Pages

Monday, 25 September 2017

FF OngNiel Wanna One : Serenity [Part 9]

Annyeonghaseyo~~
Ketemu lagi di FF buluk yang lumutan ini wkwk
Ngelanjutin part sebelumnya yaa, kali ini udah nyampe di part 9 hohoh
Eits jangan lupa minggu kemaren aku udh posting part 8, silakan dibaca disini.


Tittle                    : Serenity [Part 9]
Author                                : Ichaa Ichez
Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-15
Cast                      : Shin Jihyun, Ong Seongwoo, Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length                : Chapter.
Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                Waktu makan siang tiba. Jihyun dengan nampan berisi makanan yang sudah ia pesan di cafeteria kantor berjalan dengan malas menuju meja. Ketika nampan itu sudah bertengger manis disana, Jihyun justru hanya diam tanpa menyentuhnya sama sekali. Sepertinya keputusan rapat pagi tadi membuat yeoja itu tiba-tiba kehilangan selera makannya.
                “Aigoo… nasi itu jadi menangis karena kau tidak menghiraukannya.” Sebuah suara terdengar dari arah belakang Jihyun. Begitu ia mendongak, orang yang baru saja berbicara sudah berputar kemudian duduk di seberang mejanya sambil meletakkan nampan yang sama seperti milik Jihyun.
                “Gwenchanha…” jawab Minhyun mengetahui hal yang Jihyun pikirkan. “Ini adalah pengalaman yang baik untukmu. Lagipula kau tidak sendirian bukan? Aku akan pergi bersamamu.”
                Iya-iya Jihyun tahu itu. Seniornya yang baik ini dengan senang hati menemani Jihyun yang ditunjuk sebagai perwakilan tim creative untuk ikut shooting variety show yang tengah mereka kerjakan. Tapi masalahnya adalah tempat shooting yang dipakai kali ini cukup jauh. Dan bahkan Jihyun tidak yakin apakah dia bisa menemukan sinyal provider disana.
                Gunung Naejangsan. Gunung yang terletak di perbatasan Provinsi Jeolla di barat daya Korea Selatan ini memiliki jarak tempuh 3 jam dari Seoul. Rencananya shooting akan dilakukan di taman nasional Naejangsan, dimana untuk sampai kesana pengunjung harus mendaki selama 2 jam.
                Huh… hanya membayangkannya saja membuat kepala Jihyun mendadak pusing.
                Biasanya Jihyun bersama rekan satu timnya mendiskusikan konten kemudian creative director akan menunjuk beberapa orang yang pergi bersamanya untuk mengikuti acara. Dan kali ini Jihyun adalah satu diantaranya.
                “Kau bilang kau suka berpetualang.” Ucap Minhyun mengingat sesuatu yang pernah Jihyun ucapkan padanya. “Bukankah kali ini kesempatan yang bagus?”
                “Itu memang benar Sunbae–“
                “Oppa.”
                “Ah Oppa.” Ralat Jihyun masih sering kelupaan memanggil Minhyun dengan sebutan sunbae. “Tapi aku tidak yakin bisa mendaki selama itu, lagipula baru 2 bulan aku bekerja di tempat ini. Bagaimana jika aku membuat kesalahan dan merepotkan semua orang?”
                “Aigoo~” Minhyun menyentuh ujung kepala Jihyun lembut. “Baru kali ini aku melihatmu pesimis seperti sekarang.”
                Itu benar. Jihyun selalu berfikiran positif dan sangat menyukai tantangan. Semakin sulit ia mendapatkan masalah, maka yeoja itu justru lebih antusias untuk menganalisa kesalahan dan memulainya dari awal. Kinerja Jihyun sangat bagus selama ini, mungkin karena itu creative director memilihnya untuk ikut.
                Tapi kali ini entah kenapa perasaan Jihyun tidak enak. Ia pikir kekhawatiran yang ia miliki sekarang jauh lebih besar daripada rasa optimis yang ia miliki sebelumnya.
