annyeonghaseo~
mianhamnida
victory part 14 ini telat lagi nongolnya T.T huks huks, maapin author yang
lemot ini yaa~
Happy reading!
Tittle :
Victory [Part 14]
Author :
Ichaa Ichez Lockets
Genre : Friendship, Romance.
Rating : T
Cast : Shin Hye Mi (Naya), Jung Eun
Sun, Janny Lee (Jane), Kumiko Chan, B1A4 member.
Length : Chaptered
Desclaimer : This story is originally mine and
inspired of many articles that I read. This is only a FICTION, my IMAGINATION
and the character is not real. Enjoy reading!
Asap tipis mengepul ketika setiap kali nafas itu dilepaskan.
Meski salju belum turun, namun udara diluar terasa begitu dingin.
Jinyoung
memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaketnya. Berkali-kali ia membuang nafas
untuk menahan udara yang sangat dingin.
Pukul 5 sore
tepat.
Jinyoung
kembali melirik jam yang melingkar di tangannya, ia baru sadar telah menunggu
selama 2 jam di halte depan dorm ini. Sudah berpuluh-puluh bus kota yang ia
lewatkan. Tubuhnya pun hampir mati rasa karena membeku. Bahkan dadanya terasa
sedikit sesak karena harus menghela udara dingin yang terasa begitu tipis.
‘Aku tahu
kau akan datang, Hye Mi.’ Ucap Jinyoung
dalam hati. ‘Kau pasti akan datang bukan?’
Dan
pertanyaan itu terjawab. Tak lama kemudian muncul sesosok gadis menggunakan
mantel berwarna merah tampak berlarian kecil melewati jalan setapak menuju
halte.
“Hye Mi?”
pekik Jinyoung tak melanjutkan ucapannya. Namja itu lalu bangkit.
Hye Mi yang
nafasnya masih terengah-engah langsung membungkuk. Ingin sekali rasanya meminta
maaf saat itu juga namun Hye Mi lebih dulu terkejut melihat wajah Jinyoung
memucat dengan hidung yang memerah.
Hye Mi jadi
merasa bersalah. Langsung ia gosok-gosokkan kedua tangannya dengan cepat
kemudian telapak tangan gadis itu menempel di pipi Jinyoung yang tirus. Dingin,
namun Jinyoung merasakan sebaliknya.
“Mianhe~”
ucap Hye Mi menatap Jinyoung dari jarak yang dekat. “Mianhe aku terlambat…”
Jinyoung
langsung meraih tangan Hye Mi dari pipinya, membuat Hye Mi sedikit terkejut
karena tangannya bersentuhan dengan tangan Jinyoung yang dingin.
“Gwenchana.
Yang penting sekarang kau sudah datang.” Ucap Jinyoung sambil tersenyum. “Aku
tahu kau pasti datang…”
Hye Mi
terhenyak sesaat melihat senyum tulus itu. Masih tampak cerah meski wajah Jinyoung
sedikit memutih.
Namun
lamunan Hye Mi seketika buyar ketika Jinyoung menggandeng tangannya memasuki
bus yang telah berhenti disamping mereka berdua. Jinyoung membiarkan Hye Mi
duduk didekat jendela sementara ia di sisi kirinya.
“Kita mau
kemana?” tanya Hye Mi penasaran.
“Kau akan
tahu nanti.” Ucap Jinyoung sambil mengeratkan syal yang melingkar di lehernya.
Syal abu-abu
itu… tentu saja Hye Mi tak mungkin melupakannya. Apalagi kalau bukan pemberian
Eun Sun. Dan sepertinya Jinyoung juga sangat menyukai syal abu-abu itu.
Bus yang
mereka tumpangi berjalan lambat membelah jalanan kota Seoul. Sesekali bus itu
berhenti di traffic light, sesekali pula berhenti untuk menaikturunkan
penumpang.
Setelah
kurang lebih perjalanan 20 menit, akhirnya bus itu berhenti disebuah halte yang
kemudian Jinyoung mengajak Hye Mi keluar.
Sungai Han.
