Saturday, 21 April 2012

FF SHINee : Fuchsia [Part 3]

Selamat malaaamm minggu (?)
Maaf baru bisa ngepost sekarang karena banyaaakkk sekali yang terjadi hari ini. Mulai dari insiden saya-dikerjain-sama-oknum-oknum-yang-penuh-dengan-modus(?)-dan-bikin-mewek, sampai menggila di karaokean dengan nilai 90. *oke yang terakhir ga penting.
Sebelumnya terimakasih banyak buat apresiasi yang udah diberikan ke FF ini. Makasih juga buat semua masukannya (terutama karena banyaknya typo, dan saya masih menunggu koreksinya) dan sekarang saatnya membaca.



Tittle                     : Fuchsia [Part 3]
Author                 : Ichaa Ichez Lockets
Genre                   : Friendship, Romance, Angst.
Rating                  : T
Cast                      : Lee Yeonju, Kim Hyosun, Lee Jinki (Onew), Choi Minho.
Length                 : Chapter
Desclaimer         : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                “Apa ada yang bisa kubantu?” tanya Minho dengan suara bass, sesaat setelah ia menyadari pertanyaan yang sebelumnya bahkan belum Yeonju jawab.
                Yang ditanya justru diam mematung. Antara percaya atau tidak, seseorang didepannya ini adalah orang yang sama dengan yang ia temui beberapa hari lalu. Sampai Yeonju sadar Minho sedang menunggu jawabannya, sontak membuat Yeonju terkesiap dan balik menatap kedua mata yang teduh itu.
                “Oh maaf…” ucap Yeonju sedikit menunduk. “Aku Yeonju. Tadi aku, eung..” Yeonju kembali menatap Minho dengan ragu. “Kakak senior memberiku sebuah tugas.”
                Belum sempat Yeonju menyelesaikan penjelasannya, terdengar sebuah tawa pelan dari Minho, “Kali ini apa lagi yang mereka inginkan dariku?”
                Tak ada jawaban spontan, Yeonju kembali memasang wajah kebingungan.
                “Hari ini sudah ada 2 mahasiswa baru yang meminta tanda tanganku sebagai hukuman yang diberikan oleh senior.” Jelas Minho. “Lalu kau? Hukuman apa yang mereka berikan padamu?”
                Yeonju menunjuk ke arah kamera yang tergantung di leher dengan bola matanya, “Bolehkah aku mengambil gambarmu?”
                Senyum yang sempat terpancar di wajah Minho seketika hilang, “Mian, tapi untuk yang satu itu aku tidak bisa membantu.” Jawabnya dengan nada datar.
                Yeonju kecewa mendengar kalimat yang tak pernah ia harapkan itu. Ingin sekali rasanya mendesak bahkan memohon agar Minho bersedia memenuhi permintaannya, namun entah kenapa kata-kata itu seakan terhenti dalam tenggorokannya.
                “Ehm walau aku tak bisa memenuhi permintaanmu, kupikir aku bisa membantumu menjelaskannya pada senior.” Ucap Minho yang langsung membuat Yeonju mendongak. “Dimana aku bisa menemui mereka?”
                “Oh itu… mereka di auditorium.”
                Yeonju merasa sedikit aneh saat ia harus berjalan mengekor dibelakang Minho. Melihat tubuh tegap namja itu dari belakang dan merasakan harum aroma yang kian menyeruak, menjadi sesuatu yang sedikit janggal bagi Yeonju. Bahkan ia sendiri tak sanggup memecahkan teka-teki yang tengah ia rasakan sekarang.
                Dan sesampainya di auditorium,  Minho benar-benar melakukannya. Dengan cara bicaranya yang tenang dan santai, ia meminta kepada pihak panitia untuk menghilangkan hukuman yang diberikan pada Yeonju dan mengijinkan yeoja itu untuk kembali mengikuti orientasi.
                Diluar dugaan, bahkan tanpa berpikir panjang pun permintaan Minho bisa dengan mudah dikabulkan.
                “Kesalahanmu aku maafkan hari ini Yeonju.” Ucap senior sesaat setelah Minho menyelesaikan penjelasannya. “Tapi kuharap besok kau tidak mengulanginya lagi.”
                “Ne sunbaenim, gamsahamnida.” Ucap Yeonju sambil membungkuk. Baru saja ia ingin berterimakasih pada Minho, namun namja itu sudah berjalan menjauh. Membuat Yeonju hanya sanggup tertegun menatap punggungnya dari belakang. Masih sedikit terselip rasa penasaran kenapa namja itu tidak ingin dijadikan objek fotografi.
