Annyeonghaseyo readers serenity dimanapun berada~
super fast kan?
belum ada seminggu udah nongol lagi lanjutan serenity. Ya~ namanya juga dikejar target wkwkwk
Melanjutkan part 17 yang aku posting kemaren, serenity kali ini bakalan menyuguhkan cerita romance yang so sweet dengan pemain baru(?) yang muncul di akhir part.
siapakah dia~
selamat membaca!
Yap! orang itu adalah HA SUNGWOON.
ngga baru sih, cuman ya dia ajaib aja tau2 nongol di Seoul padahal ngga pernah tahu alamat Jihyun. hm...
kira2 kenapa yang Sungwoon ke Seoul.
Besok bakalan aku post paart selanjutnya.
Jangan lupa mampir lagi!
super fast kan?
belum ada seminggu udah nongol lagi lanjutan serenity. Ya~ namanya juga dikejar target wkwkwk
Melanjutkan part 17 yang aku posting kemaren, serenity kali ini bakalan menyuguhkan cerita romance yang so sweet dengan pemain baru(?) yang muncul di akhir part.
siapakah dia~
selamat membaca!
Serenity
Part 18
Hari terakhir sebelum weekend
datang, seperti biasanya Jihyun tampak bersemangat untuk bekerja karena tinggal
sehari lagi ia akan mengajak Seongwu jalan-jalan. Sebuah senyuman yang
tersungging di wajah yeoja itu tidak juga hilang semenjak bangun pagi sampai ia
selesai berdandan. Rasa-rasanya Jihyun ingin hari ini segera berlalu sehingga
esok ia akan bisa cepat menikmati weekend spesialnya.
Mengenakan coat yang berwarna
senada dengan tas dan sepatunya, pukul 08.15 akhirnya Jihyun berangkat. Namun tepat
ketika ia membuka pintu, sebuah siluet seseorang yang berdiri tepat didepan apartemennya
menghentikan langkah yeoja itu.
“Annyeong nuna.” Sapa seseorang
disana dengan nada rendah. Ia tersenyum melihat Jihyun tampak siap dengan
kemeja berlapiskan coat yang tidak dikancingkan.
“Sudah mau berangkat?” Tanya
Seongwu berjalan mendekati Jihyun kemudian mengeratkan kerah coat milik yeoja
itu.
Jihyun melirikkan matanya keatas
untuk menangkap tatapan Seongwu. “Hm~” jawabnya dengan anggukan kecil meskipun
dalam hati ia bersusah payah untuk mengendalikan degup jantungnya yang tidak
karuan.
Seongwu tidak langsung
menanggapi Jihyun lagi, namja itu terdiam beberapa saat sampai Jihyun menaikkan
alis untuk bertanya dengan ekspresi wajahnya.
“Nuna..” panggil Seongwu
menunduk sambil meraih tangan Jihyun. “Sepertinya besok aku tidak bisa menemani
nuna pergi…” ucapnya tampak ragu. “Jadi, bagaimana kalau kita pergi hari ini
saja?”
Rasa kecewa sempat mencuat dalam
hati Jihyun karena memang beberapa hari yang lalu ia sempat mengatakan bahwa
ingin mengajak Seongwu pergi ke Bukcheon Hanok Village weekend ini. Biasanya setiap
musim dingin akan diadakan festival di Bucheon Hanok village dan Jihyun ingin
pergi kesana sebelum festival itu berakhir.
Tapi melihat bagaimana ekspresi
Seongwu sekarang rasanya Jihyun mustahil menolak tawaran itu. Tanpa berfikir
panjang, Jihyun pun langsung mengapit lengan Seongwu dan mengajaknya pergi meninggalkan
apartemen.
“Kajja!” ucapnya dengan riang.
Sepertinya memang tidak ada waktu yang lebih berharga daripada menghabiskannya
dengan seseorang yang paling ia fikirkan saat ini.
Dan tidak sampai satu jam
kemudian mereka berdua pun sudah berdiri didepan gerbang menuju bukchon hanok
village. Memasuki hari-hari terakhir festival musim dingin, tempat ini tetap ramai
meskipun sekarang bukan hari libur. Pengunjung yang datang dari segala usia,
mulai dari anak-anak hingga orang tua. Tampaknya mereka tidak ingin ketinggalan
festival yang hanya akan diadakan satu tahun sekali ini.
Jihyun tidak henti-hentinya terperangah
dengan keaslian kampung tradisional korea yang tengah ia kunjungi. Kampung
bukchon memiliki lorong yang sempit dengan rumah-rumah tradisional berjajar
dengan rapi, menggambarkan indahnya kehidupan di masa dinasti Joseon. Rasanya
ia sampai tidak percaya bahwa tempat ini berada di tengah-tengah hiruk pikuk
kota seoul yang sarat akan bangunan modern.
Tidak hanya ada rumah-rumah yang
terpelihara dengan baik, namun disana juga terdapat tari-tarian yang berada
tepat ditengah kampung dengan lapangan kecil. Jihyun juga bisa menemukan banyak orang yang
menjual jajanan khas beserta restoran sederhana di rumah-rumah itu.