Jinyoung mengajak Hye Mi ke sungai Han dan duduk disebuah bangku besi yang
terletak di tepinya. Hye Mi bisa melihat gedung-gedung bertingkat memenuhi kota
yang terletak tepat diseberang sungai. Hye Mi juga bisa melihat bayangan gedung
itu diatas sungai seperti sebuah cerminan di air. Ada pula jembatan megah yang
menghubungkan kedua sisi daratan dengan lampu-lampu berbagai warna menghiasi
bagian bawahnya. Sangat indah.
Pandangan
Hye Mi menebar bebas tanpa batas. Bukan lagi tembok-tembok gedung tempat ia
training maupun tempat ia tinggal selama ini. Melainkan pemandangan yang
tercetak seperti sebuah lukisan yang bisa Hye Mi temukan sejauh matanya
memandang.
“Apa kau
baru pertama kali kemari?” tanya Jinyoung pelan, tak mau mengusik lamunan Hye
Mi.
Hye Mi hanya
mengangguk lalu menoleh.
“Tunggu
sebentar lagi.”
“Eum?” alis
Hye Mi berkerut tak mengerti.
“Ah itu
dia.” Ucap Jinyoung akhirnya. “Lihatlah disana.” Lanjutnya lalu menunjuk
jembatan sungai Han yang berada disisi kiri mereka berdua.
Hye Mi pun
langsung mengalihkan pandangan ke arah yang Jinyoung tunjuk. Ternyata di bagian
bawah jembatan meluncur air yang membentuk barisan kemudian bergerak-gerak
seolah menari. Tarian itupun diiringi dengan berbagai macam warna lampu yang
membuatnya kian terlihat indah.
Hye Mi
terdiam karena takjub. Sesekali ia tertawa karena air yang meluncur itu
bergerak begitu cepat hingga pandangannya sendiri tak mampu mengikutinya.
“Jadi karena
ini kau membawaku kemari?” tanya Hye Mi sesaat setelah ‘pertunjukkan air’ itu
usai.
Jinyoung
mengangguk lalu tersenyum tanpa berkata lebih banyak lagi. Yang terdengar
berikutnya hanyalah suara riak-riak kecil yang dihasilkan air sungai serta
gesekan daun-daun yang bergerak tertiup angin.
“Uhh, disini
dingin sekali…” ucap Jinyoung memecah keheningan. Namja itu sudah menyimpan
kedua telapak tangan dibalik saku jaket nya, tapi masih saja ia merasa
kedinginan. “Mianhe karena aku telah membawamu ke tempat yang sangat dingin
seperti ini~” lanjutnya lalu menggosok kedua tangannya.
“Gwenchana.”
Jawab Hye Mi. “Aku suka tempat ini.” Lanjutnya tanpa melihat ke arah Jinyoung
dan justru menatap langit yang mulai berubah gelap.
“Kau sedang
melihat apa?” tanya Jinyoung ikut mendongak ke atas langit.
“Itu.” Hye
Mi menunjuk dengan ekor matanya.
“Bintang?”
“Mmm.”
“Kenapa
bintang?”
“Karena
hanya itu yang bisa kutemukan.” Ucap Hye Mi menggantung, membuat Jinyoung
mengerutkan dahinya.
“Disini aku
tak bisa menemukan tempat yang sama, orang yang sama, bahkan makanan yang sama
seperti apa yang ada di Indonesia.” Papar Hye Mi menjelaskan. “Dan hanya langit
serta bintang yang terlihat sama.”
Jinyoung
berfikir sejenak lalu tersenyum. Terlintas di pikirannya untuk ‘mengabulkan’ ucapan
Hye Mi itu, “Apa kau lapar?”
“Hum?”
Jinyoung
langsung tersenyum lalu meraih tangan Hye Mi. “Kajja!”
Mereka
berdua kembali menaiki bus menuju tempat berikutnya. Dan tempat itu adalah
sebuah jalan setapak yang ramai dan dipenuhi pertokoan disisi kanan dan
kirinya.
Myeongdong.
“Kita mau
makan dimana Jinyoung-shi?” tanya Hye Mi setelah lebih dari sepuluh menit
Jinyoung mengajaknya berkeliling. Lebih dari sepuluh menit pula dada Hye Mi
dibuat tidak karuan karena Jinyoung tak pernah melepaskan genggaman tangannya
dari Hye Mi.
“Ehm itu…”
tunjuk Hye Mi menghentikan langkahnya didepan sebuah toko aksesoris.
