Annyeonghaseyo~~
Ketemu lagi di FF buluk yang lumutan ini wkwk
Ngelanjutin part sebelumnya yaa, kali ini udah nyampe di part 9 hohoh
Eits jangan lupa minggu kemaren aku udh posting part 8, silakan dibaca disini.
Tittle : Serenity [Part 9]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwoo,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
Waktu makan siang tiba. Jihyun dengan nampan berisi
makanan yang sudah ia pesan di cafeteria kantor berjalan dengan malas menuju
meja. Ketika nampan itu sudah bertengger manis disana, Jihyun justru hanya diam
tanpa menyentuhnya sama sekali. Sepertinya keputusan rapat pagi tadi membuat
yeoja itu tiba-tiba kehilangan selera makannya.
“Aigoo…
nasi itu jadi menangis karena kau tidak menghiraukannya.” Sebuah suara
terdengar dari arah belakang Jihyun. Begitu ia mendongak, orang yang baru saja
berbicara sudah berputar kemudian duduk di seberang mejanya sambil meletakkan
nampan yang sama seperti milik Jihyun.
“Gwenchanha…”
jawab Minhyun mengetahui hal yang Jihyun pikirkan. “Ini adalah pengalaman yang
baik untukmu. Lagipula kau tidak sendirian bukan? Aku akan pergi bersamamu.”
Iya-iya
Jihyun tahu itu. Seniornya yang baik ini dengan senang hati menemani Jihyun yang
ditunjuk sebagai perwakilan tim creative untuk ikut shooting variety show yang
tengah mereka kerjakan. Tapi masalahnya adalah tempat shooting yang dipakai
kali ini cukup jauh. Dan bahkan Jihyun tidak yakin apakah dia bisa menemukan
sinyal provider disana.
Gunung
Naejangsan. Gunung yang terletak di perbatasan Provinsi Jeolla di barat daya
Korea Selatan ini memiliki jarak tempuh 3 jam dari Seoul. Rencananya shooting
akan dilakukan di taman nasional Naejangsan, dimana untuk sampai kesana
pengunjung harus mendaki selama 2 jam.
Huh…
hanya membayangkannya saja membuat kepala Jihyun mendadak pusing.
Biasanya
Jihyun bersama rekan satu timnya mendiskusikan konten kemudian creative
director akan menunjuk beberapa orang yang pergi bersamanya untuk mengikuti
acara. Dan kali ini Jihyun adalah satu diantaranya.
“Kau
bilang kau suka berpetualang.” Ucap Minhyun mengingat sesuatu yang pernah
Jihyun ucapkan padanya. “Bukankah kali ini kesempatan yang bagus?”
“Itu
memang benar Sunbae–“
“Oppa.”
“Ah
Oppa.” Ralat Jihyun masih sering kelupaan memanggil Minhyun dengan sebutan
sunbae. “Tapi aku tidak yakin bisa mendaki selama itu, lagipula baru 2 bulan
aku bekerja di tempat ini. Bagaimana jika aku membuat kesalahan dan merepotkan
semua orang?”
“Aigoo~”
Minhyun menyentuh ujung kepala Jihyun lembut. “Baru kali ini aku melihatmu pesimis
seperti sekarang.”
Itu
benar. Jihyun selalu berfikiran positif dan sangat menyukai tantangan. Semakin
sulit ia mendapatkan masalah, maka yeoja itu justru lebih antusias untuk
menganalisa kesalahan dan memulainya dari awal. Kinerja Jihyun sangat bagus
selama ini, mungkin karena itu creative director memilihnya untuk ikut.
Tapi
kali ini entah kenapa perasaan Jihyun tidak enak. Ia pikir kekhawatiran yang ia
miliki sekarang jauh lebih besar daripada rasa optimis yang ia miliki
sebelumnya.
Entahlah…
***
Pukul
tujuh malam lebih tiga puluh lima menit. Jihyun baru saja menempelkan ibu
jarinya pada mesin absen sebelum kemudian keluar dari gedung tempat ia bekerja.