Tanpa persetujuan Seongwu,
Jihyun langsung menarik nyake salah satu rumah yang menawarkan jasa foto.
Bahkan Jihyun sangat bersemangat sampai tanpa sadar ia memilih kostum hanbok
berwarna merah serta biru navy yang merupakan pakaian tradisional untuk
pernikahan pada jaman Dinasti Joseon.
Mereka berdua pun duduk dengan canggung
didepan sebuah rumah hanok menggunakan pakaian hanbok pilihan Jihyun. Setelah
moment itu diambil, hanya membutuhkan waktu beberapa menit sampai akhirnya foto
mereka terbingkai dengan manis di dalam figura.
Sejak mereka menerima foto itu
sampai sekarang keduanya duduk di salah satu gazebo bukcheon, Jihyun tidak
pernah sekalipun berhenti untuk tertawa. Ia bahkan tidak mempedulikan Seongwu
yang sempat singgah sejenak untuk membeli odeng panas, yeoja itu tetap saja
tampak geli setiap kali melihat foto mereka berdua disana.
“Ada apa nuna? Sepertinya tidak
ada lucu…” Seongwu melirik foto itu lagi. Memang tidak ada yang aneh disana,
tapi kenapa Jihyun bisa sampai tertawa seperti itu?
“Ini… bukahkan ekspresi kita
berdua lucu sekali?” ia tertawa lagi. Bahkan sambil memegangi perutnya yang
mulai kram.
Kerutan dahi di wajah Seongwu
semakin dalam. Ia kembali melihat Jihyun yang belum selesai dengan tawanya.
“Tapi… apakah nuna tahu hanbok
itu sebenarnya untuk apa?”
Tiba-tiba Jihyun berhenti
tertawa. Ia membetulkan punggungnya yang semula bersandar pada tiang menjadi
duduk disebelah Seongwu sambil meraih odeng yang ada ditengah mereka.
“Tentu saja aku tahu.”
‘Hm?’
“Sudah sejak dari nenek buyutku,
kemudian nenekku, kemudian ummaku menggunakan kostum itu untuk pernikahan.” Ia
berseloroh sambil terus menghabiskan odeng yang masih mengeluarkan asap-asap
tipis di udara. “Tapi kata umma kostum seperti itu terlalu kuno, jadi ia hanya
berfoto sekali kemudian berganti dengan baju modern dan memajang foto terakhir
di dalam rumah. Karena itu, kau tidak pernah melihatnya bukan?”
Seongwu tersenyum malu. Ia fikir
Jihyun memilihnya asal-asalan karena hanya mengambil dua kostum itu secara
acak. Tapi setelah mengetahui alasannya, Seongwu jadi ikut-ikutan ingin
menertawakan pose mereka berdua dalam foto itu.
“Ne nuna~ Aku tidak pernah–”
“Seongwu-ya! Salju!” Jihyun
tiba-tiba berseru saat menyadari salju mulai turun. Sorot matanya tampak begitu
takjub memandangi satu persatu butiran salju mulai jatuh dari langit dan
mewarnai dunia dengan dominan putih. Apalagi gazebo yang mereka singgahi
merupakan tempat yang paling tinggi di area Bukcheon Hanok village. Dari sana
Jihyun bisa melihat dengan jelas langit berubah menjadi mendung, menjatuhkan
butiran salju yang menempel pada atap rumah serta dahan-dahan pohon kering.
Bola mata Jihyun berbinar seakan
sanggup merekam setiap detik moment itu. Ia tak menyadari bahwa dalam beberapa
waktu sama sekali tidak merubah posisinya sampai sebuah coat bertengger di
bahunya. Jihyun menoleh dan dia menemukan Seongwu tengah menatapnya
lurus-lurus. Membuat perasaan yang sebelumnya tenang mendadak bergejolak
sembari menelusuri jalan pikiran Seongwu lewat tatapannya yang intens.
“Nuna.” Panggilan bernada rendah
itu seirama dengan gerakan halus pada sela-sela jemarinya.
Jihyun sampai tidak sempat
menarik nafas karena sibuk menenangkan debaran jantungnya yang tiba-tiba
menjadi super berisik sampai ia tak bisa mendengar apapun didunia ini. Dan semua
itu terasa lengkap dengan terpaan angin bersama halusnya salju yang menari-nari
disekitar mereka berdua.
Sorot mata itu… meski bibir
Seongwu tidak lagi berbicara namun ia sanggup menyampaikan gejolak hati yang
menggebu dengan cahaya yang begitu hangat. Jihyun bisa saja gila jika Seongwu
terus menyorotkan tatapan penuh makna dengan jarak yang begitu dekat seperti
sekarang.
Ah tidak… sepertinya Jihyun
sudah benar-benar gila.