“Kau mau
membelinya?” tanya Jinyoung sedikit heran.
“Bukan aku.
Tapi kita.” Ucap Hye Mi yang berganti menarik tangan Jinyoung. “Kajja!”
Ternyata itu
adalah penutup telinga yang lebih mirip seperti sebuah headphone. Hye Mi
memasangkan yang warna abu-abu untuk Jinyoung kemudian ia memakai yang berwarna
merah muda. Tak lupa Hye Mi juga mengambil dua buah sarung tangan yang senada
dengan warna penutup telinga yang mereka pakai.
“Dengan
begini, kita tidak akan kedinginan.” Ucap Hye Mi tersenyum lebar. “Dan satu
lagi, biar aku yang bayar.”
Hye Mi pikir
meski ia tak bisa memberi Jinyoung syal seperti pemberian Eun Sun, setidaknya
ia bisa memberikan dua benda itu untuk Jinyoung.
“Dan
sekarang, kita mau makan dimana?” tanya Hye Mi setelah mereka berdua keluar
dari toko itu. “Aku tahu kau pasti juga sudah lapar bukan?”
Jinyoung pun
tertawa karena dugaan Hye Mi benar.
Akhirnya
karena tak mau menahan lapar lebih lama, mereka berdua makan di restaurant
terdekat. Padahal tadinya Jinyoung berniat ingin mengajak Hye Mi ke sebuah
restaurant internasional yang menghidangkan makanan khas Indonesia. Seingat
Jinyoung, restaurant itu ada di daerah sini, tapi dia tak mampu menemukannya.
Seusai
menghabiskan makan malam, mereka sempat kembali berkeliling sebelum akhirnya
memutuskan untuk kembali ke dorm tepat pukul 9 malam.
Hye Mi
meletakkan kepalanya di kaca jendela bus sambil melihat jalanan kota seoul di
malam hari. Saat itulah Hye Mi menyadari bahunya terasa berat. Ternyata
Jinyoung tengah tertidur di bahu yeoja itu. Jinyoung pasti kelelahan, Hye Mi
pikir. Ia pun hanya tersenyum,
membiarkan Jinyoung terlelap kemudian kembali menebar pandangannya ke
tepian jalanan kota seoul di malam itu.
“Apa kau
senang hari ini Hye Mi?” tanya Jinyoung saat mereka berdua tengah berjalan dari
halte menuju kembali ke dorm.
“Ne~” Hye Mi
mengangguk semangat. “Ini semua berkat kau Jinyoung-shi.” Lalu ia tersenyum.
Tiba-tiba
Hye Mi merasakan angin bertiup dan terasa begitu dingin melewati mereka berdua.
Disusul dengan butir-butir es tipis yang turun dari langit.
Ternyata salju mulai turun. Hye Mi
begitu girang mendongak ke atas langit sambil menengadahkan tangannya,
membiarkan butiran es itu tertampung disana dan perlahan membasahi jari-jarinya
yang beku. Ini benar-benar pengalaman yang baru bagi Hye Mi.
Sedangkan
Jinyoung yang berdiri tepat didepan Hye Mi justru terdiam. Tanpa ia sadari
tatapannya tak pernah ia lepaskan.
Melihat senyum Hye Mi, wajah lugu gadis
itu, seperti sebuah heroin merek tersendiri yang sulit untuk ia hindari.
“Jinyoung?”
tanya Hye Mi menyadari tatapan Jinyoung padanya. “Kenapa kau… melihatku seperti
itu?”
Jinyoung tak
menjawab. Justru semakin terbius dengan tatapan Hye Mi melalui kedua matanya
yang indah.
Keheningan
kembali menyerang. Sampai Hye Mi merasa dunia begitu bising dengan suara
jantungnya yang berdegup keras saat Jinyoung mulai mendekat.
Kejadian itu
benar-benar singkat, namun Hye Mi merasa itu adalah waktu yang paling lama yang
pernah ia lewati sebelumnya. Yang ia tahu, sekarang ia hanya mampu menatap
leher Jinyoung yang begitu dekat karena bibir namja itu tengah mengecup lembut
keningnya.
Tubuh Hye Mi
mendadak kaku. Matanya masih membola hingga senyum manis Jinyoung yang mampu ia
tangkap.
