Annyeonghaseyo~~~
Lama ngga ngeposting akhirnya saya muncul lagi bawa lanjutan FF Serenity. Kayaknya saking lamanya udah pada lupa ya sama ceritanya wkwkwk
Jangankan readers, yang bikin aja udh hampir lupa *krik krik krik*
Maaf maaf yaa~
FF ini pending lama soalnya aku lagi galau sama lanjutan ceritanya. FF ini sebenernya udah aku bikin sampe part 18, udh mau hampir ke ending. Tapi aku belum nemuin gimana ending yang bagus, jadi harus bertapa dulu di Gunung Fuji bareng Ong wkwkwkwkwk
Dan setelah 2 tahun tinggal bersama di tenda puncak Gunung Fuji(?), akhirnya aku tahu ini mau dibawa kemana(?)
Sayangnya setelah ketemu ending, aku memutuskan untuk merubah beberapa hal dimulai dari part ini. Jadi semuanya aku rombak lagi guys T.T
Makannya butuh waktu lama hehehehehehe
langsung aja deh~
selamat membaca!
Tittle : Serenity [Part 14]
Lama ngga ngeposting akhirnya saya muncul lagi bawa lanjutan FF Serenity. Kayaknya saking lamanya udah pada lupa ya sama ceritanya wkwkwk
Jangankan readers, yang bikin aja udh hampir lupa *krik krik krik*
Maaf maaf yaa~
FF ini pending lama soalnya aku lagi galau sama lanjutan ceritanya. FF ini sebenernya udah aku bikin sampe part 18, udh mau hampir ke ending. Tapi aku belum nemuin gimana ending yang bagus, jadi harus bertapa dulu di Gunung Fuji bareng Ong wkwkwkwkwk
Dan setelah 2 tahun tinggal bersama di tenda puncak Gunung Fuji(?), akhirnya aku tahu ini mau dibawa kemana(?)
Sayangnya setelah ketemu ending, aku memutuskan untuk merubah beberapa hal dimulai dari part ini. Jadi semuanya aku rombak lagi guys T.T
Makannya butuh waktu lama hehehehehehe
langsung aja deh~
selamat membaca!
Tittle : Serenity [Part 14]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwu,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
“Perkenalkan, aku Ha Sungwoon.” Ia menyodorkan
tangannya, mengajak Seongwu bersalaman. “Mungkin kau sudah pernah mendengar
namaku sebelumnya. Aku adalah namjachingu Jihyun.”
PLUK! Saat itu pula sebuah kain lap bermotif
kotak-kotak mendarat di atas kepala Sungwoon.
“Namjachingu katamu?”
Umma Jihyun mendadak muncul di balik tubuh mungil Sungwoon. “Anak ini sudah
besar tapi masih saja suka berbohong.” Lanjutnya kemudian menjewer telinga
namja itu.
“Aaaa~ Jeosonghamnida Omonni!” Sungwoon berteriak
sambil menggosokkan telapak tangannya meminta ampun.
Hanya melihat sekilas saja Seongwu bisa mengetahui
bahwa Sungwoon memiliki hubungan yang dekat dengan keluarga Jihyun. Bahkan
namja itu dengan bebas bisa berkeliaran di rumah Jihyun seakan-akan miliknya
sendiri. Umma Jihyun pun tidak segan untuk memarahi Sungwoon sama seperti ia
memarahi anak semata wayangnya.
Ya… setidaknya kalimat yang sempat Sungwoon ucapkan
tadi tidak terbukti meski Seongwu sempat dibuat terperanjat karenanya.
“Ini…” Sungwoon menawarkan satu kaleng beer pada
Seongwu yang tengah duduk di beranda rumah Jihyun. “Sepertinya kau benar-benar
lupa padaku ya?”
Seongwu masih terdiam. Dia menatap ke arah Sungwoon
penuh tanda tanya. Nama itu memang tidak terasa asing, tapi dengan wajah yang
tengah ia lihat, tak ada satupun ingatan yang bisa ia temukan disana.
“Aku dulu teman satu kelas Jihyun dan Seonghee. Mereka
berdua memanggilku ‘dwaeji’ karena
aku banyak makan.” Dia tertawa mengingat sebutan itu. “Kau Seongwu kan? Adik
Seonghee…”
Seongwu membuka lebar-lebar mulutnya. Tidak menyangka
bahwa kakak kelasnya yang dulunya bertubuh gemuk dan dekil sekarang berubah
menjadi namja tampan dengan senyuman yang cerah. Bahkan jika dilihat dari sisi
manapun, Seongwu tidak mampu menemukan kemiripan antara sosok yang ia ingat
dimasa lalu dan orang yang tengah dihadapannya sekarang.
