Wuannyeonghaseyo yeorobeun~
Lama banget ngga nongol hehehe
Mianheyooong~
Beberapa minggu ini rada ribet jadinya ngga sempet buat lanjutin hiksss
Dan setelah saya bertapa di gua penuh lumut yang berdebu(?), akhirnya bisa nelorin beberapa part hehehehehehehe
Langsung aja deh ya~
Semoga ngga pada lupa sama part kemaren x)
Lama banget ngga nongol hehehe
Mianheyooong~
Beberapa minggu ini rada ribet jadinya ngga sempet buat lanjutin hiksss
Dan setelah saya bertapa di gua penuh lumut yang berdebu(?), akhirnya bisa nelorin beberapa part hehehehehehehe
Langsung aja deh ya~
Semoga ngga pada lupa sama part kemaren x)
Tittle : Serenity [Part 11]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwoo,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
“Kenapa
dia datang lagi kesini huh? Apa dia gila?” Suara kesal Jihyun terdengar pertama
kali setelah Seongwoo yang mengekor di belakangnya menutup pintu apartemen
yeoja itu. “Padahal sudah jelas-jelas kemarin dia sendiri yang bilang tidak
ingin bertemu lagi. Kenapa justru sekarang dia yang datang? Hah?”
Entah
sedang berbicara dengan siapa, yang jelas Seongwoo sebagai satu-satunya orang disana
tidak menanggapi. Namja itu hanya meletakkan beberapa kaleng beer dan chiken
yang masih tersisa dari rooftop tadi ke atas meja apartemen Jihyun.
Jihyun
langsung menyambar salah satu beer itu kemudian meminumnya, “Sekarang pasti dia
sedang merengek-rengek seperti drama Queen.” Lanjut Jihyun sambil menggerakkan
bahunya. “Tch! Mulai sekarang aku tidak akan termakan oleh tampang melas yeoja
licik itu.”
Terdengar
suara kekehan pelan. Seongwoo langsung menutup mulutnya saat Jihyun menyadari
bahwa namja itu tengah menertawakannya.
“Ya!
Kenapa kau tertawa?” Ia berseru lebih keras. “Temanmu sedang berhadapan dengan
yeoja itu, tapi kenapa kau diam saja huh?”
Yang
diajak bicara hanya tersenyum, membuka kotak chicken dan mengambil satu
diantaranya.
“Seongwoo-ya~~~~”
Jihyun menggoyang-goyangkan bahu Seongwoo karena gemas dengan tanggapan namja
itu.
“Gwaenchanayo
nuna. Lagipula ketimbang aku, Daniel pasti tahu apa yang terbaik untuk dirinya
sendiri.”
Selalu…
Seongwoo selalu menjawab seperti itu. Dia memang tidak pernah sekalipun setuju
dengan pendapat Jihyun. Sama seperti saat pertamakali melihat Yena dengan namja
lain, sampai ketika Jihyun menolak untuk pergi ke Naejangsan. Seongwoo selalu
menyanggah dengan caranya yang bijak untuk membungkam Jihyun.
Sesaat setelah kalimat itu terlontar dari bibir
Seongwoo, Jihyun langsung membuang nafasnya keras-keras lalu menghabiskan sisa
beer dalam satu kali tegukan.
“Itu…
ambilkan satu lagi.” Jihyun menunjuk kaleng beer yang masih utuh. “Dan kau…”
Dia gantian menunjuk Seongwoo yang duduk disebelahnya. “Kau harus menemaniku
minum malam ini.”
***
Pagi
datang. Seperti biasa suara klakson mobil yang terdengar dari luar menyambut
hiruk pikuk aktivitas warga Seoul hari itu. Meskipun bukan hari pertama dalam
satu Minggu, namun tidak menyurutkan semangat para pekerja dan mahasiswa untuk
memulai kegiatan mereka di area Hanamdong yang penuh dengan deretan gedung
perkantoran dan juga kampus.
