HALLLOOOO sesuai janjikuu aku datang lagi hahahaha
Beneran dikejar setoran kalo ini mah wkwkwkwk
Masih ngelanjutin part sebelumnya, part ini bakalan ngejelasin alasan kenapa Sungwoon datang dan... konflik puncak(?) dari FF ini.
Ngga usah banyak cuap2, langsung aja ya~~
Dan dan... Seongwunya pergi ;((
Mau curhat dulu,
Sebenrnya untuk ending ff ini tuh aku dah ganti2 sekitar 4-5 kali.
Jadi aku bikin ending, terus kayaknya jelek, terus aku rubah lagi, ngga sreg lagi, terus rubah lagi ..
gituuu terus sampe datanya kemaren HILANG.
padahal yang HILANG itu udah FIX banget. Tapi akhirnya aku ngga sreg (lagi untuk kesekian kalinya), dan ngerubah lagi dengan versi ini.
Mungkin karena ini udah mau pisah sama Wanna One, jadi aku kebawa suasana kali ya. Akhirnya aku mutusin bikin ending tentang perpisahan :(
DAN SEKARANG AKU MAU BILANG KALO PART SELANJUTNYA ADALAH PART TERAKHIR. ALIAS ENDING.
Sampe aku nulis Part 19 ini, aku sebenernya masih belum punya keputusan yang fix endingnya nanti mau gimana. Apakah Seongwu beneran pergi gitu aja ninggalin Jihyun? Atau dia bakalan kembali ke Jihyun lagi?
Perasaanku masih campur aduk hehe.
Yang jelas perpisahan di part ini sudah nyata adanya.
Jadi... sampe ketemu di part terakhir.
Semoga beneran bisa aku posting tanggal 31 Desember.
Beneran dikejar setoran kalo ini mah wkwkwkwk
Masih ngelanjutin part sebelumnya, part ini bakalan ngejelasin alasan kenapa Sungwoon datang dan... konflik puncak(?) dari FF ini.
Ngga usah banyak cuap2, langsung aja ya~~
Serenity
Part 19
“Ini minumlah. Semoga bisa menghangatkan
tubuhmu yang membeku.” Ucap Jihyun menaruh cangkir berisi kopi panas kemudian
duduk disamping sahabatnya.
Jihyun tidak pernah menyangka
bisa bertemu dengan Sungwoon seperti malam ini.
Melihat ia jauh-jauh datang kemari beserta tas ransel yang tidak terisi
penuh, sepertinya Sungwoon memang sengaja ingin bertemu dengan Jihyun karena
hal tertentu. Jihyun tahu benar Sungwoon bukan seseorang yang dengan mudah
melanggar kalimat ‘Kau tidak perlu mengunjungiku di Seoul, karena aku akan
pulang beberapa bulan sekali.’ jika ia tidak memiliki sebuah alasan yang kuat.
Lagipula darimana namja itu mendapatkan alamat apartemennya di Seoul padahal
Jihyun tidak pernah memberinya sekalipun?
“Ah~ hampir saja tadi aku
tersesat.” Cerita Sungwoon membuka pembicaraan. “Aku mencoba naik bus dari
stasiun Seoul ke tempat ini, tapi jalurnya ada banyak sekali sampai membuatku
bingung. Tahu begitu aku naik taksi saja walaupun harganya mahal.”
Senyuman di wajah Jihyun terkembang
mendengar cerita Sungwoon yang menggebu-gebu. Ditambah dengan aksen kota Jeonju
yang khas, Jihyun baru menyadari betapa ia merindukan sahabat kecilnya itu.
“Ah iya, aku sampai lupa.
Kenalkan ini Daniel, teman yang tinggal satu apartemen dengan Seongwu.”
Jihyun memang sengaja mengajak
Sungwoon ke apartemen milik Seongwu–bukan miliknya, karena bagaimanapun juga
nantinya namja itu akan menginap disini bersama dengan Seongwu dan Daniel.
“Wah…” Sungwoon masih memandang
Daniel heran meski sudah beberapa menit mereka bersama. Postur tubuh Daniel
yang tinggi dan berbahu lebar sepertinya memang dengan mudah diidamkan oleh
setiap pria. Termasuk Sungwoon, mahluk special dengan tinggi 168cm itu.
“Seongwu hyung sudah pernah
bercerita tentang hyung padaku.” Ucap
Daniel ramah. “Jika hyung butuh apa-apa, jangan sungkan untuk mengatakannya.”
