Saturday, 15 October 2011

FF SHINee : Beautiful Destiny [Part 1]


xixixixi, FF ini terinspirasi dari sebuah mimpi gajeku di pagi harii. *ketauan kalo bangunnya siang #plak!
jadi setelah bangun tidur langsung cari kertas sama pulpen terus nulis yang baru saja terjadi (?) setelah di edit-edit dikit akhirnya lahirlah FF ini. kekekekek
yasudah, daripada ntar nambah penasaran, langsung aja cekidoooottt~



Tittle                : Beautiful Destiny [Part 1]
Author             : Ichaa Ichez Lockets
Genre              : Angst, Romance, Family, Tragedy.
Rating             : T
Cast                 : Kang YooSun, Kang Raesun, Choi Minho.
Length             : Two Shoot
Desclaimer      : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!

            Malam itu, menggunakan jas hitam tanpa kancing dipadu dengan kaos santai berwarna putih, Minho tampak tidak sabar menunggu Yoosun, kekasihnya yang tengah berdandan. Sesekali Minho melirik jam tangan silver yang melingkar di tangannya, pukul 7 lebih dua puluh menit. Sudah sekitar dua puluh menit orang tua Minho menunggu di restaurant, pasti mereka benar-benar tidak sabar sekarang.
            Ya, malam ini orang tua Minho dan orang tua Yoosun berencana untuk saling bertemu dan membicarakan mengenai tanggal pertunangan anak mereka. Minho bermaksud menjemput Yoosun serta kedua orang tuanya kemudian mengajak mereka ke restaurant dimana kedua orang tua Minho telah menunggu disana. Semuanya telah direncanakan. Perjodohan ini pun telah disiapkan sejak kedua orang tua Minho serta orang tua Yoosun menjalin kerjasama pekerjaan. Cerita klasik. Persis seperti yang Minho temui di dalam film. Namun sayangnya cerita itu harus hadir dalam kehidupannya sekarang.
            Minho memasukkan tangan kedalam sakunya sambil bersandar pada pintu mobil. Ia perhatikan rumah Yoosun yang terpampang dihadapannya terlihat sangat megah, bergaya eropa dengan cat berwarna putih tulang.
            Tapi tiba-tiba Minho melihat sesuatu tepat di jendela ruangan pojok kanan lantai dua. Korden jendela itu tersingkap sedikit dan seperti ada yang mengintip dari dalam. Minho langsung menegakkan badannya lebih memperhatikan, namun secepat kilat korden itu kembali tertutup sebelum Minho memastikan siapa yang berada didalamnya.
            “Chagiyaa~ kami sudah siap.” Ucap Yoosun yang (seperti biasa) tanpa rasa berdosa. “Ayo berangkat.” Ajaknya lalu meminta Minho membukakan pintu depan, kemudian Minho juga membukakan pintu belakang mobil dan mempersilakan orang tua Yoosun untuk masuk.
            Dan akhirnya mereka benar-benar pergi meninggalkan halaman luas rumah Yoosun dengan tembok pagar yang tinggi sementara Minho masih terpikir akan sesuatu yang ia lihat tadi.
***
            “Yoosun, ruangan apa yang terletak di sisi kanan lantai dua rumahmu?” tanya Minho ketika mereka berdua tengah makan siang di sebuah kedai.
             “Oh itu gudang. Isinya barang-barang yang sudah tidak terpakai.” Jawab Yoosun kemudian memasukkan sedikit salad kedalam mulutnya.
            “Tapi kemarin aku melihat ada seseorang mengintip dari sana.” Minho semakin penasaran. Membuat Yoosun tertawa kecil.
            “Kau ini ada-ada saja chagi, tidak mungkin ada seseorang yang tinggal di tempat seperti itu.” Yoosun menggeleng-gelengkan kepalanya, mengira Minho hanya bercanda. “Sudah hampir jam 2. Sepertinya aku harus segera pergi ke kampus, tapi sebelumnya tolong antarkan aku kembali ke rumah sebentar untuk mengambil tugas yang tertinggal disana.”
            Minho yang masih ingin bertanya lagi hanya bisa pasrah mengambil kunci dari atas meja kemudian membayar pesanan sebelum akhirnya mengantarkan ‘tuan putri’nya ini kembali ke rumah.
