Annyeonghaseo~~
Sesuai dengan janji saya kemarin, hari ini posting part 1 yeyeye~
Bagi yang belum baca prolog, bisa langsung buka disini ya.
Langsung saja... cekidot~~
Tittle : Serenity [Part 1]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwoo,
Kang Daniel.
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
Siang
itu sudut jalanan Gwangjin-gu yang berada tepat di tepi utara sungai Han ujung
timur kota Seoul padat dengan aktifitas warga yang tampak sibuk. Sebagian besar
dari mereka merupakan pekerja dan mahasiswa yang tengah mengambil waktu break
makan siang, sebagian lagi warga sekitar yang tampak menjalani rutinitas harian.
Tepat
di salah satu halte Gwangjin-gu berhenti sebuah bus berwarna biru dengan
jurusan stasiun Seoul. Begitu pintu bus terbuka, para penumpang didalamnya
mulai berhamburan keluar, bergantikan dengan penumpang lain yang kemudian
masuk.
Salah
satu dari mereka terlihat turun sembari membawa sebuah koper yang cukup besar dengan
dua roda kecil di bawahnya. Sosok itu sempat berhenti sejenak disana, mengecek
sebuah alamat yang tertera dalam ponselnya untuk memastikan kali ini ia sudah
benar-benar sampai di tempat tujuan.
Shin
Jihyun. Gadis dengan sweater biru cerah yang dipadukan dengan kaos putih dan
celana jeans itu berasal dari Jeonju. Ia pergi ke Seoul untuk mencari dimana
letak apartemen yang sudah ia pesan melalui aplikasi online sekaligus memulai
kehidupannya disana.
Minggu
lalu Jihyun resmi diterima di sebuah perusahaan broadcasting televisi ternama
di korea. Yeoja itu tidak menyangka bahwa ia memiliki cukup kualifikasi untuk diterima
disana hanya berselang beberapa hari sejak ia dinyatakan lulus dari tempat
kuliahnya. Meskipun Jihyun bukan lulusan Universitas ternama, namun ia
merupakan mahasiswa cumlaude dengan hasil yang memuaskan. Tidak salah jika
Jihyun bisa mendapatkan pekerjaan dengan sekali percobaan.
One
Apartement, Hwayang-dong No. 258, Gwangjin-gu, Seoul.
Jihyun
mencocokan alamat dalam ponselnya sambil melihat lingkungan di sekitar. Sesuai
dengan navigasi yang ia ikuti, terlihat sebuah area taman yang cukup luas tidak
jauh dari halte tempat Jihyun turun tadi. Ia langsung tersenyum saat menemukan
apartemen yang ia cari berada tepat disamping taman itu.
One
Apartemen memang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan apartemen lain yang
ada dilingkungan Hwayang-dong. Gedung ini hanya memiliki 8 lantai dengan cat
berwarna putih tulang yang dipadukan dengan light slate gray untuk setiap
pinggiran jendelanya. Jika kita naik ke atas, maka akan disuguhkan pemandangan
sungai Han yang berada di belakang gedung. Dan tepat disamping gedung terdapat
taman yang Jihyun temukan tadi, berbatasan langsung dengan sungai Han dan jalan
raya disisi utaranya. Jihyun pikir apartemen ini memiliki lokasi yang cukup
strategis, bisa dipastikan nanti ia tidak akan bosan meskipun hidup sendirian
di Seoul.
“Yang
ini adalah milikmu,” Seorang ahjumma menunjuk sebuah pintu berwarna abu-abu
dengan nomor 805. Beliau kemudian menekan password sebelum akhirnya membuka
apartemen itu dan mempersilakan Jihyun masuk.
Sama seperti foto yang Jihyun temukan di
website, apartemen itu cukup sederhana dengan hanya memiliki satu ruangan besar
didalamnya. Dalam ruangan itupun sudah termasuk, kamar tidur, dapur, dan ruang
tengah tanpa sekat sama sekali. Hanya kamar mandi dan balkon yang terpisah. Jihyun
sering menemukan design apartemen semacam ini dalam drama korea kesayangannya.
Oleh karena itu ia ingin mencoba untuk tinggal disana setidaknya satu kali.