“Tentu saja.” Sungwoon nyengir
lebar. “Ah iya! Dimana Seongwu? Aku ingin bicara dengannya.”
Jihyun terdiam dalam beberapa
detik mencerna kalimat itu. Jadi Sungwoon jauh-jauh datang kemari hanya ingin
bertemu dengan Seongwu?
“Dia… sedang ada urusan.
Sepertinya Seongwu sibuk sejak kemarin sampai aku tidak sempat bertemu
dengannya.” Jihyun menjawab sambil melemparkan pandangannya pada Daniel,
berharap ia bisa menjawab pertanyaan itu.
“Aku juga belum bertemu dengan Seongwu
hyung.” Jawab Daniel. “Sore ini aku baru kembali ke apartemen karena nuna menelfonku.”
Membaca ekspresi Sungwoon yang
berubah membuat Jihyun tiba-tiba merasa tidak enak. Entah kenapa Sungwoon
tampak begitu khawatir setelah mendengar jawaban Jihyun dan Daniel tentang
keberadaan Seongwu.
“Ada apa Woon-ah?” Tanya Jihyun
gelisah.
Sejak hari Jumat setelah Jihyun
pergi bersama Seongwu, mereka sempat berbicara sejenak di rooftop apartemen
seperti biasa. Kemudian hari Sabtu Jihyun tidak bisa menolak panggilan ‘lembur’
kerja karena hari Jumat ia membolos. Pekerjaan di kantor pun kian menumpuk saat
memasuki akhir tahun. Malamnya Jihyun sama sekali tidak mengecek keberadaan
Seongwu dan langsung pulang untuk beristirahat.
Dan
hari ini… seharian Jihyun membersihkan apartemennya dan menelfon Daniel untuk
berbelanja karena Seongwu tidak bisa dihubungi. Jihyun hanya berfikir secara
sederhana, mungkin memang Seongwu sedang sibuk jadi tidak bisa diganggu.
Sekarang setelah Sungwoon
bertanya, Jihyun baru menyadari bahwa malam itu terakhir kalinya ia melihat Seongwu.
Ini…
bukan berarti pertanda buruk kan?
Iya kan?
Jihyun
menggigit bawahnya karena ragu.
“Kemarin Seongwu datang
menemuiku.”
DEG!
“…ia menghubungiku dan
mengatakan bahwa tengah berada di Jeonju.”
Jihyun terperanjat mendengar
kalimat Sungwoon. ‘Seongwu… ke… Jeonju?’
“Dia mengatakan padaku bahwa aku
tidak perlu memberitahu ommoni dan juga kau.” Lanjut Sungwoon menunjuk Jihyun
dengan tatapannya. “Pertemuan kami hanya singkat, namun kata-katanya membuatku
tidak bisa tidur semalaman. Jadi aku memutuskan untuk datang ke Seoul hari
ini.”
Jihyun masih terdiam, dalam
beberapa detik ia mencoba memproses kalimat yang tiba-tiba datang diluar akal
sehatnya itu.
“Maafkan aku Jihyun-ah. Tapi
Seongwu yang memberitahuku alamat apartemen ini karena ia ingin aku bisa datang
kesini sewaktu-waktu.”
“Memangnya…” Jihyun berujar pelan.
“…apa yang Seongwu katakan padamu?”
Kini gantian Sungwoon yang
tampak ragu. Saat itu juga Daniel sempat ingin bangkit, namun Sungwoon lebih
dulu menahannya.
“Sepertinya Daniel-ssi juga
harus tahu.” Jawab Sungwoon lalu kembali melihat ke arah Jihyun. “Seongwu bilang…
sepertinya ia tidak akan bisa menepati janjinya.”
‘Janji?’
“Waktu kalian pergi ke Jeonju
dan aku mengantarkanmu ke rumah saat kau mabuk, aku sempat mengobrol bersama
Seongwu.” Sungwoon berhenti sejenak, menimbang-nimbang akan menceritakan semua
pembicaraan mereka atau tidak. “Hm… aku mengatakan padanya bahwa ia harus
berjanji untuk menjagamu dan tidak boleh menyakitimu.”
Jihyun mengigit bibir bawahnya,
tidak menyangka seorang Sungwoon akan mengatakan hal semacam itu pada Seongwu
meski ia tidak mengetahui alasannya.
