Monday, 5 August 2019

FF Seungyoun X1 : Retrogade [One Shoot]

Annyeonghaseyo seluruh penikmat broduce dimanapun kalian beradaah~

Cukup terkejut kah dengan ff dengan member yang mau aku posting ini?
haha ngga cuman kalian, aku juga terkejut kog -_-

Boleh cerita sedikit, selama ngikutin produce, Seungyoun ini adalah salah satu pick aku mulai dari episode na~ na na na na na na na alias Love Shoot tayang. Kenapa? karena dia jadi main vocal. Ehh... ngga taunya dia aslinya rapper. dan Ehh... ngga taunya dia debut juga hehehhee.

Aku bikin ini super qylat, super spontan, dan semuanya terjadi cepat.
DAN!
Ternyata hari ini dia ulang tahun loh!
Pdahal ngga sengaja bikinnya weekend kemarin hehe jadi ya sekalian...

Special ulang tahun Seungyoun X1, kupersembahkan FF Seungyoun X1 : Retrogade ini.

Happy Reading!


Retrogade


Tittle      : FF Seungyoun X1 : Retrogade [One Shoot]
Cast       : Cho Seungyeon, Kim Eunchae.
Rate       : PG-15
Lenght   : One Shoot


Suara mesin cuci yang berputar secara berkala tampak beradu sengit dengan percikan minyak goreng yang melompat tipis tidak menentu. Terdengar begitu ramai memenuhi apartemen kecil berukuran 4x5 meter yang terletak di sudut kota Suwon.
Seorang yeoja berkacamata bulat dengan rambut pendek sebahu yang ia ikat sembarangan terlihat sibuk berulang kali mengecek sosis yang ia letakkan diatas penggorengan. Tidak hanya mencuci sekaligus memasak, ia juga mondar-mandir ke sekeliling apartemen kecilnya untuk membersihkan lantai dengan penyedot debu. Yeoja bernama Eunchae itu memang gemar melakukan semuanya sekaligus, agar semua pekerjaan bisa dengan cepat ia selesaikan dan berisitirahat dengan nyaman sampai malam tiba di hari liburnya.
Setelah mematikan kompor dan penyedot debu serta mengeluarkan semua pakaiannya dari mesin cuci, langkah terakhir yang harus ia lakukan adalah menjemur pakaian. Sayangnya langkah terakhir itulah yang paling dibenci Eunchae, apalagi ia harus repot-repot pergi ke rooftop untuk menjemur kain seprai besar yang tidak muat dijemur di balkon kamarnya.
Saat tiba di tangga yang paling atas, Eunchae menangkap sosok yang duduk di sebuah kursi kayu tepian rooftop. Eunchae lebih memilih untuk sibuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya ketimbang meladeni namja berparas tampan yang merupakan pemilik dari apartemen di sebelah apartemennya itu.
Namja itu bernama Seungyoun. Tetangga lain mengatakan bahwa Seungyoun bekerja sebagai staff IT di salah satu perusahaan terbesar Korea Selatan, SK Telecom. Eunchae tidak tahu banyak, tapi yang Eunchae ingat hanyalah bahwa namja itu sangat sering sekali pulang kerja dalam keadaan mabuk. Minimal ia akan mabuk di hari jumat - hari terakhir ia bekerja tiap minggunya.
Eunchae juga sering memergoki Seungyoun membawa pulang seorang yeoja ke dalam apartemennya. Mereka semua sangat cantik namun Eunchae tidak bisa mengingat wajah yeoja-yeoja itu karena mereka selalu berganti-ganti. Satu-satunya interaksi antara Eunchae dan Seungyoun hanyalah ketika Seungyoun mampir ke apotek dimana Eunchae bekerja untuk membeli kondom.
Good morning… Eunchae!” Sebuah sapaan ala bahasa inggris tiba-tiba saja terdengar saat Eunchae sibuk melebarkan seprainya diatas tali jemuran.