“Untuk
tagihan listrik dan juga air biasanya akan kami informasikan setiap akhir
bulan. Kau bisa membayarnya maksimal di awal bulan berikutnya bersamaan dengan
uang sewa bulanan.” Ucap ahjumma itu sambil menarik korden lalu membuka pintu
balkon. Beliau lantas tersenyum saat menyadari bahwa Jihyun tidak memberikan
respon karena asik mengamati ruangan apartemen yang akan menjadi tempat
tinggalnya.
“Bagaimana?
Apa kau menyukainya?”
Jihyun
yang tengah membuka pintu kamar mandi langsung terkesiap. “Ah ne! aku
menyukainya.”
Selain
memiliki design yang sederhana, apartemen ini juga cukup bersih. Bahkan Jihyun
tidak perlu membeli perabotan besar seperti tempat tidur, lemari dan kulkas
karena semua sudah tersedia disana.
“Kalau
begitu, aku pergi dulu agashi.” Pamit pemilik apartemen itu pada Jihyun. “Jika
kau membutuhkan sesuatu, kau bisa menghubungi nomorku yang kemarin.”
Jihyun
mengangguk, “Ne, gamsahamnida ahjumma.”
***
Ting…tong!
Tak
ada suara.
Tiinggg….tong!
Masih
tak ada suara.
Tiiiiingg…toooong!
“Ah
sebentar!” Jihyun yang baru saja bangun dari tidurnya langsung bangkit dengan
malas menuju pintu. Ia tidak terlalu yakin sejak kapan ia tertidur, tapi
setelah mengecek jam dari ponsel yang ia letakkan diatas meja ternyata sekarang
sudah pukul 4 sore. Rupanya sudah 3 jam lebih Jihyun merebahkan tubuhnya diatas
kasur tanpa sprei itu.
“Nona
Jihyun?” seseorang dengan seragam berwarna oranye dan topi abu-abu menyapa
Jihyun ketika membuka pintu.
Jihyun
mengangguk sambil mengucek matanya. ‘Ah… paketnya sudah datang!’ batin yeoja
itu kemudian menandatangani surat yang disodorkan kurir paket kepadanya.
Tepat
setelah kurir itu pergi, Jihyun justru hanya berdiri mematung didepan pintu. Ia
tidak menyangka barang-barang yang dikirimkan orang tuanya dari Jeonju akan
sebanyak ini, padahal tadi pagi sebelum berangkat Jihyun yakin bahwa ia tidak
mempersiapkan kotak-kotak kardus besar. Hanya beberapa kardus berisi barang
yang tidak bisa ia bawa menggunakan koper.
Karena
tak ada pilihan lain, akhirnya Jihyun pun memindahkan barang itu satu persatu.
Cukup banyak sampai kardus-kardus itu hampir saja menutupi pintu apartemen disebelahnya.
Jihyun jadi penasaran apa saja isi kardus-kardus ini karena ia tidak yakin bisa
menyimpan semuanya disana.
Gadis
itu mulai membuka dari kardus yang paling besar. Ia cukup terkejut saat melihat
isinya adalah sebuah mesin cuci. Aigoo… sepertinya kekhawatiran ummanya sangat
berlebihan sampai-sampai mesin cuci juga ikut dikirimkan jauh-jauh dari Yeonju.
Kardus
kedua adalah televisi, kemudian rak sepatu, rak jemuran, rak tempat sabun kamar
mandi, satu set sprei aneka warna, boneka kesayangan Jihyun, laptop, baju-baju,
sampai box berisi persediaan makanan.
‘Oke…
gamsahamnida umma.’ Batin Jihyun pasrah menerima semua paket itu.
Akhirnya
tertinggal satu kotak lagi. Jihyun membuka kotak itu sembarangan karena ia
sudah cukup lelah dengan puluhan kardus-kardus besar sebelumnya. Namun saat
melihat isinya, Jihyun spontan melempar kotak itu sampai benda di dalamnya jatuh
berserakan di lantai.
“Akk!!”
Satu set pakaian dalam pria aneka warna menyambut teriakan Jihyun yang histeris.
“Apa itu?!?” ia melirik horror dan mengibas-ibaskan tangannya seolah-olah baru
saja memegang benda asing dari planet lain.
“Ba…bagaimana
benda itu ada disini?” Jihyun menutup matanya kemudian bangkit. Takut-takut ia
meraih sebuah hanger dan mengaitkan box berisi pakaian dalam itu untuk membaca
nama yang tertera disana.
Kang
Daniel.