Mereka benar-benar… berbeda.
“Jangan salah faham, aku tidak operasi plastik.”
Lanjutnya sambil tertawa sekali lagi. Rupanya sifat easy going Sungwoon tidak
berubah sama sekali dari dulu hingga sekarang.
“Ani… Mianhe aku tidak mengenalimu Hyung.”
Sungwoon tersenyum, “Jika ommoni tadi tidak muncul,
kau pasti sudah percaya kan kalau aku adalah namjachingu Jihyun? Sayang sekali…”
Seongwu pun ikut tertawa dengan candaan Sungwoon.
Hampir saja ia tertipu dengan pengakuan ‘hyung’
yang sudah lama tidak ia kenali itu.
“Jihyun banyak bercerita tentangmu selama dia tinggal
di Seoul.” Ucap Sungwoon tiba-tiba, membuat Seongwu sedikit kaget karena Jihyun
justru bercerita kepada teman baiknya ketimbang orang tuanya sendiri. Seongwu
yakin bahwa Jihyun memiliki alasan tersendiri untuk itu.
“Beberapa kali aku mengatakan bahwa aku ingin
mengunjunginya ke Seoul, tapi dia selalu menolak keinginanku.” Sungwoon meminum
beer yang sejak tadi ia pegang. “Aku iri denganmu Seongwu-ya.”
Seongwu menoleh.
“Kau bisa terus bersama dengan Jihyun sebanyak yang
kau mau karena kalian berdua sudah seperti kakak-adik. Sedangkan aku…” dia
menghela nafas panjang. “Bahkan untuk menyatakan perasaanku padanya saja aku
tak sanggup…”
Alis Seongwu terangkat. Dari nada bicara Sungwoon
sekarang, Seongwu pikir namja itu sedikit mabuk. Mungkin ia lebih dulu menegak
beer beberapa kali sebelum akhirnya keluar rumah untuk menemui Seongwu.
“Aku dan Jihyun memang teman yang dekat. Sayangnya
karena sudah terlalu dekat kami berdua
justru terjebak dalam zona itu.” Sungwoon berujar sambil sedikit menerawang.
“Tapi setidaknya Jihyun sudah bertemu dengan seseorang yang ia tunggu
sejak dulu.”
Tangan kanan Sungwoon bergerak untuk memeluk Seongwu
dari samping.
“Mulai sekarang, Jihyun kutitipkan padamu Seongwu-ya.” Ia tersenyum. "Tolong jaga dia baik-baik."
***
Suara percikan minyak panas yang bertemu dengan adonan
tepung berisi daging terdengar cukup keras memenuhi ruangan tanpa sekat yang
berada di ujung rumah Jihyun. Seorang wanita dengan celemek berenda tampak
sibuk mondar mandir di teritori kesayangannya itu. Sepertinya waktu berjam-jam
yang ia habiskan disana tidak terasa sama sekali karena memasak adalah hobi
yang paling ia gemari.
“Hooaaaamm…” Jihyun merenggangkan otot tangannya
sambil berjalan menuruni tangga. Yeoja itu tidak berhenti menguap meski sudah
12 jam lebih ia tertidur sejak tadi malam.
“Aigoo yah~ Gadis seperti apa yang baru bangun diatas
jam 10 huh?” komentar umma Jihyun tanpa membalikkan badannya dari kompor. “Apa
di Seoul kau selalu malas-malasan begini Jihyun-ah?”
Jihyun duduk di kursi dekat meja makan, “Tentu saja
tidak umma. Di seoul aku selalu bangun pagi karena harus bekerja.”
Umma Jihyun melirik tidak percaya.
“Jinjjaya! Bahkan saat akhir minggu aku juga sering
membersihkan apartemen Seongwu.” Lanjut Jihyun meyakinkan. “Jika umma tidak
percaya, tanyakan saja pada Seongwu.”
“Arrasseo…arraseo. Sekarang cepatlah mandi lalu
habiskan sarapanmu.” Beliau sedang malas berdebat, jadi dengan cepat ia memotong
pembicaraan itu.
“Aku sudah
makan, bukankah umma yang membawakan sarapan ke dalam kamarku?” Jawabnya.
