Pages

Tuesday, 20 June 2017

FF SHINee : Pixie Rain [Part 16]


Episode baru sudah datang!!!
Haahh maapkeun karena telat lagi
kayaknya saya keblenger sama Produce 101 jadinya mengabaikan ff ini U.U

btw gara2 iin kemaren saya jadi kepikiran buat bikin FFnya Ongniel nyahahahaha
makannya jadi semangat nyelesain  FF ini LOLOLOLOLOLOLOL
apakah ada ide buat ceritanya?
Kalau ada yang mau kasih saran boleh loh :p


Tittle                    : Pixie Rain [Part 16]
Author                                : Ichaa Ichez
Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-13
Cast                      : Kang Yunbi, Choi Minho, Lee Taemin.
Length                : Chapter.
Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                Pukul sepuluh malam kurang 5 menit, dua orang namja berjalan perlahan melewati koridor gedung asrama pria. Kedua namja itu berhenti di depan sebuah pintu dengan nomor 205. Sudah saatnya kembali dan mengucapkan selamat tinggal, tapi tidak ada satupun dari mereka yang memulai pembicaraan.
                Key yang berdiri dihadapan Yunbi akhirnya menunjuk pintu dengan ujung dagunya, memberikan isyarat untuk Yunbi segera masuk ke dalam. Yunbi hanya membalas tatapan namja itu datar, menghela nafasnya sedikit keras sebelum kemudian membuka pintu tanpa mengatakan apapun.
                Dan dugaan Yunbi ternyata benar-benar terjadi beberapa detik kemudian. Dengan cepat ia bisa menangkap siluet seorang pria yang tengah duduk bersandar pada tiang tempat tidur sambil menatap layar handphonenya.
                “Hampir saja kau terlambat, Yunbi-ssi.” Minho bertanya dengan bahasa formal, menandakan bahwa ia sedang marah dan berkata seolah tengah berbincang dengan orang asing.
                Yunbi tidak menjawab, hanya melepas jaket kemudian menggantungkannya di balik pintu. Namja itu sempat melirik ke arah tempat tidur Taemin yang terletak ‘diatas’ dan memastikan namja itu tidak akan mendengar pembicaraan mereka karena sudah terlelap.
                “Siapa dia?” sepertinya Minho tidak lagi bisa menyembunyikan rasa penasarannya lebih lama. Ia bertanya langsung mengenai sosok Key yang tiba-tiba saja muncul secara misterius dan mencampuri urusan mereka.
                “Namjachingu.” Jawab Yunbi tanpa membalas tatapan Minho.
                “Namjachingu?” Minho memastikan. “Aku bertanya sungguh-sungguh, Yunbi-ssi.”
                “Aku juga tidak sedang bercanda.”
                “Secepat itu?” Sepertinya Minho masih tidak sanggup menerima jawaban Yunbi. “Apakah dia sudah tahu identitas aslimu? Bagaimana ia bisa mengetahuinya? Atau… jangan-jangan dia menggunakan rahasiamu agar kau mau menjadi yeojachingunya?”
                Benar. Semua itu benar. Sepertinya Yunbi memang tidak bisa berbohong didepan Minho. Namja itu selalu saja ketahuan.
                Tapi meski begitu kenyataanya, Yunbi tidak pernah menganggap bahwa Key sedang memanfaatkannya. Yah… mungkin memang iya pada awalnya. Tapi tidak untuk sekarang. Setelah menghabiskan beberapa waktu bersama namja itu, Yunbi baru menyadari bahwa ia bukan seperti yang Yunbi kira selama ini.
                Key adalah orang yang baik. Dan yang paling penting, Yunbi bisa memercayainya.
                “Jika itu memang benar, aku tidak bisa tinggal diam.” Jawab Minho. “Mulai besok kau harus menjauhinya…”
                “Jangan campuri urusanku.”
                Kalimat itu terdengar pelan namun begitu mengejutkan di telinga Minho. Kedua matanya membola, ia langsung bangkit dari tempat tidurnya.