“…Dan kemarin, Seongwu meminta
maaf padaku karena ia tidak bisa menepati janjinya. Dia bahkan mengatakan bahwa
aku harus menjagamu mulai sekarang. Oleh karena itu ia memberiku alamat
apartemenmu ini.”
Setiap kata yang diucapkan Sungwoon
bagai cambukan bagi Jihyun hingga rasa takut perlahan muncul. Disusul dengan
sekelebat memori yang dengan cepat menyeruak dalam fikiran Jihyun bak potongan
film. Dalam diam Jihyun menatanya satu persatu hingga setiap potong adegan itu
menjadi utuh. Alasan mengapa Seongwu ke Jeonju, rencana pergi ke Bukcheon yang
tiba-tiba berubah, dan… obrolan mereka berdua malam itu.
Nafas Jihyun tercekat saat
menyadari sesuatu.
‘Jihyun baboya!’
Yeoja itu langsung bangkit
meraih handphonenya diatas meja. Dengan tangan yang gemetar ia mencari nama
Seongwu disana, berharap namja itu mengangkat telfon dan menjelaskan semuanya
sekarang juga.
‘Nomor yang anda tuju…’
“Ish…”
“Nuna.” Daniel ikut bangkit
mendekati Jihyun. “Gwenchanayo~ Sebentar lagi hyung pasti…”
Belum juga Daniel menyelesaikan
kata-katanya, tapi Jihyun lebih dulu berjalan menuju jaket yang ia sampirkan di
sandaran kursi.
“Nuna~ Kau mau kemana?”
“Mencari Seongwu.” Jawab Jihyun
cepat kemudian menghilang dari balik pintu, membuat kedua namja yang semula
ingin mencegah kepergian yeoja itu lantas bangkit untuk menyusulnya.
Dengan taksi yang mudah dicari
dijalanan depan apartemen, tempat pertama yang mereka kunjungi adalah Café
Season dimana tempat Seongwu bekerja. Sayangnya ketakutan Jihyun justru semakin
nyata saat mereka mendapatkan informasi dari sana.
Bahwa
Seongwu sudah berhenti bekerja setelah terakhir kali ia mengikuti shooting
bersama kru milik Jihyun.
Mereka juga sempat mendatangi
tempat yang biasa Seongwu kunjungi, mulai dari tempat kerja paruh waktu Seongwu
dulu, sampai ke kedai jjampong yang terakhir kali ia makan bersama Jihyun.
Dan jawaban mereka semua sama,
bahwa mereka tidak tahu dimana Seongwu sekarang.
Kini Jihyun sudah tidak sanggup
menyembunyikan rasa kecewa yang membelenggu hatinya. Sekeras apapun Jihyun
memungkiri semua kenyataan itu, ia tetap saja tidak bisa menyanggah bahwa
Seongwu benar-benar pergi meninggalkannya. Pergi tanpa alasan yang jelas. Pergi
tanpa membawa apapun. Dan pergi setelah mengatakan bahwa ia mencintai Jihyun.
Seharusnya Jihyun menyadari
sebelum semuanya terlambat. Seharusnya Jihyun mengetahui apa yang sedang
dihadapi oleh Seongwu sampai ia memutuskan untuk pergi. Seharusnya Jihyun tahu
semua alasan itu. Tapi tak ada apapun yang Jihyun ketahui selain perasaan yang
membuncah dalam hatinya.
Dan
kini perasaan itupun pergi secepat ia datang.
Jika saja Jihyun benar-benar
memikirkan ucapan Seongwu seperti yang Sungwoon lakukan, mungkin namja itu
tidak akan pergi seperti sekarang. Seongwu pergi setelah ia mengungkapkan
perasaan yang telah lama ia pendam, Seongwu pergi setelah ia memastikan bahwa
Jihyun tidak akan pernah kesepian, Seongwu pergi tanpa memberitahu siapapun,
Seongwu pergi…
Ah tidak! Dia tidak pergi.
Dia
akan kembali kan?
Iya, pasti semua keganjilan demi
keganjilan yang tiba-tiba ia lakukan hanyalah sebuah kebetulan. Bukan sesuatu
yang disengaja.
Iya… kan?
Tanpa sadar air mata yang susah
payah Jihyun sembunyikan itupun akhirnya meluruh. Mengalir dengan cepat
membasahi pipi Jihyun dan jatuh mengenai hatinya yang terluka.