“Bahkan disitu juga ada obat penawar mabuk. Umma tahu sekali aku pasti akan
pusing seharian tanpa obat penawar setelah minum sebanyak itu.”
Umma Jihyun menoleh, “Aninde~ Sejak pagi umma bahkan
belum meninggalkan dapur.”
Kedua alis Jihyun terangkat, “Jinjja? Lalu siapa
yang…”
Otak Jihyun terpaksa berputar lebih cepat daripada
biasanya untuk menemukan siapa kemungkinan yang membawakan sarapan ke dalam kamarnya.
Kalau bukan umma… mungkinkah appa?
Ey… tidak mungkin. Sejak jam 7 pagi beliau sudah
meninggalkan rumah untuk bekerja di kantor pemerintahan. Bahkan untuk membawa
bekal ke kantor saja, appa masih sering kelupaan.
Jangan-jangan…
“Seongwu dimana umma?” tanya Jihyun lalu bangkit dari
kursi, ingin cepat menemukan namja itu.
“Seongwu….um…” Umma Jihyun menggantungkan ucapannya.
Membuat Jihyun tidak sabar lalu berlari ke lantai atas untuk mandi dan segera
mencari keberadaan namja itu.
Entah kenapa sejak kemarin Seongwu senang sekali pergi
berkeliling desa ketimbang diam di dalam rumah menemani Jihyun. Bahkan tak
hanya makan malam, sarapan pagi pun tidak sempat mereka lewatkan berdua.
Semakin sulit Jihyun bertemu dengan Seongwu, semakin penasaran yeoja itu untuk
mengetahui dimana keberadaannya.
Suasana desa yang masih alami membuat Seongwu merasa
nyaman. Setiap jalanan-jalanan kecil yang dulu sering ia lewati semasa kecil,
seperti sebuah potongan puzzle yang sekarang perlahan-lahan bersatu menjadi
lukisan yang tergambar indah dalam pikirannya.
Belum lama tinggal disana, Seongwu sudah
memperkenalkan diri ke beberapa orang yang diingatnya dulu. Seperti tetangga
sebelah rumah Jihyun, sampai pemilik sebuah minimarket yang ada diseberang
gang. Jihyun merasa lega sepertinya membawa Seongwu kembali kesini bukanlah
keputusan yang buruk karena namja itu mulai bersedia membuka masa lalu yang
sempat ia lupakan.
“Ya!” Panggil Jihyun pada namja yang tengah
memunggunginya. “Lain kali sebelum pergi…hhh… bisakah kau berpamitan dulu huh?”
lanjutnya dengan nafas tersengal.
“Nuna, kenapa kau bisa ada disini?”
Jihyun tidak menjawab pertanyaan itu, justru langsung
merebahkan badannya di sebuah gazebo yang terletak tepat di samping Seongwu
berdiri. Rasanya kaki Jihyun sudah tidak kuat lagi jika harus berjalan lebih
jauh.
Kini mereka berdua tengah berada di pegunungan yang
berjarak kurang lebih 20 menit jika ditempuh dari rumah Jihyun dengan berjalan
kaki. Jeonju memang terkenal dikelilingi dengan pegunungan. Tidak jarang para
pendaki jauh-jauh datang dari Seoul untuk ke tempat ini karena pegunungan di
Jeonju terkenal dengan pemandangan indah dan lintasannya yang landai. Bahkan
Jihyun sering menemui orang tua paruh baya yang pergi ke tempat ini untuk
berolahraga meskipun mereka sudah memasuki usia senja.
Dan sekarang… Jihyun mengaku kalah dengan para lansia
itu, karena belum mencapai lima ratus meter sejak lintasan naik ke atas ia
sudah tidak lagi kuat. Untung saja Seongwoo bisa ia temukan disana, jika namja
itu berjalan lebih jauh lagi… Jihyun tidak sanggup membayangkannya.
“Ini minumlah.” Seongwu menyodorkan air mineral yang
sempat dibelinya sebelum masuk ke area pendakian.
“Hhh… kau… Kenapa susah sekali mencarimu huh?” Protes
Jihyun.
“Aku sudah berpamitan dengan Ommonim.” Jawabnya
membuat Jihyun terkejut. “HPku juga masih aktif dan sinyal disini cukup baik.”