                Entahlah…
***
                Pukul tujuh malam lebih tiga puluh lima menit. Jihyun baru saja menempelkan ibu jarinya pada mesin absen sebelum kemudian keluar dari gedung tempat ia bekerja. Yeoja itu sedikit memijit bahu dengan tangan kanannya karena sejak tadi ada begitu banyak project yang harus ia selesaikan sampai-sampai Jihyun sama sekali tidak meningalkan meja kerjanya selepas makan siang.
                “Nuna~”
                Sebuah suara menghentikan Jihyun sesaat sebelum ia melangkahkan kaki menuju trotoar. Meski sudah menoleh dan melihat siapa yang tengah memanggilnya, yeoja itu masih harus menajamkan matanya karena tidak percaya dengan apa yang tengah ia temukan disana.
                “K-kau?”
                Seorang namja dengan senyum hangat. Tidak mungkin Jihyun tidak mengenalinya. Namun kali ini ia tampak berbeda dengan kaos hitam berlapis off-white half wash denim jaket yang sedikit longgar. Rambutnya yang terbiasa di belah pinggir terlihat jauh lebih fresh dengan warna dark-brown dan poni yang sedikit ‘messy’.
                “Ah maaf, aku tidak sempat mengganti bajuku karena takut nuna akan pulang lebih dulu.”
                Jihyun melebarkan pupilnya, tidak mengerti dengan penjelasan Seongwoo. Namun bukannya memberi jawaban atas rasa penasaran Jihyun, Seongwoo justru dengan santai menarik tangan yeoja itu menuju halte yang ada tepat didepan gedung.
                “APA?! Kau keluar dari pekerjaanmu?” lengkingan Jihyun mengiringi putaran roda bus yang belum lama mereka tumpangi. Tampaknya yeoja itu tidak bisa mengendalikan diri begitu Seongwoo memulai penjelasannya.
                “Hm..” balas Seongwoo tenang. “Jadi sekarang aku hanya bekerja di Café dan beberapa kali photoshoot mungkin, jika ada tawaran.”
                Ah… Photoshoot. Daniel pernah memberi tahu Jihyun kalau Seongwoo memang beberapa kali menjadi model brand lokal. Pantas saja malam ini dandanannya berbeda. Jihyun sampai mengira Seongwoo adalah member wanna one karena ia terlihat jauh lebih tampan. lol
                “Apakah ini karena aku?”
                Seongwoo menggeleng. Ia mengerti maksud Jihyun karena beberapa hari kemarin yeoja itu sempat membahas hal ini ketika pergi ke Ilhwa village.
                “Aku hanya… ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama nuna dan juga Daniel.” Jelasnya. “Lagipula pemilik café mengangkatku sebagai karyawan tetap disana. Jam kerjaku sedikit bertambah jadi… kurasa memang sudah saatnya melepaskan yang lain.”
                Akhirnya Jihyun bisa bernafas lega. Mulai sekarang ia tidak harus menunggu jam 10 malam untuk bertemu dengan Seongwoo, dan bahkan bisa dengan bebas mengajak namja itu jalan-jalan di hari liburnya.
                “Bagaimana dengan nuna? Kenapa hari ini pulang terlambat?”
                Oh… hampir saja Jihyun melupakannya. Mood yeoja itu langsung berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia teringat dengan keputusan rapat pagi tadi.
                “Aku terpilih untuk ikut shooting di gunung Naejangsan.” Jawabnya lalu menggoyang-goyangkan lengan Seongwoo. “Eottokkhae Seongwoo ya~ Aku tidak ingin kesana~”
                Kedua alis Seongwoo terangkat, “Memangnya kapan nuna pergi?”
                “Besok lusa.” Jihyun melihat ke arah Seongwoo dengan bibir yang sedikit maju dan melengkung ke bawah. Tatapannya pun tampak melas, seperti seorang anak kecil yang menolak untuk mendapatkan suntik di sekolah.
                “Gwenchanha. Nuna pasti bisa melakukannya.”