Sekuat apapun Jihyun menyangkal
kepergian Seongwu, kenyataan tetap saja mampu lebih keras memukul hatinya.
Hingga yang tersisa hanyalah rasa sakit dan kerinduan yang tidak bisa Jihyun
luapkan.
Kenapa Seongwu memutuskan untuk
pergi setelah ia lebih dulu membuat Jihyun terperangkap oleh perasaan yang kini
sudah terlanjur mengakar dalam hatinya? Kenapa Seongwu harus memilih untuk
tidak menepati janjinya setelah sebelumnya ia berkata bahwa ia sanggup? Kenapa
Seongwu harus pergi dengan alasan yang tidak pernah diketahui oleh siapapun?
Kenapa?
Kenapa Seongwu harus
meninggalkan semua tanda Tanya besar itu?
Saat itu pula sebuah obrolan yang
terakhir kali ia lakukan bersama Seongwu tiba-tiba muncul di pikiran Jihyun.
Kala itu Jihyun menemukan Seongwu tengah duduk di rooftop tepat beberapa jam
setelah pulang dari Bukcheon Hanok Village.
“Sudah kuduga kau ada disini.” Jihyun berjalan mendekati Seongwu
kemudian duduk disampingnya.
“Kenapa nuna belum tidur?”
Jihyun tersenyum, “Bagaimana aku bisa tidur setelah perasaanku
diobrak-abrik oleh seseorang huh?”
Tawa Seongwu meledak mendengar
kalimat itu. “Jadi nuna masih
memikirkannya?”
“Tentu saja… Itu…” Jihyun sangat ingin membahas bagaimana
perasaannya ketika Seongwu tiba-tiba mengucapkan kalimat ‘Saranghamnida’
setelah mencium pipinya siang tadi. Tapi belum juga ia bersuara, jantungnya
justru lebih dulu berdegup dengan irama tidak menentu.
“Jadi… apa jawabannya?”
“Kau tidak menanyakan apapun tadi.”
“Kalau begitu aku akan bertanya sekarang.” Ucap Seongwu lalu
memutar badannya ke arah Jihyun. “Apa
nuna menyukaiku?”
Seperti boomerang bagi Jihyun,
kini senjata itu justru berbalik kepadanya. “Itu…”
Ia terdiam sejenak. “Aku tidak bisa
menjawabnya sekarang Seongwu ya, tolong beri aku waktu.”
“Tapi aku tidak punya banyak waktu, nuna.”
Seongwu mengucapkannya sambil
menatap Jihyun lurus-lurus. Dengan sorot mata yang begitu serius, tidak
memberikan sedikitpun ruang bagi Jihyun untuk mengambil nafasnya. Jihyun tidak
menyangka itu adalah pertanda ia akan benar-benar pergi.
Pergi untuk sebuah alasan yang
tidak pernah Jihyun ketahui.
Dan kini ribuan air mata pun
tidak akan sanggup membayar penyesalan dalam hati Jihyun.
-To
Be Continue-
Dan dan... Seongwunya pergi ;((
Mau curhat dulu,
Sebenrnya untuk ending ff ini tuh aku dah ganti2 sekitar 4-5 kali.
Jadi aku bikin ending, terus kayaknya jelek, terus aku rubah lagi, ngga sreg lagi, terus rubah lagi ..
gituuu terus sampe datanya kemaren HILANG.
padahal yang HILANG itu udah FIX banget. Tapi akhirnya aku ngga sreg (lagi untuk kesekian kalinya), dan ngerubah lagi dengan versi ini.
Mungkin karena ini udah mau pisah sama Wanna One, jadi aku kebawa suasana kali ya. Akhirnya aku mutusin bikin ending tentang perpisahan :(
DAN SEKARANG AKU MAU BILANG KALO PART SELANJUTNYA ADALAH PART TERAKHIR. ALIAS ENDING.
Sampe aku nulis Part 19 ini, aku sebenernya masih belum punya keputusan yang fix endingnya nanti mau gimana. Apakah Seongwu beneran pergi gitu aja ninggalin Jihyun? Atau dia bakalan kembali ke Jihyun lagi?
Perasaanku masih campur aduk hehe.
Yang jelas perpisahan di part ini sudah nyata adanya.
Jadi... sampe ketemu di part terakhir.
Semoga beneran bisa aku posting tanggal 31 Desember.
No comments:
Post a Comment