Jihyun
pun menarik nafas saat menyadari tatapan Seongwu semakin lama semakin dekat
sampai ia dengan cepat menghilangkan jarak diantara mereka berdua. Dan yang
terjadi selanjutnya sebuah kecupan hangat mendarat dengan lembut di pipi
Jihyun. Itupun sudah lebih dari cukup membuat perasaan yang sebelumnya
terbelenggu kini membuncah dengan riang di udara.
“Saranghamnida.”
Satu kalimat yang dengan mudah
membuat jantung Jihyun meledak saat itu juga. Rasa-rasanya kini tubuh Jihyun
menjadi sangat ringan hingga ia melayang dan lupa mendaratkan kakinya di tanah.
Benarkah baru saja Seongwu
mengatakan perasaannya pada Jihyun?
Bahwa dia mencintainya?
Seorang Seongwu?
Ong Seongwu?
Pikiran Jihyun masih blank
bahkan disaat Seongwu sudah kembali menatapnya. Kedua mata yang tampak sayu
itupun melengkung tersenyum saat menangkap ekpresi Jihyun yang tampak flat
dengan tubuh membeku bagai patung.
“Disini mulai dingin, sebaiknya
kita cepat pulang kerumah. Nanti nuna sakit.”
Dan seolah tidak terjadi apapun,
Seongwu kembali menggandeng Jihyun untuk turun dari gazebo kemudian berjalan meninggalkan
tempat yang penuh dengan kenangan indah itu. Bersama coat berwarna biru donker
yang masih bertengger di bahu Jihyun. Serta sebuah foto yang menampilkan senyum
manis sepasang manusia berpakaian hanbok pernikahan pada masa dinasti Joseon.
***
“Dua kaleng kornet dan satu
toples gochujang.” Ucap Daniel sambil membaca daftar belanjaan yang tertulis
dalam kertas. “Nuna, kornetnya mau rasa sapi atau tuna?”
Yang ditanya justru terdiam
sambil memangku tangan pada ujung besi trolly.
Daniel mengerutkan dahi melihat
tingkah Jihyun. Sejak tadi nunanya itu benar-benar aneh karena sering melamun
bahkan terkadang tersenyum tanpa sebab.
“Nu-na!” panggil Daniel sedikit
keras. Membuat Jihyun terkesiap dan mencoba menanyakan apa yang terjadi.
Jika sudah begini sepertinya Daniel
memang harus mencurigai sesuatu antara Jihyun dan juga Seongwu selama ia tidak
ada di apartemen.
Sama seperti bulan-bulan
sebelumnya, weekend ini pun Jihyun mengajak Daniel untuk belanja bulanan.
Harusnya hari ini ia pergi bersama Seongwu, tapi karena Seongwu bilang ada
urusan dan mereka sudah pergi bersama kemarin lusa, akhirnya hari ini Jihyun
terpaksa menelfon Daniel dan meminta namja itu untuk menemaninya berbelanja.
“Sini biar aku bawa, nuna
membawakan yang kecil saja.” Perintah Daniel saat Jihyun bersikeras membawa
kantong belanjaan saat mereka turun dari bus.
“Sudah hampir jam 8 malam,
Seongwu sudah pulang belum ya…” Jihyun berbicara sambil melihat kea rah jam
tangannya.
“Jadi nuna sudah rindu Seongwu
hyung? Padahal belum genap dua hari yang lalu bertemu…” ledek Daniel sambil
terkekeh.
“Ya~ bukan begitu maksudku!”
“Hahahaha~” ia tertawa. “Ah!
Hampir saja aku lupa. Kemarin saat kalian berdua pergi ke Jeonju, ada namja
paruh baya yang mencari Seongwu Hyung ke apartemen.”
‘Eung?’ Jihyun mengerutkan
dahinya.
“Aku belum pernah bertemu orang
itu sebelumnya, tapi sepertinya dia sudah mengenal hyung untuk waktu yang
lama…”
Kali ini Jihyun berfikir sambil
menoleh kea rah Daniel. Ia kemudian mencoba membukakan pintu utama apartemen di
lantai bawah sampai seseorang menghentikan langkahnya disana.
Dengan tas ransel yang tidak terisi
penuh, namja yang tengah berdiri memunggungi mereka itu terlalu familiar di
mata Jihyun. Jihyun memperhatikan gerak gerik orang itu saat mencoba memencet
tombol lift sampai ia berhasil berdiri disampingnya. Hampir saja Jihyun
berteriak dengan keras jika namja itu tidak lebih dulu membuka suaranya.
“Jihyun-ah!” sebuah aksen khas
Jeonju terdengar disana.
Bukan. Namja ini bukan seseorang
yang Daniel maksud. Tetapi keduanya sama-sama belum pernah Daniel temui
sebelumnya.
“SUNGWOON??” pekik Jihyun
kemudian menghambur memeluk namja itu.
-To
Be Continue-
ngga baru sih, cuman ya dia ajaib aja tau2 nongol di Seoul padahal ngga pernah tahu alamat Jihyun. hm...
kira2 kenapa yang Sungwoon ke Seoul.
Besok bakalan aku post paart selanjutnya.
Jangan lupa mampir lagi!
No comments:
Post a Comment