                “Mulai sekarang jangan campuri urusanku, Minho-ssi.” Jawab Yunbi yakin sambil menarik handuknya kemudian membuka pintu kamar mandi dan bersembunyi disana. Minho hanya tidak tahu bahwa tepat setelah pintu itu tertutup, tubuh Yunbi lantas jatuh terduduk. Ia menyembunyikan wajahnya di balik handuk dan menangis dalam diam.
                Beberapa detik kemudian yang terdengar hanyalah suara pintu asrama yang terbuka lalu tertutup dengan cepat. Bisa dipastikan malam ini Minho tidak akan terlihat diatas tempat tidurnya.
***
                Cuaca hari ini begitu cerah. Yunbi yang mendapatkan hari bebasnya setiap week end tampak kurang bersemangat meski sekarang ia tengah bersama Oppa kesayangannya yang baru saja pulang dari Amerika. Namja itu masih saja dengan malas meletakkan kepalanya di kaca jendela dan mengamati satu persatu pepohonan pinggir jalan yang mereka lalui.
                “Ada apa Yunbi? Kenapa kau tidak mood hari ini?” tanya Jongsuk sambil menyetir. “Apakah kau marah pada Oppa karena tidak memberitahumu bahwa Oppa akan kembali ke korea?”
                Tidak ada jawaban.
                “Apa kau mau es krim?”
                Masih tidak ada jawaban.
                Yunbi hanya memutar kepalanya ke kanan dan memajukan bibir bawahnya. “Sebenarnya mau kemana kita sekarang?” tanya namja itu. “Kenapa tidak sampai-sampai?”
                Jongsuk langsung tersenyum. “Oppa mau ke tempat yang pernah oppa ceritakan padamu waktu itu. Karena kemarin Oppa baru saja sampai korea, jadi baru sekarang Oppa bisa kesana. Lagi pula tempat itu juga masih di area Busan.”
                Dahi Yunbi berkerut. ‘Tempat yang pernah Oppa ceritakan?’
                “Seolma…”
                Jongsuk hanya menjawab dengan anggukan.
                Tempat pemakaman Lee Yoora. Itulah tujuan mereka pergi sejak tadi. Ketika mengingat nama itu, entah kenapa hati Yunbi mendadak jadi berdebar tanpa alasan. Mengetahui bahwa seseorang yang pernah dicintai oleh Minho sudah tiada membuat perasaan Yunbi bercampur tidak karuan.
Haruskah Yunbi senang?
Tidak… Yunbi tidak memiliki alasan untuk itu.
Sedih?
Mungkin karena memperlihatkan rasa simpatinya, Yunbi sedih mengetahui kenyataan ini.
Tapi dibalik itu semua tentu Yunbi lebih merasa terkejut. Apalagi kenyataan ini justru ia ketahui dari Oppanya yang tengah berada jauh darinya.
Malam itu, malam sebelum Yunbi bertemu dengan Minho, Suho dan juga Key, ia sempat menerima sebuah panggilan dari Oppanya. Yunbi tidak menyangka bahwa dunia ini begitu sempit sampai ia tidak bisa mempercayai kata-kata dari orang yang paling ia percaya selama ini.
Gadis itu Lee Yoora. Dia adalah orang yang sama yang pernah Taemin ceritakan sebelumnya. Lee Yoora adalah seorang siswa dari SMA Cheonsa yang begitu sempurna dan memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Minho dan Suho. Dari sanalah tercipta sebuah cinta segitiga yang membuat persahabatan Minho dan Suho berubah menjadi permusuhan hingga sekarang.
Saat itu Yoora tidak memilih keduanya. Ia memilih untuk menghilang dan meninggalkan tanda tanya besar bagi semua orang yang pernah mengenalnya. Namun tanpa disangka, Yoora pergi bukan karena itu, melainkan karena sebuah alasan.
Tidak ada yang tahu ternyata Yoora mengidap sebuah penyakit bawaan. Dibalik kesempurnaannya, gadis itu hanya bisa bergantung dari obat-obatan. Karena kondisi yang semakin buruk, akhirnya ia harus focus menjalani perawatan.
Dan ternyata, seperti yang Yunbi bilang, bahwa dunia ini sangat sempit. Keluarga Yoora memilih sebuah rumah sakit terbaik di Amerika, dimana rumah sakit itu adalah tempat dimana Oppa Yunbi melakukan praktek semasa kuliahnya.