                Dan hari ini, mungkin Yeonju tidak akan sanggup melewatinya tanpa seorang namja bernama Choi Minho.
***
                “Ah kenapa aku tidak bisa menemukannya? Apakah buku itu memang tidak ada disini? Tolong bantu carikan Yeonju~” ucap Hyosun yang sore itu mengajak Yeonju mencari beberapa buku untuk dijadikan literature.
                “Apa nama bukunya?”
                “Salah satu dari daftar ini.” Hyosun menunjuk beberapa nama buku yang tertera dalam daftar. “Kata Onew Oppa, buku-buku ini penting sekali.”
                Yeonju tak lagi berkata apapun, pandangannya tertuju pada setiap buku yang terpajang sepanjang rak. Belum ada satupun buku dari daftar yang sanggup mereka temukan.
                Sampai tatapan Yeonju terhenti pada satu titik. Dengan jelas ia bisa melihat namja menggunakan blazer hitam berlapis baju abu-abu yang berdiri kurang dari 5 meter dengannya adalah seseorang yang ia kenal.
                Choi Minho. Yeonju tak sanggup memikirkan betapa ia sangat berjodoh dengan namja itu -___-
                “Kau melihat siapa Yeonju?” tanya Hyosun membuyarkan lamunan Yeonju. Spontan Yeonju cepat-cepat membalik badannya ke arah Hyosun. Namun detik berikutnya, Yeonju justru mendengar suara berat datang dari arah belakangnya.
                “Annyeonghaseo~”
                Yeonju mati langkah, ia kembali berbalik kemudian membalas sapaan itu hanya dengan sebuah anggukan.
                Minho tersenyum menatap Yeonju, “Tidak kusangka kita bertemu lagi Yo.. eung.. Yon?”
                “Yeonju.” Jawab Hyosun melihat Minho tak sanggup mengingat nama Yeonju. “Oh apakah dia temanmu Yeonju?”
                Yeonju menangkap tatapan penuh tanda tanya dari Hyosun dengan ragu, tapi akhirnya dia mengangguk.
                “Yeonju adalah hobaenimku di kampus.” Ucap Minho menyambung jawaban Yeonju.
                “Jinjayo?” Raut wajah Hyosun berubah girang. Bisa Yeonju pastikan Hyosun sangat senang mendengar kabar itu karena sebelumnya Yeonju sama sekali tidak pernah bercerita apapun pada Hyosun tentang namja yang dekat dengannya, apalagi namja yang Yeonju suka. Yeonju selalu mengaku kalau dia memang belum menyukai siapapun.
                Dan secara sangat kebetulan sekali mereka bertiga ditemukan hari ini. Meski Yeonju dan Minho tak ada hubungan apapun dan bahkan Yeonju juga belum terang-terangan menyukai Minho, Hyosun sudah sangat bersemangat ingin menyatukan mereka. Terbukti sekarang Hyosun mengajak mereka mengobrol di sebuah cafĂ© kecil di mall itu.
                “Oh iya aku Hyosun, dan kau?” tanya Hyosun saat mereka tengah menunggu pesanan.
                “Aku Minho. Choi Minho.”
                Hyosun mengangguk-angguk. “Minho? Minho Oppa? Haruskah aku memanggilmu seperti itu?”
                Minho tersenyum kecil, “Terserah kau saja.”
                Hyosun mengalihkan pandangannya pada Yeonju, “Sejak kapan kalian kenal?”
                “Hyosun-ah~” ucap Yeonju takut jika Minho merasa tidak nyaman. Namun Minho justru menjawab pertanyaan itu dengan santai. Apapun pertanyaan aneh yang dilontarkan Hyosun padanya, selalu ia jawab. Yeonju baru tahu kalau Minho memang orang yang sangat baik hati dan ramah.
                “Oh iya, apa Oppa semester 5?” tanya Hyosun lagi.
                “Ani. Aku semester 3.”
                Hyosun mengangguk-angguk. “Berarti beda satu tahun dengan Onew Oppa.” Tapi kemudian Hyosun jadi teringat dengan sesuatu yang Onew katakan kemarin. “Apa Oppa pernah mendengar tentang perselisihan yang terjadi antara fakultas fotografi dan kedokteran?”
                Yeonju yang semula asik mengaduk-ngaduk kopinya mendadak tertarik dengan pertanyaan Hyosun. Melihat Minho yang tampak berfikir semakin membuatnya penasaran.