“Ah… shhh.” Jihyun menggerutu kesal. Ia baru menyadari
bahwa sebelum umma menjawab pertanyaannya, Jihyun lebih dulu berlari ke lantai
dua untuk mandi. Karena terburu-buru, ponselnya pun tertinggal dirumah. Alhasil
sejak tadi yeoja itu berputar mengelilingi desa dan bertanya kepada siapapun
yang kemungkinan melihat sosok Seongwu. Beruntung pemilik mini market
mengetahui kemana tujuan Seongwu pergi disaat namja itu membeli air minum.
“Ada apa nuna?” tanya Seongwu lalu duduk di samping
Jihyun. “Kenapa nuna mencariku?”
Jihyun yang semula sibuk mengatur nafasnya tiba-tiba
terhenti. Ia menoleh ke arah Seongwoo dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Itu… aku…”
Iya
ya? Kenapa Jihyun
harus kemari? Kenapa Jihyun harus repot-repot ke tempat ini untuk mencari
Seongwu. Apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan pada namja itu?
“Ah!” Jihyun berseru saat sesuatu tertangkap dalam
ingatannya. “Sarapan tadi pagi, apakah kau yang mengantarkannya ke kamarku?”
Seongwu mengangguk.
Sudah. Hanya
itu.
Kini bahkan Jihyun heran dengan dirinya sendiri.
Kenapa ia memutuskan pergi ke tempat ini hanya untuk menyampaikan pertanyaan yang
bahkan tidak berarti apapun itu? Bukankah ia bisa menanyakannya nanti saat
Seongwu sudah kembali?
“Kalau begitu
lain kali aku akan berpamitan dengan nuna dulu sebelum pergi.” Ucap Seongwu
akhirnya.
Saat itulah tiba-tiba Seongwu teringat sesuatu. Ia
menatap Jihyun beberapa saat sampai akhirnya melontarkan pertanyaan itu.
“Tadi malam Seongwoon hyung bercerita banyak padaku.”
‘Seongwoon?’
“Hyung bilang ia beberapa kali ingin pergi ke Seoul
untuk bertemu dengan nuna, tapi nuna selalu mencegahnya.” Lanjut Seongwu
membuat Jihyun mampu menebak kemana arah pembicaraan itu. “Waeyo nuna?” Seongwu
sempat berhenti sejenak sebelum kembali bertanya dengan hati-hati. “Apa karena
ada…aku?”
Yang ditanya masih terdiam. Jihyun sempat meletakkan botol
minum pemberian Seongwu dalam pangkuannya dan tidak mengalihkan pandangan dari
benda itu.
“Bukan… Bukan karena itu.” Jelas jihyun. “Aku hanya
tidak ingin dia kerepotan karena jauh-jauh datang dari Jeonju. Toh aku juga
akan kembali kesini beberapa bulan sekali, jadi… lebih baik kami bertemu disini
saja.”
Semburat kekecewaan seketika muncul di wajah Seongwu.
Ia tahu yeoja itu tidak berkata jujur. Selama ini Jihyun memang memiliki
kebiasaan untuk menghindari tatapan orang yang tengah ia ajak bicara ketika ia
tengah berbohong. Seongwu sangat tahu itu.
Seongwu akan jauh menghargai jika Jihyun mengatakan
bahwa ia memang mencegah kedatangan Seongwoon ke Seoul karena kehadiran dirinya
disana. Katakan saja kalau Jihyun takut nantinya Seongwu kecewa karena harus
kembali membuka masa lalu yang sudah lama ia tutup.
Ya… katakan saja begitu, bahwa Jihyun ingin menjaga
perasaan Seongwu.
Bahwa Jihyun memang takut kesalahan yang pernah ia
perbuat akan terulang.
Karena ia tidak ingin kehilangan Seongwu untuk yang
kedua kalinya.
-To
Be Continue-
Wkwkwk
Kalo masih pada inget, di part2 awaaal banget pas
Jihyun-ong ketemu, si Ong sempet ngejauhin Jihyun gara2 Jihyun ngungkit2 masa
lalu. Nah Jihyun takut kalo dia bawa Sungwoon ke Seoul, Ong jadi menjauh.. atau
bahkan pergi. Jadi…. (isilah titik ttitik dengan benar…)
Hehehehe
Oiya nama Seongwoo emang sengaja aku ganti jadi
Seongwu karena biar ngga bingung antara Seongwoo dan Sungwoon(?) wkwk
Buat yang penasaran sama part selanjutnya, jangan lupa
pantengin part selanjutnya di blog ini ya!
Annyeong~ *dadah dadah bareng Ong didepan pintu
apartemen pake baju couple(?)*
No comments:
Post a Comment