Jihyun
langsung terduduk lemas saat membaca alamat lengkap yang tertera di kotak itu
meskipun sebagian telah sobek. One Apartement, No 806, Hwayang-dong 258,
Gwangjin-gu, Seoul. Sama persis seperti alamat apartemen milik Jihyun, hanya
berbeda satu angka di nomor pintu. Sudah pasti kotak paket ini dikirimkan untuk
tetangga sebelah Jihyun, tapi kini justru berakhir dengan mengenaskan karena ia
tidak sengaja mengambil sekaligus membukanya dengan sembarangan.
Dan kini yang bisa Jihyun lakukan
hanya menunggu. Ia sudah mencoba membunyikan bell untuk mengembalikan paket itu,
namun sepertinya sang pemilik sedang tidak ada didalam.
Jihyun
duduk di depan pintu apartemen 806 sambil menunduk. Ia menyilangkan kedua
tangan di lutut dengan sebuah kotak berwarna coklat disampingnya yang sudah tidak
lagi berbentuk. Yeoja itu terkesiap ketika menyadari lampu koridor apartemen
mulai dinyalakan. Ia sampai tidak sadar kalau langit sudah berubah gelap karena
sibuk menunggu.
Tak
lama kemudian terdengar sayup derap langkah dari kejauhan. Jihyun lantas
bangkit saat mengetahui seseorang yang baru saja datang berhenti tepat di
dekatnya. Namja dengan kemeja kotak-kotak merah-hitam berlapis kaos putih itu
sempat terlihat bingung dengan kehadiran Jihyun. Tapi kemudian ia membalas
dengan ramah sapaan Jihyun meskipun ini pertamakalinya mereka bertemu.
“Kau…
apakah kau bernama Kang Daniel?”
“Ah
ne.” Jawabnya singkat. “Ada apa?”
Jihyun
diam sejenak, melirik ke arah kotak paket yang sudah ia bungkus kembali
menggunakan plester–meskipun tidak utuh seperti semula. Ragu-ragu Jihyun
menyodorkan kotak itu pada namja yang berdiri didepannya.
“Ini…apakah
paket ini… milikmu?”
Bola
mata Jihyun berputar ke arah namja dengan tinggi badan yang jauh darinya itu. Tapi
yang dituju justru sibuk memutar-mutar kotak yang sebagian kertasnya sudah
tersobek karena perbuatan Jihyun.
“Jeo...jeosonghamnida.”
Aku Jihyun akhirnya. “Aku tidak sengaja mengambil kotak milikmu karena kupikir itu
adalah salah satu dari paket yang kuterima, tapi ternyata bukan.” Ia tampak
menyesal.
Namja
bernama Kang Daniel itu tidak langsung bereaksi, hanya menaikan alis diatas
matanya yang sipit sambil membalas tatapan Jihyun.
“Itu…
tadi… karena aku baru saja pindah di apartemen sebelah jadi kotak paket yang
kuterima banyak sekali. Aku tidak tahu kalau ternyata salah satunya adalah
milikmu, jadi aku membukanya asal-asalan. Maafkan aku…”
“Kau
pasti terkejut saat melihat isi kotak ini kan?” Tanya Daniel kemudian tertawa,
bahu lebarnya bergerak naik turun.
“Hm?”
“Kalau
begitu terimakasih.”
Jihyun
masih diam.
“Ah…
perkenalkan namaku Kang Daniel.” Ucap Daniel sambil membungkukkan badannya. “Karena
mulai sekarang kita akan menjadi tetangga, bolehkah aku tahu namamu?”
Terlepas
dari dandannya yang tampak nyeleneh dengan rambut blonde dan celana jeans robek
di bagian lutut, ternyata sosok Daniel jauh lebih sopan dari yang Jihyun kira.
Sejak pertamakali muncul, namja itu selalu berujar pelan dengan kalimat yang
formal.
Sepertinya
pemikiran Jihyun mengenai warga Seoul yang sombong dan angkuh tidak selamanya
benar. Terbukti sekarang Jihyun bertemu
dengan orang pertama yang nantinya mungkin bisa ia jadikan teman untuk mengisi
hari-harinya selama hidup sendirian disana.
“Jihyun
imnida.” Balas Jihyun sambil tersenyum. “Senang bertemu denganmu Kang Daniel.”
-To Be Continue-
No comments:
Post a Comment