Annyeonghaseyo~
Saya dataang!! Hehehe ternyata ngga jadi break dulu hihi.
weekend kemarin ngelemburr jadinya yaaaa, bisa diposting hari ini yeyeyeye
langsung aja ya~
Tittle : Serenity [Part 8]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwoo,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
Weekend
datang, waktunya untuk bersih-bersih. Beberapa hari ini mood Jihyun sedang
tidak baik karena kejadian yang ia saksikan beberapa hari lalu. Tentang Daniel
dan juga Yena.
Rasa
kesal dan kecewa atas sikap Yena masih sangat bisa Jihyun rasakan. Semuanya
tercampur menjadi satu sampai-sampai tidak ada hal yang bisa Jihyun lakukan
selain melampiaskan kemarahannya pada… pekerjaan. Karena kebetulan hari ini
weekend, jadi Jihyun memilih untuk bersih-bersih.
Sudah
sejak pagi yeoja itu membersihkan apartemennya. Mulai dari menyapu, mengepel,
mencuci baju sampai menyikat kamar mandi. Semuanya Jihyun lakukan tanpa
berfikir. Mungkin karena ia sibuk ingin melampiaskan amarahnya, semua pekerjaan
itu justru selesai lebih cepat dari yang ia perkirakan.
“Hah…”
Jihyun menjatuhkan badannya di ruang tengah sambil meneguk air dingin. Segar
sekali.
Ia
melirik ke arah jam dinding yang bertengger diatas televisi, masih pukul 10. Ahh… kenapa hari ini
terasa lama sekali?
Karena
belum cukup puas akhirnya Jihyun berpindah ke apartemen milik Seongwoo.
Rupanya
memilih untuk melanjutkan pekerjaan disana adalah keputusan yang tepat karena
begitu banyak hal menunggu Jihyun di tempat itu. Sepertinya omelan-omelan yang
sering ia lontarkan pada duo Ongniel memang tidak ada gunanya karena mereka
berdua akan tetap membuat tempat ini layaknya kapal pecah yang karam di tengah
lautan.
Jihyun
memulainya dengan mengambil sampah-sampah bekas snack yang tersisa diatas meja dan
mengembalikan beberapa barang yang berserakan disekitar tempat itu. Setelah
rapi barulah vacuum cleaner dikeluarkan. Dengan teliti Jihyun membersihkan setiap
sudut apartemen Seongwoo tanpa meninggalkan debu sedikitpun.
Kini
saatnya ke bagian tempat tidur, Jihyun mengambil beberapa kaos yang tergeletak
diatasnya dan mengganti sprei dengan yang baru. Semua baju-baju kotor pun
Jihyun cuci. Dengan cekatan yeoja itu bahkan mencuci piring sambil menunggu
baju yang masih ada di dalam mesin cuci sekaligus.
Ketika
sibuk mondar mandir sana sini, tiba-tiba bell didepan pintu terdengar. Jihyun
sedikit merapikan rambutnya sebelum akhirnya menyambut seseorang yang sudah
menunggu disana.
“Selamat
siang, apakah ini apartemen milik Kang Daniel?” seorang ahjumma dengan baju
terusan berlapis jaket abu-abu bertanya pada Jihyun.
“Ne~”
Jawab Jihyun sedikit bingung dengan kehadiran ahjumma itu. Dari penampilannya, jelas beliau bukanlah kurir makanan atau online shop yang biasanya menjadi satu
satunya orang yang memiliki kemungkinan untuk menekan bell.
“Kebetulan
Kang Daniel sedang tidak ada di tempat.” Jelas Jihyun dengan nada pelan. “Maaf
tapi… ahjumma…?”
“Aku
adalah umma Kang Daniel.”
“Ah!”
Jihyun berseru sambil membungkukkan badannya. “Jihyun imnida. Saya adalah tetangga
sebelah yang kebetulan sedang…” membersihkan apartemen Daniel?
Jihyun bingung bagaimana menjelaskannya.
“Oh… jadi agasshi yang bernama Jihyun?” Umma Daniel
tampaknya mengenali Jihyun lebih dulu. Membuat Jihyun lega karena
ia tidak tahu darimana harus bercerita.