            Dengan posisi yang sama persis dengan kemarin, Minho mengamati jendela ruangan yang Yoosun sebut dengan ‘gudang’ itu. Dua buah jendela besar beserta balkon yang ada tepat didepannya, sepertinya tempat itu terlalu bagus jika hanya dijadikan untuk gudang tempat barang-barang yang tidak terpakai.
            “Aigoo~ sepertinya kau tidak percaya padaku huh?” ucap Yoosun yang menangkap basah Minho sedang mengamati jendela salah satu ruang di rumahnya. “Sekarang coba lihat, apa ada seseorang mengintip seperti yang kau lihat kemarin?”
            Minho kembali melihat ke arah korden itu. Sama sekali tak bergerak.
Tapi Minho yakin benar, penglihatannya kemarin tidak mungkin salah.
***
            Hari jumat pukul 5 sore, seusai Minho pulang dari kampus saatnya menjemput Yoosun dari tempat kursus pianonya. Semenjak menjadi kekasih Yoosun, Minho lebih sering merasa diperlakukan sebagai asisten atau supir ketimbang kekasih. Tentu saja Minho tidak suka diperlakukan seperti itu, sayangnya Minho tak punya pilihan.
            “Besok jam 9 pagi jangan lupa jemput aku lagi ya chagi?” ucap Yoosun ketika mereka tiba dirumah. “Bye.” Pamitnya singkat kemudian masuk kedalam tanpa menunggu mobil Minho menghilang lebih dahulu dari halaman rumahnya.
            Setelah Yoosun masuk, Minho tak langsung kembali kedalam mobilnya justru kembali mengamati ruang yang selalu membuat ia penasaran itu.
            “Ahjussi, bisakah aku minta tolong padamu?” ucap Minho pada satpam yang berjaga didepan.
            “Oh ada apa tuan muda?” tanyanya menghormati Minho yang akan menjadi ‘calon’ tuan mudanya.
            “Sepertinya mobilku mengalami sedikit masalah dengan mesinnya. Aku khawatir akan terjadi sesuatu di jalan. Jadi bisakah kau membawanya ke bengkel yang ada disekitar sini?” jelas Minho panjang lebar.
            “Oh ne~ tentu saja tuan.” Ucap satpam itu tak sanggup menolak.
            “Ini kuncinya dan ini kartu kreditku. Kau bisa menggunakannya untuk membeli apapun yang kau mau. Dan surat-surat lain ada didalam mobil.” Minho menunjuk mobilnya yang terparkir didepan teras rumah megah itu. “Gamsahamnida atas bantuannya ahjussi. Aku akan menunggumu.”
            Satpam itu mengangguk lalu menerima barang yang Minho serahkan. Tak lama kemudian mobil Minho yang ditumpangi satpam itu meninggalkan pelataran rumah Yoosun yang megah.
            Bingo! Usaha Minho untuk membuat satpam itu pergi akhirnya berhasil. Ia tahu benar kalau masih sore seperti ini hanya ada satu satpam yang berjaga diluar. Sementara pekerja yang lain serta Yoosun juga jarang ada yang pergi keluar. Dan satu lagi, beruntung dirumah semegah ini CCTV hanya dipasang didalam.
            Ini membuka jalan Minho untuk memasuki ruang itu dan menjawab rasa penasarannya.
            Dengan cekatan Minho mulai memanjat kayu tempat merambat tanaman yang terpasang di dinding sebagai pengganti tangga baginya. Ketika sampai diatas, Minho berhasil meraih gagang balkon kemudian melompat ke bagian dalam. Kini Minho sudah diatas balkon menghadap jendela yang tertutup korden putih.
            Minho mengetuk sekali. Tak ada jawaban.
            Minho kembali mengetuk kaca itu untuk yang kedua kalinya. Tetap tak ada jawaban.
            “Annyeonghaseo, apa ada orang didalam?” ucap Minho pelan namun ia mencoba mendekat ke jendela agar orang yang ada didalam mampu mendengarnya.
            Tapi lagi-lagi tak ada jawaban.
            Akhirnya Minho memutuskan untuk masuk. Dan ternyata jendela itu tak terkunci. Saat korden tersibak, Minho langsung terkejut melihat isi ruangan itu.
            Dugaan Minho benar, jelas sekali ini bukan gudang. Tapi lebih mirip dengan sebuah kamar. Kamar dengan tembok yang penuh dengan kertas berisi tulisan yang hanya mampu Minho lihat sepintas.