                “Soal itu… aku tidak terlalu yakin…” wajah Minho berubah serius. “Yang aku tahu, pihak kampus selalu meng-anak-emaskan fakultas kedokteran dan mengabaikan fakultas seni dan fotografi. Bahkan gedung kampus kami dulu bekas fakultas kedokteran. Dan sekarang tulisan ‘fakultas kedokteran’ sudah tertutupi oleh grafitty yang dibuat oleh anak-anak seni.” Jelas Minho panjang lebar.
                “Oh jadi begitu…” seloroh Hyosun menganggukkan kepalanya. “Fakultasku jadi tampak begitu arogan.”
                “Apa kau mahasiswa kedokteran?” tanya Minho balik.
                Hyosun mengangguk.
                “Aku jarang sekali bertemu dengan mahasiswa kedokteran di kampus. Apakah mereka juga membenci fakultas seni dan fotografi?”
                “Ani!” jawab Hyosun cepat. “Tapi…” tiba-tiba yeoja itu ragu dengan jawabannya sendiri.
                “Tidak perlu dijelaskanpun aku mengerti.” Tebak Minho sambil tersenyum. “Mungkin masalah ini tidak terlihat di permukaan, tapi perselisihan itu tak sanggup dihindari. Sama saja bertarung dengan saudara sendiri bukan?”
                “Aneh sekali…”
                Yang lain spontan menoleh kea rah Yeonju yang sedari tadi diam namun tiba-tiba mengucapkan kalimat itu.
                Minho tertawa pelan mendengar ucapan Yeonju. Ia sempat menegak minuman sesaat sebelum melirik jam berwarna hitam yang melingkar di tangan kirinya.
                “Sudah hampir jam 4 sore. Sepertinya aku harus pergi sekarang.” Ucap Minho meraih tas ransel yang semula ia sandarkan di samping kursi. “Gomawo untuk hari ini. Annyeong~”
                Hyosun melihat kepergian Minho dengan senang. Tapi Yeonju lagi-lagi terpaku menatap Minho dari belakang. Entahlah, cara berjalan Minho yang khas selalu membuat Yeonju terbius.
                “Aigo! Buku milik Minho Oppa ada yang tertinggal!”
***
                Mau tidak mau Yeonju harus mengembalikan buku milik Minho yang tertinggal keesokan harinya. Yeoja itu resah karena tak tahu dimana keberadaan Minho. Sudah ia coba cari ke dalam perpustakaan, student square, hall lantai 1, kantin bahkan tempat parkir, namja itu belum juga sanggup ia temukan.
                Yeonju jadi takut, jangan-jangan Minho memang sedang tak ada jadwal hari ini.
                “Mianhe, apa kau melihat Minho?” tanya Yeonju asal ke seorang yeoja yang tengah bersantai di taman.
                “Oh…” yeoja itu berfikir sejenak. “Sepertinya aku tadi melihatnya berjalan ke lantai 4 gedung B.”
                Aneh. Lagi-lagi orang lain sanggup menjawab pertanyaan Yeonju dengan mudah tanpa harus mencari berputar-putar terlebih dahulu. Ini hanya kebetulan, atau Minho memang dikenal semua orang disini?
                Yeonju mulai melangkahkan kakinya menuju gedung B yang dikatakan yeoja tadi. Diantara gedung A sampai D yang membentuk persegi, gedung B adalah gedung yang paling tua. Lantai 1 dan 2 gedung B digunakan untuk administrasi dan basecamp organisasi mahasiswa, sedangkan lantai 3 dan 4 jarang digunakan. Mungkin untuk ruang rapat sesekali. Bahkan gedung B adalah satu-satunya gedung yang tidak terhubung dengan gedung lainnya. Jika ingin ke gedung B, maka mahasiswa harus menaiki tangga dari lantai 1. Berbeda dengan gedung A, C dan D yang saling terhubung sehingga memudahkan mahasiswa untuk berpindah dari satu gedung ke gedung lainnya.
                Tapi yang Yeonju herankan adalah, apa yang Minho lakukan di gedung B yang ‘terasing’ itu?
                Perlahan ruangan demi ruangan gedung B lantai 4 Yeonju perhatikan satu persatu. Sampai di ruangan yang paling ujung Yeonju melihat seorang namja tengah membaca buku dengan headset yang terpasang di telinganya. Ketika Yeonju ingin berjalan mendekat tiba-tiba ia mendengar derap langkah dari tangga, cepat-cepat Yeonju membuka pintu di sebelah ruang tempat  Minho dan bersembunyi di sana.