                Ddaeng! Bukan itu jawaban yang Jihyun inginkan. Ia langsung melepas lengan Seongwoo kemudian beringsut menghadap jendela.
                Aigoo… sejak kapan nunanya bertingkah kekanakan seperti ini huh?
                Tidak lama kemudian bus yang mereka tumpangi pun berhenti di dekat One Apartemen. Jihyun yang baru saja turun langsung berjalan cepat meninggalkan Seongwoo yang masih harus membayar.
                “Nuna! Kau sudah pulang?”
                Daniel tersenyum begitu melihat Jihyun dari kejauhan. Sepertinya namja itu baru saja pulang dari tempat latihan, terlihat dari tas ransel yang selalu ia bawa setiap kali ia pergi kesana.
                Jihyun berjalan melewati Daniel tanpa berbicara. Spontan membuat Daniel mengerutkan dahinya lalu bertanya pada Seongwoo yang berada dua langkah dibelakang yeoja itu.
                “Dia sedang marah.” Jawab Seongwoo santai.
                “Waeyo?”
                Seongwoo menjelaskan dengan singkat. Ia tersenyum ketika sebuah rencana tiba-tiba terlintas dalam benaknya. Sepertinya sekarang memang saat yang tepat untuk sedikit bersenang-senang. Sudah lama ia tidak melakukannya.
                “Jika nuna ingin melihatku menari, datanglah ke rooftop sebentar lagi.”
                Gantian Seongwoo yang menggoda Jihyun. Ia berjalan lebih cepat menuju apartemennya sesaat setelah mengatakan kalimat itu. Seongwoo tampak sangat puas karena sukses membuat nunanya seketika mematung dengan tatapan kosong. Bagaimanapun juga selama ini Jihyun hanya melihat bakat itu dimiliki Daniel, bukan Seongwoo. Jihyun jadi penasaran setengah mati memikirkan pertunjukkan apakah yang akan Seongwoo berikan padanya malam ini.
                “Menari? Kau sebut itu menari?”
                Daniel yang tengah memegang paha ayam goreng langsung tertawa terpingkal-pingkal sampai tubuhnya jatuh dari bangku persegi yang ada di rooftop apartemen mereka.
                “Bagaimana? Bukankah itu keren?” pamer Seongwoo sambil meraih satu gelas beer untuk menghilangkan rasa hausnya.
                “Mwoya~” Jihyun berujar kecewa. Ia sudah membayangkan kali ini Seongwoo akan menari seperti Daniel yang melompat-lompat dengan kepala dibawah dan kaki berputar-putar, tapi yang ia lihat justru namja itu menari random diiringi lagu trot yang dimainkan melalui hpnya.
                Jihyun jadi sanksi dengan cerita Daniel soal Seongwoo yang pernah mengalahkannya dalam lomba menari.
                “Hyung… hyung…” Daniel sampai tidak bisa bicara dengan benar karena sibuk tertawa melihat ekspresi Seongwoo tadi. “Hyung jwigo ya~” ucapnya lalu menghabiskan sisa ayam yang ada di tangannya.
                Saat malam tiba, mereka bertiga memang sesekali menghabiskan waktu di rooftop apartemen seperti sekarang. Ditemani dengan dua box fried chiken dan enam botol beer dingin, rasanya segala masalah dan keletihan yang terlewat di hari itu bisa dengan cepat hilang. Tidak jarang bahkan Seongwoo dan Daniel sampai ketiduran, sehingga Jihyun harus membangunkannya dengan cara yang tidak biasa agar kedua dongsaengnya bisa kembali ke apartemen mereka masing-masing.
                “Oh iya nuna, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.” Ucap Daniel tiba-tiba. Ia meletakkan gelasnya kemudian meraih sebuah tas kertas berwarna putih yang sejak tadi ia letakkan di samping bangku persegi itu.
                Hanya melihat sekilas saja, Jihyun sudah mengenali tas itu.
                “Ini…” Daniel tampak ragu memandangi tas yang sempat berhenti di pangkuannya. “Aku tidak bisa memberikannya pada Yena jadi kupikir… untuk nuna saja.”