Yeoja itu sedikit memijit bahu dengan tangan kanannya karena sejak tadi ada
begitu banyak project yang harus ia selesaikan sampai-sampai Jihyun sama sekali
tidak meningalkan meja kerjanya selepas makan siang.
“Nuna~”
Sebuah
suara menghentikan Jihyun sesaat sebelum ia melangkahkan kaki menuju trotoar.
Meski sudah menoleh dan melihat siapa yang tengah memanggilnya, yeoja itu masih
harus menajamkan matanya karena tidak percaya dengan apa yang tengah ia temukan
disana.
“K-kau?”
Seorang
namja dengan senyum hangat. Tidak mungkin Jihyun tidak mengenalinya. Namun kali
ini ia tampak berbeda dengan kaos hitam berlapis off-white half wash denim
jaket yang sedikit longgar. Rambutnya yang terbiasa di belah pinggir terlihat
jauh lebih fresh dengan warna dark-brown dan poni yang sedikit ‘messy’.
“Ah
maaf, aku tidak sempat mengganti bajuku karena takut nuna akan pulang lebih
dulu.”
Jihyun
melebarkan pupilnya, tidak mengerti dengan penjelasan Seongwoo. Namun bukannya
memberi jawaban atas rasa penasaran Jihyun, Seongwoo justru dengan santai menarik
tangan yeoja itu menuju halte yang ada tepat didepan gedung.
“APA?!
Kau keluar dari pekerjaanmu?” lengkingan Jihyun mengiringi putaran roda bus
yang belum lama mereka tumpangi. Tampaknya yeoja itu tidak bisa mengendalikan
diri begitu Seongwoo memulai penjelasannya.
“Hm..”
balas Seongwoo tenang. “Jadi sekarang aku hanya bekerja di Café dan beberapa
kali photoshoot mungkin, jika ada tawaran.”
Ah…
Photoshoot. Daniel pernah memberi tahu Jihyun kalau Seongwoo memang beberapa
kali menjadi model brand lokal. Pantas saja malam ini dandanannya berbeda.
Jihyun sampai mengira Seongwoo adalah member wanna one karena ia terlihat jauh
lebih tampan. lol
“Apakah
ini karena aku?”
Seongwoo
menggeleng. Ia mengerti maksud Jihyun karena beberapa hari kemarin yeoja itu sempat
membahas hal ini ketika pergi ke Ilhwa village.
“Aku
hanya… ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama nuna dan juga Daniel.” Jelasnya.
“Lagipula pemilik café mengangkatku sebagai karyawan tetap disana. Jam kerjaku
sedikit bertambah jadi… kurasa memang sudah saatnya melepaskan yang lain.”
Akhirnya
Jihyun bisa bernafas lega. Mulai sekarang ia tidak harus menunggu jam 10 malam
untuk bertemu dengan Seongwoo, dan bahkan bisa dengan bebas mengajak namja itu
jalan-jalan di hari liburnya.
“Bagaimana
dengan nuna? Kenapa hari ini pulang terlambat?”
Oh…
hampir saja Jihyun melupakannya. Mood yeoja itu langsung berubah seratus
delapan puluh derajat ketika ia teringat dengan keputusan rapat pagi tadi.
“Aku
terpilih untuk ikut shooting di gunung Naejangsan.” Jawabnya lalu
menggoyang-goyangkan lengan Seongwoo. “Eottokkhae Seongwoo ya~ Aku tidak ingin
kesana~”
Kedua
alis Seongwoo terangkat, “Memangnya kapan nuna pergi?”
“Besok
lusa.” Jihyun melihat ke arah Seongwoo dengan bibir yang sedikit maju dan
melengkung ke bawah. Tatapannya pun tampak melas, seperti seorang anak kecil
yang menolak untuk mendapatkan suntik di sekolah.
“Gwenchanha.
Nuna pasti bisa melakukannya.”
Ddaeng!
Bukan itu jawaban yang Jihyun inginkan. Ia langsung melepas lengan Seongwoo
kemudian beringsut menghadap jendela.