            Namun bukan itu yang menjadi perhatian Minho sekarang, melainkan seseorang yang ada didalamnya. Seorang gadis yang tengah meringkuk di sudut ruangan sambil memeluk lututnya.
            “Oh hei..” sapa Minho sambil berjalan mendekat.
            Yeoja itu semakin merapatkan tubuhnya di tembok, membuat Minho berhenti melangkah.
            “Maaf jika aku membuatmu takut. Tapi percayalah aku tidak akan menyakitimu.” Minho berusaha meyakinkan yeoja itu, karena kenyataannya dia memang tak memiliki niat buruk.
            Yeoja itu diam. Masih meringkuk, menyembunyikan wajah diantara kedua lututnya.
            “Aku kemari hanya untuk memastikan bahwa benar-benar ada seseorang yang tinggal di tempat ini. Ya hanya memastikan, itu saja. Sama sekali tak ada niat jahat. Kau bisa mempercayaiku.” Ucap Minho lagi, dan yeoja itu masih tak bereaksi. Bahkan tubuhnya tampak bergetar karena takut.
            Minho jadi merasa iba melihatnya, pasti ada sesuatu yang membuat yeoja itu sengaja ‘disembunyikan’ disini. Lagipula bisa Minho lihat, meski rambutnya yang panjang itu terikat rapi dan bajunya terlihat bersih, namun tubuh yeoja itu tampak kurus dengan kulit yang sedikit kemerahan karena tak pernah terkena sinar matahari.
            “Eum, siapa namamu?” tanya Minho pelan. Kali ini ia mulai duduk dilantai, berjarak 2 meter dari gadis itu.
            Tak ada jawaban.
            “Kenapa kau bisa ada disini?”
            Masih tak ada jawaban.
            “Ehm, apa semua kertas di tembok ini kau yang menulisnya?”
            Lagi-lagi tak ada jawaban.
            “Sepertinya kau memang tidak menyukaiku.” Ucap Minho akhirnya menyerah. “Jika memang demikian, sebaiknya aku pergi sekarang juga.”
            Minho langsung bangkit, tapi perlahan yeoja itu mulai mengangkat wajahnya. Membuat Minho seketika terperanjat.
            “Astaga?!? Kau?!” pekik Minho terkejut.
            Yeoja itu langsung kembali menyembunyikan wajahnya melihat reaksi Minho.
            “Oh ani, mianhe, aku tak bermaksud membuatmu marah… hanya saja…” Minho menggantungkan kalimatnya. Tak mau membuat yeoja itu merasa tidak nyaman.
            Yeoja itu lagi-lagi diam, membuat Minho tidak enak karena sudah bersikap berlebihan.
            “Mianhe kalau membuatmu terkejut. Aku tidak sengaja.” Ucap Minho lagi. “Tapi wajahmu mirip sekali dengan… Yoosun.” Lanjutnya sedikit tak yakin.
            Mendengar ucapan Minho, akhirnya yeoja itu kembali mendongak memperlihatkan wajahnya. Dan dugaan Minho benar, mereka berdua benar-benar mirip. Ah tidak, mereka kembar! Tapi yeoja didepan Minho ini memiliki wajah yang lesu dan sedikit kurus.
            Minho terdiam mengamati yeoja itu sejenak. Saat tatapan mereka bertemu, Minho langsung mengalihkan pandangannya menghindari agar yeoja itu tidak kembali menyembunyikan wajahnya.
            Tapi anehnya yeoja itu justru mengambil sebuah buku catatan beserta sebuah pena, kemudian menuliskan sesuatu disana dan menunjukkannya pada Minho.
            Apa kau tunangan Yoosun?
            Minho sedikit memiringkan kepalanya, berfikir. Mungkin saja yeoja itu memang tak sanggup berbicara atau tak terbiasa dengan orang asing. Sepertinya ia lebih memilih menuliskan sesuatu agar lebih mudah berkomunikasi dengan mereka. Minho tak tahu pasti dan tak ingin menanyakannya.
Akhirnya hanya sebuah anggukan yang Minho perlihatkan untuk menjawab pertanyaan itu.
            “Lalu kau? Kenapa kau ada disini? Kau dan Yoosun saudara kembar bukan?” tanya Minho lagi.
            Yeoja itu hanya menunduk memandangi buku catatan yang ada dipangkuannya. Mungkin kalimat Minho kembali menyakiti perasaannya.
            “Oh mianhe, lagi-lagi pertanyaanku salah…”
            Tak ada reaksi. Tapi tak lama kemudian dia menulis lagi.