                Jihyun tidak langsung berbicara, sejenak menatap Seongwoo yang duduk tepat disamping Daniel.
                “Bukankah sebaiknya kau menyimpannya dulu…?” Ucap Jihyun pelan. “Siapa tahu kau bisa memberikannya pada Yena lain kali.”
                Jihyun tidak bisa menerima begitu saja karena Daniel membeli tas itu khusus untuk Yena. Bukan dirinya.
                “Kami sudah putus, nuna.” Akhirnya kalimat itu terucap juga. “Aku tidak bisa bertemu dengannya lagi.”
                Ini pertama kalinya Daniel membahas kejadian malam itu secara langsung meski Jihyun dan Seongwoo sudah tahu sebelumnya. Ia berbicara dengan nada yang datar, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Namun Jihyun dan Seongwoo menyadari bahwa ada semburat kepiluan yang terpancar dari ekspresi namja itu.
                Jihyun sangat ingin mengucapkan sesuatu yang bisa menghibur Daniel agar tidak terlarut dalam kesedihannya. Ia bahkan hampir memeluk namja itu. Tapi dalam suasana seperti sekarang, Jihyun tidak tahu harus memulainya dari mana.
                “Aigoo~ baru kali ini aku melihat seorang bad boy patah hati.” Seongwoo mengambil gelas milik Daniel lalu mengisinya dengan beer sampai penuh. “Cepat habiskan! Jika tidak aku tak akan mengijinkanmu tidur di apartemen malam ini.”
                Daniel melihat ke arah Seongwoo bingung. Tapi kemudian dengan polos dia menerima gelas itu dan menghabiskan isinya.
                Sudut bibir Jihyun membentuk seulas senyum. Rupanya lagi-lagi ia menemukan sisi lain dari Seongwoo yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia tidak menyangka bahwa ternyata selain memiliki sifat yang tertutup, Seongwoo juga bisa melontarkan candaan yang garing.
                Setidaknya itu sedikit berguna sekarang.
***
                “Terimakasih, silakan datang kembali.” Seongwoo menyapa pembeli dengan ramah. Ia lantas membetulkan topinya yang berwarna coklat sambil kembali mengecek pesanan.
                Siang itu café tempat Seongwoo bekerja tampak ramai seperti biasanya. Sebagian besar adalah mahasiswa Konkuk yang merupakan universitas paling dekat dari sana. Mereka biasanya akan mampir ke café untuk singgah sejenak atau justru membawa pesanan keluar.
                Setelah memastikan tidak ada lagi yang mengantri, Seongwoo lantas berjalan ke dapur untuk mengambil stok kue yang ada di kulkas. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti tepat didepan pintu pemisah antara dua ruangan.
                Seongwoo melihat ke arah TV sekilas, sepertinya ada sebuah berita menyita perhatiannya.
                ‘Bukankah itu taman Naejangsan?’ batin Seongwoo langsung menyambar remote TV untuk menaikkan volumenya.
                “…Pagi tadi telah terjadi bencana longsor di gunung Naejangsan. Beberapa area mendaki, termasuk taman Naejangsan terkena timbunan tanah yang jatuh dari gunung. Para warga yang tinggal di area Naejangsan akan segera di evakuasi…”
                DEG!
                Jantung Seongwoo tiba-tiba berdentum begitu cepat. Matanya menatap nanar layar LCD yang menampakkan suasana bencana yang terlihat mengerikan. Seongwoo tidak percaya bahwa di tempat itulah Jihyun berada.
Itu… tidak mungkin… kan?       
-To Be Continue-
               
                 Haaa, apa ini.... ini apaa?
Tau2 ada bencana alaam wkwk
Gimana ya nasib Jihyun. dia selamat engga T_T
tunggu next part yaa~
               
                

No comments:

Post a Comment