Aigoo…
sejak kapan nunanya bertingkah kekanakan seperti ini huh?
Tidak
lama kemudian bus yang mereka tumpangi pun berhenti di dekat One Apartemen.
Jihyun yang baru saja turun langsung berjalan cepat meninggalkan Seongwoo yang
masih harus membayar.
“Nuna!
Kau sudah pulang?”
Daniel
tersenyum begitu melihat Jihyun dari kejauhan. Sepertinya namja itu baru saja
pulang dari tempat latihan, terlihat dari tas ransel yang selalu ia bawa setiap
kali ia pergi kesana.
Jihyun
berjalan melewati Daniel tanpa berbicara. Spontan membuat Daniel mengerutkan
dahinya lalu bertanya pada Seongwoo yang berada dua langkah dibelakang yeoja
itu.
“Dia
sedang marah.” Jawab Seongwoo santai.
“Waeyo?”
Seongwoo
menjelaskan dengan singkat. Ia tersenyum ketika sebuah rencana tiba-tiba
terlintas dalam benaknya. Sepertinya sekarang memang saat yang tepat untuk
sedikit bersenang-senang. Sudah lama ia tidak melakukannya.
“Jika
nuna ingin melihatku menari, datanglah ke rooftop sebentar lagi.”
Gantian
Seongwoo yang menggoda Jihyun. Ia berjalan lebih cepat menuju apartemennya sesaat
setelah mengatakan kalimat itu. Seongwoo tampak sangat puas karena sukses
membuat nunanya seketika mematung dengan tatapan kosong. Bagaimanapun juga
selama ini Jihyun hanya melihat bakat itu dimiliki Daniel, bukan Seongwoo.
Jihyun jadi penasaran setengah mati memikirkan pertunjukkan apakah yang akan
Seongwoo berikan padanya malam ini.
“Menari?
Kau sebut itu menari?”
Daniel
yang tengah memegang paha ayam goreng langsung tertawa terpingkal-pingkal
sampai tubuhnya jatuh dari bangku persegi yang ada di rooftop apartemen mereka.
“Bagaimana?
Bukankah itu keren?” pamer Seongwoo sambil meraih satu gelas beer untuk
menghilangkan rasa hausnya.
“Mwoya~”
Jihyun berujar kecewa. Ia sudah membayangkan kali ini Seongwoo akan menari
seperti Daniel yang melompat-lompat dengan kepala dibawah dan kaki
berputar-putar, tapi yang ia lihat justru namja itu menari random diiringi lagu
trot yang dimainkan melalui hpnya.
Jihyun
jadi sanksi dengan cerita Daniel soal Seongwoo yang pernah mengalahkannya dalam
lomba menari.
“Hyung…
hyung…” Daniel sampai tidak bisa bicara dengan benar karena sibuk tertawa
melihat ekspresi Seongwoo tadi. “Hyung jwigo ya~” ucapnya lalu menghabiskan
sisa ayam yang ada di tangannya.
Saat
malam tiba, mereka bertiga memang sesekali menghabiskan waktu di rooftop
apartemen seperti sekarang. Ditemani dengan dua box fried chiken dan enam botol
beer dingin, rasanya segala masalah dan keletihan yang terlewat di hari itu
bisa dengan cepat hilang. Tidak jarang bahkan Seongwoo dan Daniel sampai
ketiduran, sehingga Jihyun harus membangunkannya dengan cara yang tidak biasa
agar kedua dongsaengnya bisa kembali ke apartemen mereka masing-masing.
“Oh
iya nuna, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.” Ucap Daniel tiba-tiba. Ia
meletakkan gelasnya kemudian meraih sebuah tas kertas berwarna putih yang sejak
tadi ia letakkan di samping bangku persegi itu.
Hanya
melihat sekilas saja, Jihyun sudah mengenali tas itu.
“Ini…”
Daniel tampak ragu memandangi tas yang sempat berhenti di pangkuannya. “Aku
tidak bisa memberikannya pada Yena jadi kupikir… untuk nuna saja.”
