekarang dia mulai mendekati poster Key.
ASTAGA! Poster itu! Key sudah kembali masuk didalamnya!
“PAPA HENTIKAN!” pekikku tertahan. Dengan cepat aku menghambur ke depan poster Key dan melarang papa untuk mendekatinya.
“Minggir Keysha!”
Aku menggeleng kuat. Ini tidak boleh terjadi! Papa tidak boleh merobeknya! Walau ada ketakutan, tapi aku akan melakukan apapun untuk melindungi poster ini!
“Papa.. sudah..” ucap mama yang mulai tak tega melihat keadaanku. Air mata mamah mengalir. Tapi hatiku sama sekali tak tersentuh melihatnya.
“MINGGIR!” teriak papa lebih keras. Namun aku masih saja berdiri didepan poster itu. Kurasakan kepalaku berdenyut sakit sekali. Jantungku juga berdetak begitu cepat dan nafasku tersengal sampai dadaku terasa sesak.
Aku bertahan. Aku akan bertahan meski kutahu ada sesuatu yang terjadi padaku.
“Minggir Keysha!” papa mendorongku hingga aku kembali terhuyung. Saat itu juga aku sadar ada cairan berwarna merah yang menetes di lantai.
Kuusap kepalaku dan kutemukan sesuatu yang menempel di tanganku.
Darah! Ini? Apa ini terjadi saat kepalaku membentur meja tadi?
Entahlah… tapi hanya Key yang terpikirkan sekarang. Meski pandanganku mulai mengabur, samar-samar kulihat papa sudah memegang ujung poster Key.
Seketika tenggorokanku tercekat. Ingin sekali aku beranjak dan menarik tubuh papa menjauhi poster itu, namun tubuhku sendiripun tak mampu kukendalikan.
“Keysha!” pekik mama menyadari apa yang terjadi padaku. “Papah! Cepat panggil ambulance sekarang!”
Itulah kalimat terakhir yang kudengar. Sesaat kemudian aku tak tahu lagi apa yang terjadi karena dengan cepat kegelapan menguasaiku.
***
“Key?” panggilku pada seorang namja yang tengah duduk membelakangiku.
“Echa?” diapun menoleh kemudian tersenyum.
Sepintas kulihat, kami berdua sedang ada dikamarku sekarang. Lebih tepatnya sedang duduk diatas tempat tidurku. Suasana disana terasa begitu tenang. Sama seperti tadi, masih banyak lilin yang berjajar rapi dilantai dan televisiku masih memutar CD yang kami nyanyikan. Kudengar lagu please don’t go dari SHINee mengalun pelan.
(backsound: please don’t go)
Entah dorongan apa yang mempengaruhiku. Yang jelas kini tanganku telah melingkar di tubuh Key. Aku memeluknya dengan erat.
“Hey…” panggilnya lirih. “Kau kenapa?” dia melepaskan pelukanku dengan lembut. Akupun mendongak menatapnya.
“Kau tidak apa-apa kan?” tanyanya khawatir. “Kenapa wajahmu begitu pucat?”
Aku menggeleng. “Aku tidak apa-apa. Aku tidak akan apa-apa jika bersamamu.”
Sekali lagi ia tersenyum. Kali ini dengan sebuah tatapan yang begitu dalam dan seperti menyimpan sebuah rahasia dibaliknya.
“Key?”
“Eum?”
“Kenapa wajahmu seperti itu?” aku mulai merasakan firasat buruk saat melihat tatapan matanya. “Ada apa Key?”
Sekali lagi ia tersenyum . Tersenyum getir lebih tepatnya.
“Aku tidak apa-apa.” Jawabnya dengan tenang. “Kenapa kau bertanya demikian?”
“Aku hanya tak tahu apa yang akan terjadi jika tak ada kau.” Aku diam sejenak. “Melihat amarah papa tadi, benar-benar membuat hatiku sakit.”
Mataku mulai memanas. Tapi aku masih mencoba melanjutkan kalimatku. “Tidak apa-apa jika papa selalu berteriak setiap hari. Asalkan ada kau, aku tahu aku akan baik-baik saja….”
Key diam saja tanpa menanggapi ucapanku.
“Kau akan selalu bersamaku kan Key?” tanyaku lagi. “Benar kan?”
Key tak mampu menjawab pertanyaanku, alisnya justru terlihat menurun.
“Please Key… tell me…” suaraku terdengar parau menahan genangan air yang bergumul memenuhi sudut kelopak mataku.