                Yang sanggup Yeonju dengar berikutnya seperti sebuah pembicaraan, atau justru pertengkaran? Yeonju tak sanggup mendengarnya dengan jelas. Dalam pikirannya sekarang hanya bagaimana cara pergi dari tempat ini secepatnya.
                Dengan sangat pelan, Yeonju membuka pintu kelas itu kemudian mencoba berjalan menjauh. Tapi malang, kakinya justru menghantam sebuah kursi yang ada tepat didepan ruangan.
                BRAK!
                “Siapa disana?”                  
                Yeonju mengusap lututnya sejenak kemudian buru-buru pergi. Bisa gawat jika ia ketahuan sedang mendengar pembicaraan orang lain disini. Apalagi orang itu adalah Minho.
                “Yeonju?”
                Yang dipanggil langsung membeku di tempat. Tak sanggup pergi meski ia sangat ingin meninggalkan tempat itu secepatnya.
                Derap langkah seseorang yang berdiri dibelakang Yeonju terdengar semakin mendekat, seirama dengan detak jantung Yeonju yang kian cepat.
                “Yeonju? Kau?” Minho yang sudah menjulang didepan Yeonju tampak terkejut. Tapi kemudian dia menyadari Yeonju yang masih memegangi lututnya karena menabrak kursi tadi. “Kau tidak apa-apa?”
                Yeonju tak berani menjawab pertanyaan itu. Bahkan ia sama sekali tak membalas tatapan Minho padanya, meski sekarang Yeonju sudah jelas-jelas tertangkap basah.
                “Minho-ya~! Kita belum selesai bicara!” ucap seorang yeoja yang sebelumnya berbicara pada Minho.
                Pandangan Minho beralih pada yeoja itu, “Sudah kubilang jangan menggangguku lagi. Bukankah aku sudah berulang kali menjelaskannya padamu?” ucapnya masih terdengar begitu tenang, tak ada nada membentak sama sekali.”
                “Tapi aku mencintaimu Minho~”
                Tengkuk Yeonju terasa semakin kaku. Ini benar-benar bukan saat yang tepat berdiri diantara mereka berdua yang sedang berbicara serius.  Sudah sejak awal tak seharusnya Yeonju berada disini, tapi sekarang semuanya sudah terlambat.
                Perlahan Yeonju menggerakkan kakinya berusaha menjauh, masih tak sanggup membalas tatapan Minho maupun yeoja yang sama sekali belum pernah Yeonju lihat itu.
                “Maafkan aku, tapi aku sudah mencintai orang lain.” Ucap Minho akhirnya. “Dia adalah yeoja ini.”
                DEG! Yeonju tak melanjutkan langkahnya tepat ketika Minho mengucapkan kalimat itu. Seperti ada sebuah sengatan yang kuat di sekujur tubuh Yeonju.
                “…Sekarang kau sudah tahu semuanya. Kuharap kau mengerti.” Minho berbalik, meraih tangan Yeonju yang berdiri beberapa langkah darinya kemudian mengajak yeoja itu berjalan menuju lantai bawah.
                Detik berikutnya seluruh isi pikiran Yeonju seakan kosong. Ia seperti sedang memasuki sebuah mimpi yang tak pernah ia pikir akan terjadi. Kejadian ini terasa begitu cepat sampai-sampai Yeonju tak diberi ruang untuk berfikir apa yang sebenarnya terjadi sekarang.
                ‘Apa dia tadi benar-benar mengatakannya?’ batin Yeonju kalut.
-To Be Continue-

                Nah nah nah~ ternyata eh ternyata begitu ceritanya saudara2~ lalu apakah yang terjadi di part selanjutnya? Mari silahkan tinggalkan komentar(?)
                *gamau kasih cuap2 banyak2 takut dimarahin komennya udah diambil (?)

6 comments:

  1. Kak,, napa gak buat novel aj sih ????
    fanficxa keren2 banget loh . . .

    ReplyDelete
  2. wahhh makasih?
    novel? lagi nyoba nih say. doain ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iy kak . . .
      Q doain deh kak . . .
      aminnnn . . .

      ^^v

      Delete
  3. wah-wah makin so sweet aja nih :D kekeke
    ceritanya menarik banget kak,,bikin penasaran aja.

    ReplyDelete

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...