Jihyun
tidak langsung berbicara, sejenak menatap Seongwoo yang duduk tepat disamping
Daniel.
“Bukankah
sebaiknya kau menyimpannya dulu…?” Ucap Jihyun pelan. “Siapa tahu kau bisa
memberikannya pada Yena lain kali.”
Jihyun
tidak bisa menerima begitu saja karena Daniel membeli tas itu khusus untuk
Yena. Bukan dirinya.
“Kami
sudah putus, nuna.” Akhirnya kalimat itu terucap juga. “Aku tidak bisa bertemu
dengannya lagi.”
Ini
pertama kalinya Daniel membahas kejadian malam itu secara langsung meski Jihyun
dan Seongwoo sudah tahu sebelumnya. Ia berbicara dengan nada yang datar, tidak
ada penjelasan lebih lanjut. Namun Jihyun dan Seongwoo menyadari bahwa ada
semburat kepiluan yang terpancar dari ekspresi namja itu.
Jihyun
sangat ingin mengucapkan sesuatu yang bisa menghibur Daniel agar tidak terlarut
dalam kesedihannya. Ia bahkan hampir memeluk namja itu. Tapi dalam suasana
seperti sekarang, Jihyun tidak tahu harus memulainya dari mana.
“Aigoo~
baru kali ini aku melihat seorang bad boy
patah hati.” Seongwoo mengambil gelas milik Daniel lalu mengisinya dengan beer
sampai penuh. “Cepat habiskan! Jika tidak aku tak akan mengijinkanmu tidur di
apartemen malam ini.”
Daniel
melihat ke arah Seongwoo bingung. Tapi kemudian dengan polos dia menerima gelas
itu dan menghabiskan isinya.
Sudut
bibir Jihyun membentuk seulas senyum. Rupanya lagi-lagi ia menemukan sisi lain
dari Seongwoo yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia tidak menyangka bahwa
ternyata selain memiliki sifat yang tertutup, Seongwoo juga bisa melontarkan
candaan yang garing.
Setidaknya
itu sedikit berguna sekarang.
***
“Terimakasih,
silakan datang kembali.” Seongwoo menyapa pembeli dengan ramah. Ia lantas
membetulkan topinya yang berwarna coklat sambil kembali mengecek pesanan.
Siang
itu café tempat Seongwoo bekerja tampak ramai seperti biasanya. Sebagian besar
adalah mahasiswa Konkuk yang merupakan universitas paling dekat dari sana.
Mereka biasanya akan mampir ke café untuk singgah sejenak atau justru membawa
pesanan keluar.
Setelah
memastikan tidak ada lagi yang mengantri, Seongwoo lantas berjalan ke dapur
untuk mengambil stok kue yang ada di kulkas. Namun tiba-tiba langkahnya
terhenti tepat didepan pintu pemisah antara dua ruangan.
Seongwoo
melihat ke arah TV sekilas, sepertinya ada sebuah berita menyita perhatiannya.
‘Bukankah
itu taman Naejangsan?’ batin Seongwoo langsung menyambar remote TV untuk
menaikkan volumenya.
“…Pagi
tadi telah terjadi bencana longsor di gunung Naejangsan. Beberapa area mendaki,
termasuk taman Naejangsan terkena timbunan tanah yang jatuh dari gunung. Para
warga yang tinggal di area Naejangsan akan segera di evakuasi…”
DEG!
Jantung
Seongwoo tiba-tiba berdentum begitu cepat. Matanya menatap nanar layar LCD yang
menampakkan suasana bencana yang terlihat mengerikan. Seongwoo tidak percaya
bahwa di tempat itulah Jihyun berada.
Itu… tidak mungkin… kan?
-To
Be Continue-
Haaa, apa ini.... ini apaa?
Tau2 ada bencana alaam wkwk
Gimana ya nasib Jihyun. dia selamat engga T_T
tunggu next part yaa~
No comments:
Post a Comment