Eunchae pun menyibakkan kain seprai itu dan menemukan Seungyoun tersenyum padanya sembari duduk bersandar.
“Hari ini kau tidak bekerja? Ehmm…” dia tampak berdaham kemudian terbatuk. “Oh.. ini weekend. Aku lupa kau mendapat jatah libur di hari sabtu.” dan Seungyoun mengakhiri kalimatnya dengan kembali terbatuk.
Eunchae tidak menjawab, hanya mengerutkan dahinya sambil melihat ke arah electric smoke yang digenggam namja itu. Ia bisa menebak bahwa meskipun dada Seungyoun terasa sesak, namja itu tetap akan merokok sampai ia merasa bosan.
“Uh… panas sekali. Kenapa musim panas begitu mengerikan?”
Masih tidak ada jawaban. Eunchae hanya mengangkat keranjang cuciannya dan bermaksud kembali ke dalam, tapi ternyata namja itu justru mendahului langkahnya turun melewati tangga.
Tepat ketika namja itu membuka pintu apartemennya, Eunchae bisa mendengar dengan keras suara aircon yang dinyalakan disana. Bisa dipastikan suhu ruangan di atur dingin dengan putaran fan yang paling kencang.
Sepertinya kondisi namja itu memang sudah benar-benar tidak terselamatkan, batin Eunchae.
***
Eunchae adalah seorang apoteker. Ia menyewa apartemen yang berjarak sepuluh menit dari tempat ia bekerja. Setiap hari minggu-senin Eunchae selalu bergantian jaga bersama teman sesama apotekernya dan selalu pulang tepat pukul 9 malam.
Dan malam itu seperti biasa Eunchae lah yang bertugas untuk menutup apotek. Setelah memastikan semua rak sudah ia kunci, kini tinggal pintu serta trali besi yang harus ia tutup sebelum Ia bisa kembali ke rumah dan beristirahat. Namun belum juga Eunchae menggeser trali besi, sudah ada orang lain yang lebih dulu mendorongnya dari belakang. Sambil terbatuk-batuk, orang itu membantu Eunchae mengakhiri pekerjaannya.
“Selesai…” Ucap orang itu sambil tersenyum ke arah Eunchae dengan kedua mata yang tampak seperti lengkungan garis. Kemudian ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana jeansnya sembari mempersilakan Eunchae berjalan lebih dulu. Eunchae tidak terlalu terkejut dengan pakaian santai khas Seungyoun meskipun ia baru saja pulang dari bekerja, karena pekerjaannya sebagai staff IT memang tidak mengharuskan berpakaian rapi layaknya pegawai kantoran.
“Kau belum makan bukan?”
Eunchae hanya menoleh tanpa jawaban. Saat itulah pria tinggi disampingnya kembali terbatuk.
“Aku tidak mabuk.” Lanjut Seungyoun membaca tatapan Eunchae. “Only tipsy. Aku masih sangat sadar.”
Yang terdengar hanyalah derap langkah mereka berdua yang berjingkat menghindari genangan air. Tidak biasanya Seungyoun menemani Eunchae pulang kerja seperti sekarang. Ini yang pertama kalinya. Namun Seungyoun berbicara seolah-olah mereka sudah saling mengenal dan terbiasa pergi berdua.
Seungyoun terbatuk lagi, kali ini cukup panjang. Membuat Eunchae terpaksa berhenti untuk melihat keadaan Seungyoun yang tampak sekarat. Mabuk + batuk + nafas tersengal + wajah pucat. Ia harus segera ke rumah sakit jika masih ingin hidup besok pagi.
“Jadi… kau sudah makan atau belum?”
Ah… Eunchae lupa menjawab pertanyaan itu. Dia pun menggeleng.
“Baiklah, karena selama minum tadi aku hanya makan snack dengan bosku. Bagaimana kalau kita mampir ke kedai ‘mandu guksu’?”