Karena memang tidak mudah menemukan warga kebangsaan korea di tempat seluas itu. Ketika mereka bertemu, mereka sudah merasa seperti keluarga. Setiap kali Jongsuk berjaga, ia pasti akan mengunjungi kamar Yoora dan saling berbagi cerita.
 “Apakah itu…dia…” Yunbi menunjuk sebuah foto yang terpajang manis disebuah etalase kecil, bersanding dengan sebuah guci berwarna biru cerah bertuliskan Lee Yoora.
Jongsuk mengangguk. “Cantik bukan?”
Yunbi tidak menjawab pertanyaan itu, namun sorot matanya mengiyakan. Lee Yoora memang sangat cantik. Wajahnya memancarkan aura kedamaian. Bahkan senyumnya terlihat begitu tenang, membuat siapapun yang melihatnya merasakan kehangatan dari senyum itu. Rambutnya yang terurai panjang dengan potongan sederhana justru membuat gadis itu terlihat semakin cantik. Namun secara keseluruhan, tatapan yeoja itulah yang paling terlihat bersinar. Kedua matanya bulat dengan double eyelids yang Yunbi yakin tercetak sempurna tanpa operasi plastik.
Baru sekarang Yunbi mengakui ada seorang yeoja yang lebih cantik darinya. Yunbi juga bisa menebak, bahwa kepribadian Lee Yoora tidak akan kalah cantik daripada wajahnya.
“Sayang sekali dia harus pergi di usia yang masih sangat muda.” Jongsuk berujar sambil memandang wajah dalam foto itu. “Beberapa bulan yang lalu, tepat sebelum ia meninggal, ia sempat menitipkan buku hariannya padaku.”
Yunbi langsung menoleh kea rah Jongsuk.
“Yoora bilang dia hanya bisa mempercayakannya padaku. Tapi sekarang sepertinya sudah saatnya buku harian itu kukembalikan.” Jongsuk mengambil sebuah buku dari tasnya, bermaksud memasukkan buku itu ke dalam etalase, tapi cepat-cepat Yunbi cegah.
“Bolehkah kupinjam sebentar?”
Buku itupun berpindah dari tangan Jongsuk ke tangan Yunbi, ia membukanya sekilas. Namun lembaran itu terhenti pada halaman yang terselip sebuah kertas dengan gambar yang tepisah.
Seketika Yunbi membelalak saat membaca kalimat yang ada dibalik kertas itu. “Oppa… sepertinya ‘kutukan’ yang terjadi padaku ada hubungannya dengan Lee Yoora!”
Jongsuk sampai menutup mulut dengan tangannya, tidak percaya bahwa ia menemukan sesuatu yang menjadi bukti bahwa kalimat yang diucapkan Yunbi benar adanya.
***
                Langit sudah mulai gelap, waktu menunjukkan puku 19.00 dimana semua penghuni asrama akan diberikan kesempatan untuk menghabiskan makan malam di kantin asrama. Namun ada beberapa dari mereka yang memilih untuk menghabiskan waktu diluar sampai jam malam habis.
                Yunbi yang sudah mengetahui ‘jadwal hujan’ hari ini bersiap di kamarnya. Seperti biasa ia akan mengambil hoodie berwarna biru navy kemudian pergi meninggalkan asrama menuju gedung olahraga dan bersembunyi disana.
                Yunbi sempat melihat ke sekeliling (termasuk ruang ganti gedung olahraga) sebelum ia memutuskan naik tribun menuju ruang operator yang ada diatas. Saat jemari mulai Yunbi mendekati gagang pintu ruang yang ia tuju, ia mendengar sesuatu dari sana. Suara itu lirih, nyaris tidak terdengar. Membuat Yunbi terdiam sejenak dan memastikan dari mana arah datangnya.
                Akhirnya Yunbi berjalan berputar menuju sisi depan ruang operator yang memiliki jendela kaca yang menghadap ke lapangan sebagai tempat untuk ‘memonitor’ pertandingan. Dari sana dengan jelas sisi dalam bisa terlihat. Meskipun sisi dalam ruang itu tampak gelap, namun jarak mereka yang cukup dekat bisa membuat Yunbi memastikan bahwa ia adalah orang yang Yunbi kenal.