            Kau sudah terlalu lama disini. Sebaiknya kau pergi.
            Minho menatap tulisan itu sejenak lalu tersenyum. “Baiklah aku akan pergi. Tapi kupikir lain kali aku akan kembali.” Ucapnya bangkit kemudian berjalan mendekati jendela. “Oh iya satu lagi. Namaku Choi Minho, kau bisa memanggilku Minho.”
***
            Dan Minho membuktikan ucapannya. Dia kembali ke kamar yeoja itu dua hari kemudian. Kali ini Minho meminta satpam untuk membelikan makanan di sebuah restaurant yang Minho yakin akan membutuhkan waktu lama untuk sampai kesana. Dengan dalih permintaan Yoosun, tentu saja lagi-lagi satpam itu tak sanggup menolak.
            “Sudah kubilang aku akan kembali.” Ucap Minho sambil tersenyum. Membuat yeoja itu terkejut melihat Minho menjulang didepannya.
            “Apa kau tidak suka aku ada disini?” tanya Minho pelan. Tak mau sekali lagi menyakiti yeoja itu dengan pertanyaannya.
            Aku takut kau ketahuan.’ Tulis yeoja itu diatas buku catatannya.
            “Tidak pa-pa. Kau tidak perlu khawatir. Karena jika terjadi sesuatu, maka aku yang akan menanggungnya.”
            Yeoja itu kembali diam, memberi kesempatan untuk Minho sejenak melamun memandangnya. Entah kenapa Minho merasa ingin lebih dekat dengan yeoja ini. Minho seperti menemukan sosok Yoosun yang berbeda. Sosok Yoosun yang sebenarnya ia inginkan dengan sikap seperti yeoja ini.
            “Eng, siapa namamu?” tanya Minho memecah kebekuan.
            Dia ragu-ragu kemudian kembali menuliskan sesuatu dalam buku catatannya, “Kang Raesun.
            Nama yang indah pikir Minho. Meski tidak jauh berbeda dengan Yoosun, namun nama ini lebih mencerminkan sosok Raesun yang sebenarnya.
            Minho menatap Raesun lagi. Ia ingin bertanya, tapi tak tahu apa yang harus ia tanyakan. Ketika pertanyaan itu terlintas, Minho lebih memilih tetap bungkam kerana takut menyakiti Raesun dengan kata-katanya.
            Apa yang kau inginkan dariku?’ tanya Raesun lebih dulu.
            Minho menatap tulisan itu, kemudian beralih menatap Raesun. “Tidak ada. Aku hanya ingin berteman denganmu. Bolehkah?”
            Raesun menulis lagi, ‘Tapi tak ada yang mau berteman denganku. Aku tidak pernah berteman. Aku juga tidak tau teman itu apa.’ Tulisnya panjang lebar. Minho jadi tahu sebenarnya Raesun sangat ingin menceritakan banyak hal pada orang lain. Namun seperti yang Raesun bilang, ia tak pernah ‘berteman’.
            “Kalau begitu, bertemanlah denganku. Maka kau akan tahu jawabannya.” Ucap Minho kemudian.
            Raesun tampak berfikir sejenak. ‘Tapi apakah teman itu penting?’ tanyanya polos.
            Minho kembali tersenyum. “Tentu saja. Teman adalah seseorang yang bisa kau ajak senang bersama, sedih bersama dan melakukan banyak hal lainnya bersama. Terdengar menyenangkan bukan?”
            Raesun kembali menuliskan sesuatu, bisa Minho lihat pena nya ditekan begitu kuat kali ini, ‘Kalau begitu aku tidak mau teman.
            Tentu saja pernyataan itu membuat Minho terkejut, tapi ia tak berani menanyakan alasannya. Minho hanya memilih diam.
            Kupikir kau harus pergi sekarang juga.’ Tulis Raesun sama seperti kemarin.
            “Kau tidak usah khawatir. Kali ini aku bisa lebih lama berada disini.”
            Ucapan Minho membuat Raesun terdiam. Minho tak menjelaskan lebih lanjut, justru berjalan mendekati dinding kemudian membaca setiap kertas yang tertempel disana.
            12 April 2006
            Aku menjengar suara hujan. Ya itu hujan. Seperti apa yang bibi katakan, suara hujan itu seperti suara air yang keluar melalui shower dalam jumlah yang banyak.
            Jika aku bisa berlari keluar sekarang juga, kurasa aku akan basah kuyup karena air hujan…