Bola mata Eunchae berputar lagi.
Sejujurnya ia tidak pernah memiliki niat untuk menerima tawaran itu, namun beberapa menit setelahnya Eunchae tampak duduk berseberangan dengan Seungyoun di sebuah kedai dekat apartemen mereka berdua.
Suasana disana cukup sepi, hanya terdengar suara dentingan sumpit yang beradu dengan mangkuk kaca milik meja sebelah, serta Seungyoun yang tidak henti-hentinya terbatuk.
Eunchae pun bangkit sebelum akhirnya kembali membawa segelas air hangat, “Mulai sekarang berhentilah merokok.”
Kalimat itu membuat Seungyoun menghentikan aktivitasnya, namun tangannya masih terulur menerima segelas air hangat dari Eunchae dengan sopan.
“Dan kecilkan aircon dirumahmu. Arus anginnya yang telalu deras membuat dadamu akan terasa lebih sesak.”
Dua buah mangkuk yang mereka tunggu pun menjadi penghalang pembicaraan itu. Dengan natural Eunchae langsung mengambilkan dua pasang sumpit serta sendok untuk diberikan pada Seungyoun dan dirinya.
Seungyoun tertawa, “Kau manis sekali.”
Alis Eunchae berkerut. Ia tidak bermaksud membuat Seungyoun merasa ke ge-eran dengan tindakan yang menurutnya tidak berlebihan itu. Meskipun tampak cuek dan tidak peduli, sebenarnya Eunchae orang yang selalu memperhatikan orang-orang disekitarnya.
Dan Seungyoun tahu benar tentang itu.
“Terimakasih untuk obat yang kau tinggalkan di gagang pintuku tadi pagi.” Ucap Seungyoun. “Aku tahu kau tadi malam pasti tidak bisa tidur karena mendengar suaraku.”
***
‘Tiit…tuut…tiit…tit…tut…’
Nada khas dari suara pintu yang baru saja ditutup dari luar pelan terdengar. Disusul dengan suara sapaan seseorang yang sudah menunggu tepat disamping pintu itu.
“Nona Eunchae sudah siap?” canda Seungyoun sambil mengerling ke arah Eunchae. Dia terlihat rapi dengan jaket bomber berwarna biru donker dan celana jeans andalan yang sering ia pakai untuk ‘bekerja’.
Eunchae tidak menjawab, hanya mendahului langkah Seungyoun memberikan pertanda agar mereka berangkat sekarang juga.
Semenjak makan malam bersama beberapa hari yang lalu, Seungyoun sering menghampiri Eunchae saat yeoja itu selesai pulang dari apotek. Ia akan melakukan hal yang sama disana, membantu Eunchae menutup pintu kaca dan trali besi sebelum kemudian mengajaknya makan malam bersama di kedai mandu guksu.
Dan kali ini, mereka berdua akan pertama kalinya pergi bersama. Menuju toko perabotan ternama yang berjarak 30 menit dari tempat mereka tinggal. Eunchae sempat mengatakan ingin membeli rak baru untuk buku-bukunya dan Seungyoun menawarkan diri untuk pergi bersama.
Seperti biasa Seungyoun akan melontarkan omong kosong selama perjalanan. Ia sangat suka menceritakan tentang pengalamannya yang seolah-olah hanya dirinyalah yang mengalaminya hal itu didunia. Selain berisik, namja ini juga suka sekali bercanda. Bahkan hal kecil seperti gantungan tempat menyangga tangan di MRT saja bisa ia jadikan untuk bahan permainan.
Eunchae tidak begitu faham, tapi mungkin sifatnya yang friendly dan humorislah yang membuatnya disukai banyak wanita. Awalnya terlihat berlebihan, namun kini Eunchae bisa melihat bahwa hal itu justru merupakan pesona yang dimiliki Seungyoun.