“Disini
dingin. Sebaiknya kita cepat masuk.” Ucap Jinyoung lalu memeluk Hye Mi dari
samping.
Hye Mi bisa
merasakan kedua pipinya memanas, mungkin berubah merah jika ia bisa berkaca
sekarang juga. Namun yang terjadi berikutnya justru terasa begitu kontras.
Terlambat
Hye Mi sadari, langkah Jinyoung semakin berat. Bahkan tubuh namja itu hampir
terhuyung jika saja Hye Mi tidak sigap meraihnya.
“Aigo Jinyoung-shi?!
Gwenchana??!” pekik Hye Mi terkejut.
Jinyoung tak
menjawab, justru memegang keningnya yang terasa panas.
Hye Mi
mendadak panik. Pandangannya menebar ke sekitar, berusaha menemukan seseorang
yang bisa membantunya.
Tubuh
Jinyoung panas tinggi. Namja itu demam. Karena Hye Mi tak mengetahui password
untuk memasuki dorm namja itu, akhirnya Hye Mi membawa Jinyoung ke dalam
dormnya dengan bantuan satpam yang berjaga didepan.
“Apa tidak
sebaiknya dibawa ke rumah sakit?” tanya Hye Mi takut kalau terjadi apa-apa.
“Aku akan
menghubungi dokter.” Jawab satpam itu. “Kau.. jagalah dia disini.”
Hye Mi
mengangguk cepat. Ia langsung mengambil selimut dan memasangkannya pada
Jinyoung yang tertidur lemas di tempat tidur gadis itu. Bibir Jinyoung tampak
bergetar menahan dingin. Wajahnya memutih dan matanya tertutup rapat. Membuat
Hye Mi khawatir keadaan akan semakin memburuk.
“Dia terkena
demam.” Ucap dokter yang memeriksa Jinyoung. “Kau tidak perlu membawanya ke
rumah sakit karena dia hanya memerlukan
obat yang sudah kutulis dalam resep ini. Dan satu lagi, jangan lupa untuk
menyalakan pemanas ruangan. Arasso?” lanjut dokter itu yang kemudian Hye Mi
balas dengan anggukan.
Hye Mi jadi
supersibuk. Tak hanya harus menebus obat ke apotik, gadis itu juga harus berkali-kali
ke dapur untuk mengambil beberapa peralatan, mulai dari air dingin untuk
mengompres, handuk, segelas air minum, serta pemanas ruangan seperti yang
dokter itu katakan. Ia juga sempat membangunkan Jinyoung sesaat untuk meminum
obat, tapi Jinyoung terlalu lemas jika harus tersadar terlalu lama.
Kini Hye Mi
hanya mampu terdiam menatap Jinyoung yang tertidur dengan sebuah handuk kecil
yang menempel di keningnya. Bibir namja itu masih saja memutih dengan wajah
yang tak kalah pucat. Seakan semangat yang sebelumnya senantiasa Jinyoung
berikan untuk Hye Mi perlahan hilang.
Hye Mi tahu benar jika saja ia datang
lebih cepat tadi sore… Jika saja ia tak perlu bimbang mengambil keputusan… Jika
saja… Pasti semuanya tidak akan berakhir seperti sekarang.
Tangan Hye
Mi bergetar meraih handuk dari kening Jinyoung yang berubah menjadi hangat. Ia
celupkan handuk itu ke dalam air dingin, kemudian memerasnya dan kembali
meletakkannya diatas kening Jinyoung yang panas. Namja itu tak bergeming. Masih
saja menutup kedua matanya rapat-rapat. Membuat Hye Mi semakin tak mampu
membendung kesedihannya.
“Jeongmal mianhe Jinyoung-shi.” Ucap Hye
Mi lalu menyembunyikan wajahnya diantara kedua tangan yang terlipat disisi
Jinyoung. “Jeongmal… Mianhe…” hanya suara isak tangis yang kemudian terdengar.
***
Udara pagi
yang dingin menyapa tubuh Hye Mi yang tampak begitu lelah karena semalaman
tidak istirahat. Perlahan Hye Mi membuka kedua matanya yang terasa berat,
kemudian samar-samar ia melihat sinar matahari menerangi kamar lewat jendela
kaca dengan korden yang terbuka lebar.