Udara
dari luar jendela bertiup cukup deras masuk ke apartemen Jihyun yang berada di
lantai delapan. Rasanya kepala yeoja itu berat sekali sampai-sampai ia enggan
membuka matanya meskipun sudah tersadar. Perlahan-lahan Jihyun memutar tubuhnya
sambil memeluk guling yang biasa ia letakan di sebelah kanannya. Tapi anehnya
guling itu sedikit lebih besar dan ada sebuah aroma khas yang tercium dari
sana.
Saat
Jihyun membuka matanya, sontak ia terperanjat.
“Aaaak!”
Jihyun histeris saat menemukan bahwa Seongwoo lah yang tidur tepat disebelahnya.
“Ap-apa yang kau lakukan disini?”
Namja
itu terbangun karena teriakan Jihyun. Ia sempat mengerjapkan matanya beberapa
kali sebelum akhirnya ikut bangkit.
Keduanya
bertukar tatapan dalam diam. Jihyun membelalakan matanya, sementara Seongwoo menggaruk
tengkuknya bingung. Sepertinya
mereka terlalu banyak minum tadi malam sampai akhirnya sama-sama tidak sadarkan
diri dan bangun dengan posisi seperti sekarang.
“K-kau…
sebaiknya kembali ke apartemenmu.” Perintah Jihyun canggung.
Seongwoo
hanya mengangguk sebelum akhirnya memutar tubuh untuk berjalan menuju pintu. Jihyun yang masih blank hanya
sanggup melihat kepergian namja itu dengan tatapan kosong. Ia terduduk diatas
karpet ruang tengah seolah-olah roh tubuhnya baru saja terbang.
Saat itu pulalah HPnya berdering, ternyata ada sms
yang masuk.
“Oh!”
Hanya
dalam hitungan detik, sebuah ide terlintas di pikiran Jihyun. Cepat-cepat ia
bangkit menuju pintu untuk mengejar Seongwoo yang baru saja keluar dari sana.
“Aigoo~
melihat kalian berdua keluar dari tempat yang sama di pagi hari seperti ini
membuatku jadi merinding.” Suara berat Daniel menyambut Jihyun. Tampaknya ia berdiri
didepan pintu apartemen Seongwoo karena tengah menunggu seseorang.
“I…itu…
itu tidak seperti yang kau pikirkan!”
Daniel
tertawa lebih keras, “Gwenchanha. Lagipula kalian berdua sudah sama-sama
dewasa. Tidak ada yang melarangnya bukan?”
“YA!”
jitakan Jihyun langsung mendarat di kepala namja berambut coklat itu.
“Jika
kau berbicara seperti itu maka akan terdengar lebih mencurigakan, Daniel.”
jawab Seongwoo ikut bersuara. “Kami berdua hanya tidak sengaja tertidur karena
tadi malam terlalu banyak minum.”
Jihyun
mengangguk-angguk dengan semangat menyetujui penjelasan Seongwoo.
“Haha,
kau tidak perlu menjelaskannya Hyung. Lagipula… apa yang terjadi tadi malam
hanya kalian berdua yang tahu.”
“Kau
ini jinjja~”
Saat
itu pulalah pintu apartemen milik Seongwoo terbuka. Jihyun terkejut melihat
seseorang yang muncul dari baliknya.
“Kau
sudah siap?”
Yang
ditanya mengangguk pelan.
Baik
Jihyun dan Seongwoo tidak memberikan reaksi apapun. Keduanya masih terdiam
dengan tatapan yang spontan terpaku pada yeoja bertubuh mungil dengan rambut
terurai itu.
“Tadi
malam Yena terpaksa menginap disini karena ia tidak bisa pulang.” Jelas Daniel
tidak ingin membuat Hyung dan Noonanya salah faham. “Awalnya aku ingin meminta
tolong agar ia bisa tidur di apartemen nuna… tapi nuna sepertinya sudah tidur.
Jadi aku membawanya masuk ke apartemen Seongwoo Hyung.”
Tidak
ada jawaban. Jihyun sudah mati-matian mengendalikan dirinya agar tidak
meluapkan emosi dihadapan Daniel. Karena itu ia memilih untuk merapatkan kedua
bibirnya ketimbang menanggapi penjelasan itu.