Setelah memastikan bahwa semua barang yang dibutuhkan sudah dibeli, akhirnya mereka mampir ke sebuah cafe yang Seunyoun bilang merupakan cafe favoritenya. Cafe itu tidak hanya menghidangkan aneka macam kopi yang khas, tetapi juga makanan yang sebagian besar merupakan masakan western.
Masakan western, salah satu jenis makanan yang tidak terlalu Eunchae suka. Namun sayangnya yeoja itu terlalu sungkan untuk menolak.
“Bagaimana? Enak bukan?” tanya Seungyoun setengah memaksa. Eunchae hanya mengangguk sekilas sambil memutar-mutar garpu diantara pastanya yang belum terlalu banyak ia makan.
“Kau tahu bartender yang memakai topi hitam itu? Dia adalah orang busan. Aksennya kental sekali saat berbicara, padahal sudah 3 tahun dia tinggal di Seoul.” Seungyoun terkikik kemudian mencoba menirukan gaya berbicara orang Busan. Sepertinya ia memang tidak tahu jika seseorang yang duduk didepannya ini juga orang Busan.
“Aku biasanya akan mampir kesini setelah pulang dari bekerja.” lanjut Seungyoun. “Hampir setiap hari sampai semua orang mengenalku di tempat ini. Bahkan mereka terkadang…”
“Oppa!”
Eunchae terkejut seraya mencari sumber suara itu. Tak lama kemudian seorang gadis dengan kemeja bunga semi transparan dan hot pants ketat muncul melewatinya.
 Belum juga Eunchae selesai memperhatikan, segelas air tiba-tiba mendarat di wajah Seungyoun beserta es batu yang masih utuh. Bukannya terkejut, Seungyoun justru tertawa kecut menjilati bibirnya. Sebuah tontonan yang cukup seru dinikmati oleh semua pengunjung disana.
“Kau memang lelaki ***at, kau pikir kau bisa seenaknya pergi meninggalkanku setelah semua perbuatan yang kau berikan padaku?”
Yang diajak bicara tampak cuek membersihkan wajahnya dengan tisu meja.
“Kau bilang aku apa? Gadis murahan yang bisa kau pakai kapanpun kau inginkan? Kau benar-benar lebih rendah daripada binatang!”
Wanita itu berteriak semakin menggila, dia bahkan mengacak rambut Seungyoun dan menyerangnya tidak beraturan. Sepertinya dia benar-benar memuntahkan semua amarah yang sudah lama ia pendam pada Seungyoun.
Eunchae terdiam mengamati yeoja itu dengan tatapan nanar. Setelah menyadari sesuatu, ia  memandang Seungyoun bergantian.
Deg!
Saat itu juga Eunchae lantas bangkit. Ia tidak menghiraukan teriakan Seungyoun yang berusaha membuat langkahnya terhenti. Sayangnya tepat didepan pintu cafe, hujan deras turun.
Seungyoun melepaskan jaketnya untuk melindungi Eunchae namun Eunchae lebih dulu menerobos hujan dan berlari menuju halte terdekat. Dengan baju yang masih basah serta suasana yang berubah canggung, keduanya pun kembali ke aparteme dan berharap kejadian memalukan yang mereka lalui sebelumnya tidak pernah ada.
“Mian.” Seungyoun berkata tepat ketika Eunchae membuka pintunya dari luar. Yeoja itu terhenti sebelum akhirnya membalas tatapan Seoungyoun tanpa ekspresi.
Seungyoun selalu bisa menebak keinginan Eunchae tanpa harus yeoja itu berbicara, tapi tidak dengan sekarang.
Kejadian tadi bukanlah hal yang istimewa dalam kehidupan Seungyoun. Dia tidak terkejut ketika salah satu mantannya akan datang dan membuat keributan. Namun kenapa harus yeoja itu? Kenapa ia harus muncul sekarang? Saat Seungyoun sedang bersama Eunchae…
“Eunchae ya-”