“Mianhe.” Ucap Key pelan. “Jeongmal mianhe…”
Aku tak percaya mendengar kata-kata yang baru saja ia ucapkan. Kata-kata itu sangat sederhana, namun artinya begitu mendalam. Seolah-olah Key akan meninggalkanku… tidak bersamaku lagi.
Bibirku bergetar dan tubuhku kaku menatapnya. Aku tak mampu mengeluarkan kata-kata untuk membalas ucapannya yang menyakitkan.
“Please Key…” aku menggenggam erat tangannya. “Jangan tinggalkan aku dalam keadaan seperti ini… kumohon…” ucapku akhirnya.
Bibir Key bergetar. Ia mencoba menutup matanya menahan tangis, namun air mata itu masih saja terlihat mengalir melalui sudut matanya kemudian membasahi pipinya yang mulus.
“Saranghaeyo Key… jeongmal saranghae…” mulutku seketika terkatup rapat sesaat setelah aku mengucapkannya. Kata-kata itu… akupun tak tahu mengapa bisa keluar dari bibirku. Hanya terlontar begitu saja.
Key membuka matanya kemudian menatapku. Kupikir dia pasti akan merasa aneh mendengar ucapanku barusan. Akupun tahu bahkan aku tak pantas mengucapkannya.
Namun sekarang… apapun akan kulakukan agar ia tetap tinggal disini bersamaku.
Key pun akhirnya merengkuh tubuh kecilku dan membenamkan dalam dadanya yang lapang. Terasa begitu hangat. Tapi entah kenapa justru semakin membuatku tak mampu berhenti menangis.
“Mianheyo Keysha…” dia menyebut namaku tidak seperti biasanya. “Semuanya akan baik-baik saja setelah aku pergi. Percayalah padaku…” suaranya kini terdengar parau.
Aku menggeleng keras. “Tidak! Aku hanya ingin bersamamu Key. Aku hanya ingin bersamamu!”
Key membelai lembut rambutku kemudian mengecup lembut puncak kepalaku. Sebuah senyuman terkembang di wajahnya ketika pelukan itu ia lepaskan.
Aku benar-benar membenci situasi ini. Seakan-akan hanya tangis yang mampu kulakukan sementara aku tahu kalau Key akan pergi.
Kenapa Key harus disaat seperti ini?
Aku tahu Key datang disaat yang sama sekali tak pernah kuduga. Tapi aku benar-benar tak ingin jika harus berakhir dengan cara seperti ini.
Disaat aku benar-benar membutuhkannya…
Disaat aku benar-benar mampu mengetahui perasaanku padanya…
Dan dia justru pergi. Begitu menyakitkan.
“Kumohon Key… kumohon…” pintaku segenap hati. Entah kenapa hatiku mengatakan waktu kami tinggal sedikit lagi.
Key tak mengeluarkan sepatah katapun. Dia hanya menatapku dengan ekspresi yang tak terbaca olehku. Benar-benar membuatku semakin takut akan kehilangan dirinya.
“Please key… Please don’t go. I wanna be with you…”
***
“Key!” teriakku begitu keras hingga suaraku menggema diseluruh ruangan.
“Keysha! Kau sudah sadar?” tanya mama yang duduk disampingku. Saat itu juga kulihat papa berlari keluar ruangan dan menyebut-nyebut nama dokter.
Tiba-tiba kepalaku berdenyut, rasanya sedikit sakit. Saat itu juga ingatanku kembali ketika tadi malam aku sempat bersitegang dengan papa soal keberadaan key. sampai akhirnya aku membentur meja dan mama menyebut-nyebut nama ambulance.
Sepintas pandanganku menyapu ke seluruh ruangan. Ini bukan kamarku! Ini bukan tempatku bersama Key tadi! Disini semuanya terlihat berwarna putih dan ada bau obat yang menyeruak menusuk hidungku.
Ini? Apa ini rumah sakit? Lalu dimana Key?
Jangan katakan kalau tadi aku hanya bermimpi!
-To Be Continue-
Wuaduh, Key kemana yah? Apa bener key mau beneran pergi dan ninggalin Keysha? Kalopun iya, kenapa musti pamitan lewat mimpinya Keysha ya?
Kasian juga nih nasib si echa alias keysha kalo ditinggalin ama abang Key. dia lagi sakit pula. Heummm…
Penasaran?
Hohoho, semuanya akan terjawab di part selanjutnya. Daannnnn~ author musti bilang kalo part selanjutnya adalah part yang terakhir.
Nasib Keysha dan keberadaan Key yang sebenarnya akan terkuak! *weleh2 bahasanya.
Terakhir, yang masih punya rasa kasihan sama author, jangan lupa komennya. Wkwkwkwk. Gomawo!