                Dia adalah Minho. Yunbi sedikit mengerutkan dahinya saat melihat namja itu meringkuk di pojok ruangan, bahunya bergetar, berulang kali ia mengusap matanya sambil menatap sebuah lembaran yang terselip di sela jemarinya. Terlambat Yunbi sadari, ternyata namja itu tengah menangis.
                Jantung Yunbi berdegup begitu kencang. Ia tak pernah menemukan Minho dalam keadaan seperti sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi sampai namja itu terlihat sangat terpukul hingga menangis? Apakah masalah itu sangat berat sampai-sampai ia tidak mampu membendung perasaannya?
                Belum lama Yunbi berdiri di sana, ia ingin melihat lebih dekat untuk memastikan foto siapa yang tengah Minho pegang. Tapi tanpa sadar kakinya mengenai ujung kursi tribun dan menimbulkan suara, spontan Minho mendongak untuk memastikan siapa disana.
                Yunbi berusaha untuk pergi dari sana dengan menuruni tangga tribun, namun panggilan Minho menghentikan langkahnya.
                “Siapa disana?”
                Tidak berani menoleh, Yunbi hanya berdiri mematung. Memaksa Minho kemudian berjalan melewati yeoja itu dan berdiri berhadapan dengannya, disalah satu anak tangga yang berada dibawah Yunbi.
                Begitu Minho menyadari bahwa yeoja yang bersembunyi di balik hoodie itu adalah Yunbi, ia tidak berkata apapun lagi. Seakan-akan namja itu tidak pernah bertemu dan bahkan mengenalinya, Minho memilih untuk berlalu begitu saja.
                “Chakkaman!” kali ini suara Yunbi yang terdengar.
                Langkah Minho terhenti sejenak. Namun orang yang ia tunggu tidak juga melanjutkan perkataannya. Membuat namja itu memilih untuk kembali turun dan bermaksud pergi dari sana.
                Selanjutnya, belum juga ia berpindah ke anak tangga lain ada sebuah dekapan yang lebih dulu menghentikan langkahnya disana.
                Yunbi yang berdiri satu tangga diatas Minho tidak bisa membiarkan namja itu berperang dengan perasaan sedihnya seorang diri. Ia tahu pertengkaran terakhirnya bersama Minho sudah memberikan sebuah tembok besar nan tinggi yang tidak sanggup ia hancurkan. Namun perasaan sedih untuk meninggalkan Minho dalam keadaan seperti sekarang jauh membuat Yunbi lebih tidak nyaman.
                Ia tidak sanggup berkata apapun. Ia tidak memiliki bahu yang lapang yang bisa menampung segala keluh kesah milik Minho. Ia pun tahu ia tidak pantas menawarkan semua itu setelah apa yang ia katakan. Namun yang Yunbi miliki sekarang hanyalah sebuah perasaan. Perasaan yang baru pertamakalinya Yunbi rasakan seumur hidup. Perasaan yang tersembunyi dengan baik di salah satu bilik hatinya yang paling dalam.
                Sebuah perasaan yang paling tulus yang ia punya. Yang akan membiarkan ia mendapat rasa sakit demi kenyamanan seseorang yang tengah Yunbi pikirkan sekarang. Biar saja… biar saja Yunbi mendapatkan rasa sakit. Asalkan Minho dapat mengurangi rasa sedihnya ketika ia menyadari bahwa ia baru saja kehilangan seseorang yang paling ia sayangi.
                Lee Yoora.
                Hanya beberapa saat. Hanya menghabiskan waktu yang singkat ketika Yunbi mencoba memeluk tubuh Minho dari belakang, sebelum akhirnya namja itu melepaskan dengan perlahan kedua tangan Yunbi dan meninggalkan ia disana.
***
                Berjarak 10 meter dari tempat Yunbi dan Minho. Sebuah lensa kamera terselip diantara daun pintu dengan bidikan dari seseorang yang tampaknya sudah sangat menantikan momen ini. Sebuah senyuman licik tersungging di sudut bibirnya. Hanya dengan menekan tombol beberapa kali, ia mampu menangkap momen itu secara sempurna.
-To Be Continue-

No comments:

Post a Comment