“Datanglah ke apartemenku setelah kau berganti baju.” potong Eunchae lebih dulu kemudian menutup pintunya tanpa menoleh sedikitpun.
Meskipun tidak pandai memasak, Eunchae memiliki simpanan makanan dari ummanya yang setiap minggu akan datang. Di restoran tadi belum juga mereka sempat menyentuh hidangan utama, mereka harus menghadapi kejadian yang memalukan. Oleh karena itu Eunchae mengundang Seungyoun untuk makan malam bersama sembari membahas sesuatu yang ingin ia sampaikan.
Tidak banyak, hanya dua mangkuk sundubu jiggae, kimchi dan side dish lain yang terhidang di atas meja. Seungyoun terduduk canggung tapi ia tetap menghabiskan hidangan itu dan bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.
“Kau tidak perlu melakukan sejauh itu, Seungyoun. Aku tidak tahu harus berterimakasih padamu atau tidak, tapi yang jelas itu bukanlah caraku.”
Seungyoun tahu benar kemana arah pembicaraan ini. Ia tidak sanggup menjawabnya.
Tapi tatapan Eunchae begitu dalam, terlalu mengintrogasi. Membuat Seungyoun yang semula ingin menjelaskannya perlahan-lahan menjadi lebih berhati-hati untuk memilih kata.
“Maafkan aku. Seharusnya aku meminta persetujuanmu lebih dulu atau menceritakan semuanya lebih awal. Tapi kau justru mengetahuinya dengan cara yang seperti sekarang. Ini bukan cara yang benar, aku tahu itu.”
Eunchae mengigit bibir bawahnya sembari menghindari tatapan Seungyoun. Membuat lelaki itu yakin bahwa sebenarnya ada begitu banyak hal yang ingin Eunchae katakan, namun ia berusaha untuk menahannya. Padahal Seungyoun sudah sangat siap jika harus sekali lagi menerima tamparan seperti yang baru saja ia terima. Ia pantas mendapatkannya.
Tapi emosi yang bergejolak di hati Eunchae bukan sebuah amarah yang bisa ia luapkan begitu saja. Meskipun ia menyayangkan tindakan Seungyoun namun hati kecilnya berfikir mungkin itu adalah balasan yang tepat untuk dalamnya sakit hati yang pernah dirasakannya.
Semua ini tetang lelaki bernama Jongdae. Namja itu adalah mantan kekasih Eunchae. Hal terakhir yang bisa Eunchae ingat adalah ia berjalan sempoyongan di trotoar dalam keadaan mabuk di malam hari. Mabuk bukanlah sesuatu yang disukai Eunchae. Tapi ia tidak percaya lelaki bernama Jongdae itu bisa membuat Eunchae melakukan hal yang paling dihindarinya di dunia ini.
Eunchae tidak bisa mengingat apapun, namun yang ia temukan hanyalah sebotol minuman penawar mabuk di samping tempat tidurnya serta sebuah ‘nomor baru’ yang di save di dalam handphonenya. Nomor itu diberi nama ‘Namja sebelah apartemen’.
Tampaknya tidak terlalu banyak hal yang terjadi. Yang terlihat hanyalah seseorang tetangga yang tengah menolong Eunchae yang tengah mabuk. Hanya itu. Tapi hari ini Eunchae menyadari sesuatu.
Yeoja itu, yeoja yang menampar Seungyeon tadi adalah yeoja yang sama yang menjadi penyebab putusnya hubungan Eunchae dengan mantan kekasihnya, Jongdae. Dan yeoja itupun tiba-tiba saja datang dan mengatakan bahwa Seungyoun sudah memanfaatkannya dan menyakiti hatinya.
Eunchae mempercayai kebetulan. Namun kali ini ia tahu yang terjadi bukanlah sebuah kebetulan. Demi Tuhan Eunchae pun ingin membalas perbuatan Jongdae yang sudah berselingkuh, namun tidak dengan cara seperti Seungyoun. Meskipun sudah lebih dari 3 tahun mereka berpacaran, Eunchae masih tak sanggup melakukan hal itu pada mantan kekasihnya.