            Minho tertawa kecil membaca tulisan itu. Kata-katanya benar-benar terlihat lugu.
           
            8 Agustus 2010
            Kudengar Yoora akan dijodohkan dengan seorang namja. Aku tidak tahu siapa dia. Bibi bilang kalau namja itu berbadan tinggi, tampan serta sangat menghormati orang yang lebih tua.
            Ah seperti apa dia? Apa aku bisa melihatnya suatu saat nanti?

            Kali ini ini Minho justru tersenyum simpul membaca tulisan itu. Dia tahu benar bahwa dialah yang sedang dibicarakan Raesun. Dan sekarang ternyata mereka benar-benar bertemu ditempat ini.
            Saat itu juga tiba-tiba ada yang menepuk bahu Minho dari belakang, membuat Minho sempat terkejut tapi akhirnya lega karena Raesun lah yang menepuk bahunya, bukan orang lain.
            Kau harus kembali sekarang juga.’ Tulis Raesun satu halaman penuh dengan wajah cemberut. Kemudian ia membalik halaman itu dan menulis lagi. ‘Aku tak peduli apa alasanmu, tapi kau harus tetap pergi sekarang juga.
            Minho geli melihat wajah cemberut Raesun. Dia senang bisa melihat sebuah ekspresi dari yeoja itu.
            “Baiklah.” Ucap Minho menganggukan kepalanya. “Senang bisa bertemu denganmu Raesun-ah.” Lanjutnya menyentuh puncak kepala Raesun sambil tersenyum sampai akhirnya kembali menghilang dari balik tirai jendela.
***
            “Chagiya, jangan lupa jemput aku jam 6 sore hari nanti. Hari ini ada kuliah tambahan, jadi aku terpaksa pulang terlambat.” Ucap Yoosun sedikit mengeluh. “Kau bisa kan menjemputku jam 6 sore nanti?”
            Minho hanya mengangguk tanpa menjawab apapun.
            “Okay, kalau begiu sampai ketemu nanti. Jangan sampai terlambat! Annyeong~” pamit Yoosun sambil membuka pintu mobil lalu memasuki kampus.
            Minho terdiam. Tatapannya pias. Ia sempat melamun sampai tiba-tiba terlintas sesuatu dalam pikirannya sekarang. Tanpa pikir panjang, akhirnya mobil Minho dengan cepat melesat menuju rumah Yoosun.
            “Apa tuan muda mencari noona Yoosun? Bukankah tadi baru saja tuan mengantarnya ke…” ucap satpam yang langsung terdiam tepat ketika Minho berbicara.
            “Tidak. Aku tidak mencari Yoosun. Tapi aku mencari bibi.” Jawabnya serius. “Apa bibi ada?”
-To Be Continue-


            GLEK! ngapain ya Minho nyari bibi? Apa dia mau ngebongkar semuanya? Atau Minho punya maksud lain?
            Kkkk~ FFnya gaje banget yak? Nanggung banget juga yak? Hoho, maap, namanya juga sumber inspirasi yang gak disengaja, ya hasilnya gini. Kekekeke~
            Terus gimana ya nasib Raesun setelah ini? Apa Minho akan diem aja atau mencari keadilan buat Raesun? *eh? Mencari keadilan? minho udah kaya superhero aja xP
           jangan lupa tinggalin jejaknyaaaa . Hihihi annyeong~

6 comments:

  1. DaeBak!!!!!!!!!!!!!!!!
    eonnieeeee.....
    DaeBakk.....

    aku Danella

    ReplyDelete
  2. wah bagus eonni,,
    4 jempol deh :)
    hahaha

    ReplyDelete
  3. wahh... ceritanya buat penasaran,, aku tunggu yang lainnya......:D

    ReplyDelete
  4. Iihhh. Suka5
    raesun pasti aku kan un?? *PD kwkwkwk..
    Jodohku itu pasti Minho*ditabok flames
    Daebak,bak,bak..
    Keren,ren,ren..
    Good,good,good
    verrrryy gooodddd!!

    ReplyDelete
  5. heem.. alur ceritanya unik...
    jadi curious hehehehe...
    BAGUS (y) saya kasih LIMA Jempol (y) (y) (y) (y) (y)

    ReplyDelete

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...