“Silakan
diminum Ommonim.” Jihyun meletakkan secangkir teh diatas meja sesaat setelah
mempersilakan beliau untuk masuk.
“Gomawo...” Umma Daniel mengelus bahu Jihyun dan
menyuruhnya untuk duduk disampingnya. “Selama ini Daniel sering bercerita
tentang dirimu. Dia bilang sekarang ia punya nuna yang selalu merawatnya di
Seoul.”
“Ah… itu sedikit berlebihan...” Jihyun tersipu malu.
“Selama ini justru saya yang sering bergantung dengan mereka berdua. Mereka
sudah menjaga saya dengan baik.”
Beliau tersenyum. Kedua matanya berubah menjadi garis
yang melengkung, mirip sekali dengan Daniel.
Tidak terasa dua jam lebih Jihyun dan Umma Daniel
bercengkrama di apartemen milik Seongwoo. Mereka berdua tak hanya duduk sambil
menikmati secangkir teh, namun ummanya bahkan memasakkan sesuatu dari bahan
yang ia bawa jauh-jauh dari Busan.
Dari Umma Daniel, Jihyun jadi mengetahui banyak
tentang namja itu. Meskipun selama ini Jihyun tahu betul bahwa Daniel adalah
orang yang sopan, namun ia tidak tahu jika namja itu juga merupakan seorang
anak yang berbakti. Hampir setiap hari Daniel tidak lupa untuk menelfon dan
menanyakan kabar ummanya. Umma Daniel bahkan tahu kalau Jihyun sering sekali
memasakkan makanan untuk dirinya dan Seongwoo.
Dari beliau pula Jihyun mengetahui bahwa Appa dan Umma
Daniel sudah lama bercerai. Sejak saat itu Daniel memutuskan pergi ke Seoul
untuk mengejar mimpinya, sampai ia bertemu dengan Seongwoo dan menjalani hidup
seperti sekarang.
“Silyehamnida!” Seongwoo yang baru saja pulang dari
weekend-part time nya langsung menyapa sambil melepaskan sepatu.
“Ne~ Kau pulang
cepat hari ini, Seongwoo.” Sambut Umma Daniel.
Jihyun langsung tersenyum melihat kedatangan Seongwoo.
Sejak tadi ia sudah mencoba untuk menghubungi Daniel namun namja itu masih
tidak mengangkat telfon. Karena tak ada pilihan lain akhirnya Jihyun memilih
untuk menghubungi Seongwoo yang tengah bekerja. Sejujurnya Jihyun cukup
terkejut karena namja itu bisa muncul di apartemennya pada waktu siang hari
seperti sekarang. Ini bukan ijin kerja namanya, tapi membolos.
“Apa kabar Ommonim?”
“Baik, tentu saja.” Umma Daniel tersenyum lebar sambil
mengusap ujung kepala Seongwoo. “Terimakasih karena selama ini sudah menjaga
anakku.”
“Ah tidak, Aku hanya…”
“Ommoni!”
Akhirnya pemeran utama datang juga. Jihyun tidak tahu
trik apa yang digunakan Seongwoo untuk membujuk Daniel, yang jelas namja itu
benar-benar berhasil membawanya pulang untuk bertemu dengan umma yang sudah
menunggunya.
Jihyun tertegun menatap Daniel. Bertanya-tanya
bagaimana keadaannya karena sejak malam itu ia tidak kembali ke apartemen.
Bisa Jihyun lihat rambutnya sedikit berantakan dengan
lingkaran hitam yang bertengger di bawah matanya karena jarang tidur. Bahkan
suara namja itu terdengar lebih serak daripada biasanya. Namun sebuah senyuman tetap merekah ketika sosok yang ia rindukan terlihat dari depan pintu. Dengan
cepat Daniel memeluk ummanya dengan erat seolah-olah ia bisa menyimpan tubuh
kecil wanita itu dalam bahunya yang lebar.
Pertemuan yang penuh haru, batin Jihyun.
Saat itu pula Jihyun merasa ada seseorang yang
menyenggol lengannya pelan, memberi tanda agar mereka lekas pergi dari sana
untuk memberikan ruang bagi Daniel dan ummanya. Jihyun berharap kedatangan
ummanya kali ini bisa memberikan penawar bagi Daniel atas insiden beberapa hari
yang lalu.