“Eunchae, kau tahu kapan terakhir kali aku berpacaran?” Seungyoun tiba-tiba bertanya. Membuat Eunchae yang melamun terpaksa berfikir untuk menjawab pertanyaan itu.
“Dua bulan yang lalu.” Jawabnya. “Dan hal yang membuatku berhenti berpacaran adalah karena kau mengatakan bahwa kondom di apotekmu habis.” Ia terkikik. “Padahal dengan jelas aku melihat puluhan pack berjajar rapi di tempat biasanya.”
Deg!
“Selama ini aku hanya membutuhkan alasan untuk berhenti, Eunchae. Dan kau adalah alasan itu. Tepat keesokan harinya aku tidak bisa melihatmu di apotek, jadi aku mencarimu ke lingkungan sekitar karena aku tahu kau belum pulang ke rumah sejak sore hari. Dan… Kau tampak seperti orang ‘mati’ di sebuah kedai di ujung jalan sambil terus memandangi sebuah foto yeoja dan namja yang ada di layar hpmu.”
Seungyoun menjelaskan sembari mengingat kejadian itu, “Dan… akhirnya akupun memilih untuk menyelesaikannya dengan caraku, Eunchae. Maafkan aku.”
Eunchae tidak menyalahkan Seungyoun. Ia tahu namja itu hanya ingin membantunya. Eunchae sungguh menyadari perbedaan pemikiran antara dirinya dengan Seungyoun.
Dan Eunchae menghargai perbedaan itu.
Seungyoun yang friendly, eunchae yang pendiam. Seungyoun yang playboy, Eunchae yang setia. Seungyoun yang membenci hujan, Eunchae yang philuphilia. Seungyoun yang spontan dan Eunchae yang penuh pertimbangan.
Meskipun yang ada hanya kebalikan diantara keduanya, ini pertama kalinya Seungyoun begitu menikmati keindahan dari menunggu seseorang yang selalu mengabaikannya. Getaran-getaran dari perasaan gugup yang membuncah ketika bersama Eunchae membuat Seungyoun merasakan hal aneh seperti ia jatuh cinta pada kali pertama.
Eunchae tidak pernah berfikir sejauh itu. Ia hanya menikmati waktu yang ia habiskan selama ini bersama Seungyoun. Mengamati tingkah laku Seungyoun yang tidak pernah sanggup ia tebak jadi kesenangan tersendiri bagi Eunchae.
Ia tidak menyukai Seungyoun, belum. Tapi setelah menyadari hal yang ia lewati hari ini, Eunchae menyadari bahwa ada kalanya berperilaku spontan itu memuaskan.
Bibir Eunchae dan Seungyoun terkatup diam, namun tatapan keduanya berbicara begitu banyak. Bagi Eunchae, Seungyoun bagai planet retrogade yang terlihat bergerak dengan arah yang berlawanan, tidak sejalan. Namun diatara keduanya tetap ada orbit yang akan bertumbuk di satu titik hingga semua pertanyaan rumit yang tidak bisa dipecahkan itupun menemukan jawabannya.
Pada akhirnya Seungyoun tersenyum dan menyentuh ujung kepala Eunchae.
“Jadi mana rak yang tadi kita beli, biar aku rakit sekarang.”
-The End-


Ehehehehe~ gimana?
Mon maap disini Seungyounnya jadi superbadboy soalnya di dalem kepalaku dia kaya gitu wekekeke.
Dan mon maap juga ada kata2 yang agak fulgar, soalnya pengen ngasih kesan badboy yang kuat(?) gitu. hehehe
Yang udah baca jangan lupa tinggalkan komentar!
See ya!
*nutup pintu kaca sama trali besi bareng Seungyoun*

2 comments:

  1. ini ada di wattpad gaK?

    ReplyDelete
  2. Ada kog. Judul sama nama akunnya sama ya
    Thanks for comment!

    ReplyDelete

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...