“Hm…
gwenchana.” Jawab Seongwoo mewakili. “Maaf jika tidak mendengarkan suara bell. Tadi
malam kami tertidur lebih awal karena banyak minum.”
“Aniyo
Hyung, seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah membawa Yena menginap
tanpa meminta ijin lebih dulu.”
Seongwoo
menggeleng pelan. “Tidak perlu kau fikirkan.”
Jihyun
membuang mukanya saat ia tahu Daniel memeluk Yena dari samping. Jika saja tepat
setelah itu mereka tidak berpamitan mungkin amarah yang tengah ia tahan bisa
saja meluap dengan cepat.
“Jalhaesseo
(kau melakukannya dengan baik).” Seongwoo berbicara sambil mengusap kepala
Jihyun.
“Jangan
menyentuhku!” Jihyun menyingkirkan tangan Seongwoo, cemberut. “Jika bukan
karena kau, mungkin yeoja itu sudah aku jambak kemudian aku lempar ke sungai!”
Tawa
Seongwoo langsung meledak. “Bukan… bukan demi aku.” Jawabnya. “Tapi pikirkan
perasaan Daniel.”
Jihyun
tahu itu. Tentu saja ia juga memikirkan perasaan Daniel. Jika tidak, mungkin ia
akan benar-benar menjambak rambut Yena dan melemparkannya ke sungai Han.
“Sebaiknya
nuna bersiap-siap sekarang.” Ucap Seongwoo lagi, mengingatkan. “Sudah hampir
jam 9, jika tidak nuna akan terlambat.”
Mendengar
kalimat itu tiba-tiba Jihyun teringat akan sms yang ia terima beberapa saat
lalu. Karena sms itu pulalah Jihyun terfikir akan sesuatu sampai akhirnya
mengejar Seongwoo sampai ke depan apartemen.
“Seongwoo
ya~”
Seongwoo
berbalik, alisnya terangkat.
“Aku
baru mendapatkan kabar bahwa ternyata pihak kantor memberiku waktu satu minggu
untuk beristirahat...” Jihyun menjelaskan isi SMS dari atasannya yang belum
lama ia baca. Rupanya karena ‘kecelakaan kerja’ yang terjadi di Naejangsan
kemarin, kantor tempat Jihyun bekerja memberinya beberapa kompensasi dan hari
libur. Bagaimanapun juga tujuan mereka pergi kesana untuk menyelesaikan project
yang merupakan bagian dari pekerjaan. Hanya saja tidak ada yang mengira bahwa
akan terjadi musibah yang merugikan semua pihak. Untung saja tidak ada satupun
dari crew maupun pengisi acara yang terluka akibat kejadian tersebut.
“…Untuk
mengisi hari liburku, aku terfikir untuk mengunjungi Jeonju karena sudah dua
bulan lebih aku tidak pulang. Sepertinya Umma juga mengkhawatirkan kondisiku...”
Lanjut Jihyun.
“…Oleh karena itu…” Jihyun memainkan jemarinya sambil
menatap Seongwoo. Sedikit takut menebak bagaimana reaksi namja itu. “Maukah kau
menemaniku pulang ke Jeonju?”
Yang
diajak bicara hanya terdiam. Ekspresi wajahnya sulit ditebak. Jihyun jadi ragu
apakah mengajak Seongwoo merupakan keputusan yang benar atau tidak, karena
bagaimanapun juga sudah sepuluh tahun lebih namja itu meninggalkan kampung
halamannya.
Membuat
Seongwoo kembali kesana dan memaksanya
untuk mengingat kejadian pahit di masa kecilnya tentu saja bukan sesuatu yang
mudah. Jihyun tahu itu. Tapi setidaknya ia sudah menyampaikan keinginan yang
muncul dari hatinya.
Ya… setidaknya Jihyun sudah mengatakan itu…
-To
Be Continue-
Haaa~ Apa ini wkwk
Maap kalo part ini pendek karena emang nanggung(?)
besok deeeh lumayang panjaang
jangan lupa selasa depan ya!
Ppyong <3
No comments:
Post a Comment