“Hmmm… Joha.” Jihyun menghirup nafasnya dalam-dalam
sambil menutup mata. Ia lantas tersenyum pada Seongwoo yang berjalan bersamanya
di pinggiran trotoar.
“Selama tinggal di Seoul, sepertinya baru kali ini aku
melihatmu muncul di siang hari.” Ucap Jihyun terkikih. Baginya Seongwoo sudah
seperti batman yang hanya bisa ia temui di waktu malam hari.
Seongwoo tidak menjawab, hanya ikut tersenyum melihat
ekspresi Jihyun.
“Jadi… mau kemana kita sekarang?” Jihyun bertanya
dengan nada girang. Ia tahu tadi Seongwoo sempat berganti baju kerjanya dengan
sebuah kemeja bergaris warna white-brown dan celana jeans hitam karena namja
itu tidak memiliki rencana untuk kembali ke tempat kerja.
“Memangnya nuna ingin pergi kemana?”
Jihyun langsung tersenyum sambil melirik ke arah
Seongwoo. “Semua! Aku ingin mengunjungi semua tempat di Seoul!” ucapnya lalu menarik
namja itu menuju halte didepan One Apartemen.
Bukan ke Namsan Tower ataupun Distrik Gangnam yang
jadi tempat paling terkenal di Seoul, siang itu Seongwoo justru
merekomendasikan untuk pergi ke Ihwa Village yang terletak di Ihwa-dong, Seoul.
Yang membuat tempat ini special adalah begitu banyak mural-mural yang menghiasi
setiap sudut desa itu. Tidak hanya dinding rumah, melainkan juga anak tangga,
tembok-tembok pembatas sampai tiang-tiang lampu. Semuanya memiliki tema yang
berbeda-beda, menyuguhkan keindahan yang sempurna di dalam sebuah kota super
sibuk seperti Seoul.
Jihyun tidak menyangka bisa menemukan tempat semacam ini di Seoul. Ia
merasa sedang pulang ke kampungnya di Jeonju karena suasana disana sungguh asri
dan juga nyaman. Bahkan mural-mural yang berwarna-warni semakin memanjakan
matanya sehingga tak ada satupun moment yang ingin Jihyun lewatkan.
“Seongwoo-ya~ bisakah kau memotretku disini?” Jihyun
sudah berdiri manis didepan sebuah tembok dengan lukisan ikan koi yang sangat
besar.
Seongwoo hanya menurutinya dengan sabar. Tidak jarang
namja itu tersenyum tipis sambil melihat foto yang terpampang di layar ponsel milik
Jihyun karena pose yang ia perlihatkan sedikit lucu baginya.
Saat sedang asik melihat-lihat, tiba-tiba saja hujan
turun. Spontan Seongwoo menarik lengan Jihyun dan membawanya mencari tempat
berteduh. Tak jauh dari sana terlihat sebuah toko yang sedang tutup.
Cepat-cepat mereka pergi ke beranda toko itu sebelum hujan turun semakin deras.
“Aigoo… kenapa harus hujan disaat seperti ini…” Jihyun
kecewa dengan cuaca yang buruk, padahal jarang-jarang ia bisa jalan-jalan
bersama Seongwoo seperti sekarang.
“Gwenchanha nuna, sebentar lagi pasti reda.” Ucapnya
kemudian menoleh ke arah Jihyun.
Seongwoo menyesal karena hari ini hanya menggunakan
kemeja sebagai satu-satunya pakaian yang menempel di tubuhnya. Jika ia memakai
jaket, pasti Seongwoo sudah memberikannya pada Jihyun karena yeoja itu hanya
menggunakan sebuah kaos berwarna putih yang akan langsung membasahi tubuhnya
setelah terkena air hujan.
Hanya memikirkan itu saja sudah membuat Seongwoo
merasa bersalah pada Jihyun.
“Seongwoo ya…?”
“Hm?”
“Seharusnya sudah sejak dulu kita pergi jalan-jalan
seperti sekarang.”
Seongwoo tersenyum, “Iya. Tapi nuna lebih sering pergi
bersama Daniel dibandingkan denganku.” Jawabnya dengan nada cemburu.