Hye Mi
sempat berfikir sejenak sampai akhirnya menyadari ternyata ia sudah berada
diatas tempat tidur sekarang.
“Jinyoung?”
panggil gadis itu lalu bangkit.
Jinyoung tak
ada disana. Benar-benar tak ada. Hanya ada sebuah coretan diatas kertas putih
yang ia tinggalkan.
“Maaf aku
pergi tanpa pamit. Tapi bus yang menuju Cheongju harus berangkat pukul 8 pagi…”
Hye Mi
langsung mencari-cari jam dinding. Sekarang sudah pukul 10 lebih sedikit. Ia
hanya mampu membuang nafasnya karena kecewa.
“…Aku
baik-baik saja. Maaf tadi malam telah membuatmu khawatir. Sampai ketemu tahun
depan! Hwaiting untuk hari-hari latihan koreomu besok. Annyeong~”
Sangat
singkat. Tapi cukup membuat Hye Mi lega. Dan sekarang Hye Mi tahu bahwa
‘liburan yang sebenarnya’ akan segera datang.
***
Seperti yang
telah direncanakan sebelumnya, kini setiap hari Hye Mi menyibukkan diri dengan
berlatih, mengejar ‘waktu luang’ yang sebelumnya ia tinggalkan. Di pagi hari,
Miss Hyun akan memberi koreo privat untuk Hye Mi. sedangkan disore hari sampai
malam Hye Mi berlatih seorang diri. Terkadang tak hanya koreo, namun ia juga
rajin melatih suara serta kemampuannya bermain piano. Dengan begini, Hye Mi
pikir ia tidak akan ketinggalan satu langkah, namun ia berharap justru bisa
lebih maju dua langkah.
Tak jauh
berbeda dengan hari ini, hari terakhir sebelum berganti tahun. Setelah berlatih
sampai sore tadi, Hye Mi langsung kembali ke dorm dan tampak memainkan
laptopnya. Ternyata ada sebuah email dari sahabat jauhnya, Renata.
Dear Naya,
Nay aku
kangeeennn… kapan kau kembali? Uh, kau sangat kejam, bahkan disaat trainee lain
pulang kerumah untuk merayakan tahun baru, kau masih saja sibuk dengan latihan.
Disini kami
semua sangat merindukanmu, kau tahu?
Lalu
bagaimana kabarmu disana? Apa kau tidak kesepian?
Aku disini
masih melakukan banyak hal yang membosankan. Aku benar-benar ingin bertemu
denganmu dan mendengar semua pengalamanmu disana. Pasti sangat menyenangkan!
Aku akan
menunggumu Nay! Sampai jumpa nanti saat kau sudah jadi artis! Kekeke. Oh iya,
selamat tahun baruuu! Bye~
Renata
Hye Mi
tersenyum membaca email itu. Ternyata sahabatnya yang satu ini tidak berubah,
masih saja sosok Renata yang ceplas ceplos yang dulu pernah ia kenal. Jika saja
Renata ada disini, pasti semuanya akan terasa lebih mudah.
‘Send’
Setelah Hye
Mi membalas email Renata, ia sempat berfikir sejenak sampai akhirnya yeoja itu
meraih dompet, kamera Polaroid, jaket, sarung tangan, tas serta peralatan lain
yang perlu ia bawa untuk bepergian.
Yap. Hye Mi
memutuskan untuk menghabiskan malam tahun barunya dengan berjalan-jalan
mengelilingi kota Seoul.
Tempat
pertama yang jadi ‘sasaran’ Hye Mi adalah Apgujeong-dong Street, Beverly Hills
nya Korea. Disana banyak sekali orang berlalu lalang melewati jalan setapak
diatara deretan toko yang berjajar rapi. Tempat ini hampir mirip dengan
Myeongdong yang Hye Mi kunjungi bersama Jinyoung waktu itu. Tapi karena mungkin
sekarang adalah malam tahun baru, disini terlihat jauh lebih ramai.
Hye Mi
berjalan pelan menyusuri jalanan Apgujeong-dong. Terasa begitu ramai, namun
gadis itu justru merasakan sebaliknya. Ia tebar pandangan kesekelilingnya, hampir
semua pasangan muda yang berada disana. Andai Jinyoung ada disini, pasti Hye Mi
tidak akan merasa kesepian seperti sekarang.
Setelah
kurang lebih 2 jam Hye Mi melihat lihat, gadis itu kembali menaiki bus menuju
Lotte World. Ia ingin mengunjungi tempat itu dan berkeliling disana, mencoba
menemukan apa saja yang orang korea lakukan di malam tahun baru.
Namun sudah
lebih dari 30 menit Hye Mi berada didalam bus, gadis itu tak juga menemukan
tempat yang ia cari. Didalam peta, seharusnya kurang dari 15 menit bus ini akan
sampai. Tapi bus yang Hye Mi tumpangi tak juga berhenti di halte sekitar Lotte
World.
Akhirnya Hye
Mi memutuskan untuk turun. Ia tahu ia sedang tersesat sekarang. Hye Mi sempat
melihat ke daerah asing di sekitarnya, sampai ia menemukan sebuah supermarket
didekat tempat ia berdiri. Setelah membeli dua buah roti serta satu kaleng
susu, Hye Mi bergegas ke kasir untuk membayar sekaligus bertanya dimana ia
berada sekarang.
“Oh maaf.
Mesin kami sedang rusak, jadi sementara kami tidak menerima kartu kredit. Apa
ada uang cash?” tanya kasir itu pada sebuah pelanggan. Bukan Hye Mi, melainkan
seorang pria yang berada tepat didepan Hye Mi sekarang. Karena ada sedikit
masalah, Hye Mi jadi harus mengantri lebih lama.
“Uh tapi aku
sedang tidak membawa uang cash.” Ucap namja itu. “Coba kau gunakan kartu
kreditku yang ini.” Lanjutnya menyerahkan kartu kredit lain. Tampaknya pria ini
benar-benar kaya, karena bahkan itu adalah kartu kredit ke 4 yang ia serahkan.
Hye Mi jadi
tidak sabar karena terlalu lama menunggu. Lagipula kasir itu juga sudah tampak
benar-benar kebingungan menghadapi pelanggan yang tak mau menyerah itu. Setelah
memastikan hanya 2 botol minuman isotonic yang dibeli pria itu, akhirnya Hye Mi
mengeluarkan dua lembar uang 10 ribu won dari dalam dompetnya.
“Tolong
jadikan satu.” Ucap Hye Mi pada kasir itu. “Hitung belanjaan kami berdua. Biar
aku yang membayarnya.”
Sang kasir
serta pria itu langsung menoleh bingung.
“Oh ani~ Aku
tak ingin berhutang padamu.” Ucap pria itu menolak.
Hye Mi tak
menjawab, justru memperhatikan layar computer kasir yang tertera harga total
disana. 12 ribu won. Untung saja uang Hye Mi tidak kurang.
“Gwenchana.”
Jawab Hye Mi akhirnya. “Anggap saja ini sebagai…”
Hye Mi tak
melanjutkan ucapannya. Gadis itu tiba-tiba terdiam dengan kedua mata yang
melolot lebar karena tak percaya.
Baru
sekarang Hye Mi melihat wajah namja itu dengan jelas, dan saat itulah Hye Mi
baru menyadarinya.
Pipi yang
tirus, bibir tipis, rambut kecoklatan dan hidung yang mancung. Meski pria itu
mengenakan sebuah kacamata hitam besar, namun tidak mungkin Hye Mi tidak
mengenalinya.
“Kau…”
ucapnya tercekat. “Key?!?”
-To
Be Continue-
OMO~
itu beneran Key??? Apa aku salah tulis ya? Kekekeke. Engga kog, aku ngga salah
tulis :p itu beneran Key SHINee a.k.a suamiku yang paling ganteng. Wkwkwk
Terus
gimana ya pertemuan Hye Mi dengan Key? Apa Key mau menerima begitu saja
‘traktiran’ Hye Mi (?) atau dia akan menolak?
Dan
gimana juga ya dengan hubungan JinMi alias Jinyoung-Hye Mi? *maksain banget ya
nama couplenya xD Apa hubungan mereka bakal berlanjut?
Tunggu victory part 15 yang sepertinya bakal
balik lagi ke jadwal lama, yaitu ngepost tiap hari sabtu. Soalnya hari2 biasa
musti kuliah T.T *plak! sok sibuk.
Terakhir,
gomawo buat yang udah RCL. Annyeong~