Itu benar. Paling tidak seminggu sekali Jihyun dan
Daniel pasti pergi bersama. Bukan pergi ke tempat wisata atau berbelanja seperti di
Myeongdong kemarin, melainkan mereka berdua sering menghabiskan waktu di
sekitar area apartemen. Entah hanya untuk membeli kebutuhan harian atau sejenak
mampir di warung-warung tenda, yang jelas waktu Jihyun bersama Daniel memang lebih
banyak ketimbang dengan Seongwoo.
“Itu karena kau sibuk bekerja.” Jihyun memajukan
bibirnya, menatap ke arah hujan sambil terus berbicara. “Kenapa kau harus
bekerja sekeras itu huh? Apakah kebutuhanmu dengan Daniel begitu banyak
sampai-sampai dua pekerjaan dalam satu hari saja masih belum cukup?”
Seongwoo tidak langsung menjawab. Menunggu apakah
Jihyun masih ingin melanjutkan perkataannya atau tidak.
“Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu denganmu
Seongwoo-ya. Saat-saat seperti sekarang rasanya sungguh menyenangkan.” Lanjut
Jihyun lalu menunduk. “Kau juga tahu, menjalani pekerjaan sebanyak itu tidak
baik untuk kesehatanmu.”
Sebenarnya selama ini Jihyun mengetahui bahwa beberapa
kali Seongwoo tetap memaksakan diri untuk bekerja meski sedang tidak enak
badan. Bahkan tubuh namja itu kian mengurus, membuat Jihyun tidak tega jika
harus melihatnya.
“Mianhe…” Seongwoo
mengerti kekhawatiran Jihyun. “Tapi aku benar-benar tidak pa-pa nuna.”
Jihyun tahu Seongwoo akan menjawab seperti itu.
Bagaimanapun juga membujuk raja paruh waktu memang tidak semudah yang ia
bayangkan.
Entah kenapa Jihyun merasa Seongwoo masih
menyembunyikan sesuatu darinya. Begitu banyak pertanyaan yang bergumul dalam
otaknya, namun setiap kali Jihyun ingin bertanya Seongwoo selalu saja
mengalihkan pembicaraan. Atau terdiam.
Rasa penasaran itu membuat Jihyun menjadi sesak. Sejujurnya
ia tidak sanggup ketika setiap kali menemukan sosok Seongwoo yang misterius tengah
tersenyum hangat dengan tatapan letih di wajahnya. Jihyun merasa meski ia sudah
berusaha untuk memahami Seongwoo, masih saja ada tembok besar yang memisahkan
mereka berdua.
“Seongwoo ya..
bolehkah aku bertanya sesuatu?”
Kedua alis Seongwoo naik.
“Sejujurnya, kau menganggapku sebagai apa?”
Pertanyaan itu membuat Seongwoo tercekat. Ia tidak
mengira Jihyun akan menanyakannya secara langsung.
Nuna… tentu saja Seongwoo menganggap Jihyun sebagai
nunanya. Kata itu adalah hal yang pertama kali terlintas dalam pikiran
Seongwoo. Namun ketika ia melihat tatapan yeoja itu lebih dalam lagi, tiba-tiba
hatinya menjadi bimbang. Karena menganggap Jihyun sebagai ‘pengganti’ nunanya
bukanlah pilihan yang tepat.
Ketika Daniel mampu menjawab pertanyaan itu secara
sederhana, Seongwoo bahkan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencari
jawabannya. Arti nuna dimata Seongwoo memiliki makna yang sungguh berbeda
ketimbang nuna yang selama ini dianggap oleh Daniel.
Lalu… sebenarnya Seongwoo menganggap Jihyun sebagai
apa?
Seongwoo tidak bermaksud untuk membuat Jihyun salah
sangka dengan sikapnya. Seongwoo tidak membenci Jihyun. Tidak sama sekali.
Hanya saja perasaan yang ada dalam hatinya terlalu rumit untuk ia jelaskan.
-To Be Continue-
Hahaha~
Yaa, beginilah sodara-sodara jadinya (?)
jadi awalnya part 8 itu bukan yang ini, tapi aku selipin hihihi makannya kemaren ngga janji bisa posting sekarang hehehe
Minggu depan, sampai ketemu lagi di part 9 yaa~
No comments:
Post a Comment