Pages

Thursday, 27 December 2018

FF Ongniel Wannaone : Serenity [Part 18]

Annyeonghaseyo readers serenity dimanapun berada~
super fast kan?
belum ada seminggu udah nongol lagi lanjutan serenity. Ya~ namanya juga dikejar target wkwkwk

Melanjutkan part 17 yang aku posting kemaren, serenity kali ini bakalan menyuguhkan cerita romance yang so sweet dengan pemain baru(?) yang muncul di akhir part.

siapakah dia~

selamat membaca!


Serenity Part 18



                Hari terakhir sebelum weekend datang, seperti biasanya Jihyun tampak bersemangat untuk bekerja karena tinggal sehari lagi ia akan mengajak Seongwu jalan-jalan. Sebuah senyuman yang tersungging di wajah yeoja itu tidak juga hilang semenjak bangun pagi sampai ia selesai berdandan. Rasa-rasanya Jihyun ingin hari ini segera berlalu sehingga esok ia akan bisa cepat menikmati weekend spesialnya.
                Mengenakan coat yang berwarna senada dengan tas dan sepatunya, pukul 08.15 akhirnya Jihyun berangkat. Namun tepat ketika ia membuka pintu, sebuah siluet seseorang yang berdiri tepat didepan apartemennya menghentikan langkah yeoja itu.
                “Annyeong nuna.” Sapa seseorang disana dengan nada rendah. Ia tersenyum melihat Jihyun tampak siap dengan kemeja berlapiskan coat yang tidak dikancingkan.
                “Sudah mau berangkat?” Tanya Seongwu berjalan mendekati Jihyun kemudian mengeratkan kerah coat milik yeoja itu.
                Jihyun melirikkan matanya keatas untuk menangkap tatapan Seongwu. “Hm~” jawabnya dengan anggukan kecil meskipun dalam hati ia bersusah payah untuk mengendalikan degup jantungnya yang tidak karuan.
                Seongwu tidak langsung menanggapi Jihyun lagi, namja itu terdiam beberapa saat sampai Jihyun menaikkan alis untuk bertanya dengan ekspresi wajahnya.
                “Nuna..” panggil Seongwu menunduk sambil meraih tangan Jihyun. “Sepertinya besok aku tidak bisa menemani nuna pergi…” ucapnya tampak ragu. “Jadi, bagaimana kalau kita pergi hari ini saja?”
                Rasa kecewa sempat mencuat dalam hati Jihyun karena memang beberapa hari yang lalu ia sempat mengatakan bahwa ingin mengajak Seongwu pergi ke Bukcheon Hanok Village weekend ini. Biasanya setiap musim dingin akan diadakan festival di Bucheon Hanok village dan Jihyun ingin pergi kesana sebelum festival itu berakhir.
                Tapi melihat bagaimana ekspresi Seongwu sekarang rasanya Jihyun mustahil menolak tawaran itu. Tanpa berfikir panjang, Jihyun pun langsung mengapit lengan Seongwu dan mengajaknya pergi meninggalkan apartemen.
                “Kajja!” ucapnya dengan riang. Sepertinya memang tidak ada waktu yang lebih berharga daripada menghabiskannya dengan seseorang yang paling ia fikirkan saat ini.
                Dan tidak sampai satu jam kemudian mereka berdua pun sudah berdiri didepan gerbang menuju bukchon hanok village. Memasuki hari-hari terakhir festival musim dingin, tempat ini tetap ramai meskipun sekarang bukan hari libur. Pengunjung yang datang dari segala usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Tampaknya mereka tidak ingin ketinggalan festival yang hanya akan diadakan satu tahun sekali ini.
                Jihyun tidak henti-hentinya terperangah dengan keaslian kampung tradisional korea yang tengah ia kunjungi. Kampung bukchon memiliki lorong yang sempit dengan rumah-rumah tradisional berjajar dengan rapi, menggambarkan indahnya kehidupan di masa dinasti Joseon. Rasanya ia sampai tidak percaya bahwa tempat ini berada di tengah-tengah hiruk pikuk kota seoul yang sarat akan bangunan modern.
                Tidak hanya ada rumah-rumah yang terpelihara dengan baik, namun disana juga terdapat tari-tarian yang berada tepat ditengah kampung dengan lapangan kecil.  Jihyun juga bisa menemukan banyak orang yang menjual jajanan khas beserta restoran sederhana di rumah-rumah itu.
                Tanpa persetujuan Seongwu, Jihyun langsung menarik nyake salah satu rumah yang menawarkan jasa foto. Bahkan Jihyun sangat bersemangat sampai tanpa sadar ia memilih kostum hanbok berwarna merah serta biru navy yang merupakan pakaian tradisional untuk pernikahan pada jaman Dinasti Joseon.
                Mereka berdua pun duduk dengan canggung didepan sebuah rumah hanok menggunakan pakaian hanbok pilihan Jihyun. Setelah moment itu diambil, hanya membutuhkan waktu beberapa menit sampai akhirnya foto mereka terbingkai dengan manis di dalam figura.
                Sejak mereka menerima foto itu sampai sekarang keduanya duduk di salah satu gazebo bukcheon, Jihyun tidak pernah sekalipun berhenti untuk tertawa. Ia bahkan tidak mempedulikan Seongwu yang sempat singgah sejenak untuk membeli odeng panas, yeoja itu tetap saja tampak geli setiap kali melihat foto mereka berdua disana.
                “Ada apa nuna? Sepertinya tidak ada lucu…” Seongwu melirik foto itu lagi. Memang tidak ada yang aneh disana, tapi kenapa Jihyun bisa sampai tertawa seperti itu?
                “Ini… bukahkan ekspresi kita berdua lucu sekali?” ia tertawa lagi. Bahkan sambil memegangi perutnya yang mulai kram.
                Kerutan dahi di wajah Seongwu semakin dalam. Ia kembali melihat Jihyun yang belum selesai dengan tawanya.
                “Tapi… apakah nuna tahu hanbok itu sebenarnya untuk apa?”
                Tiba-tiba Jihyun berhenti tertawa. Ia membetulkan punggungnya yang semula bersandar pada tiang menjadi duduk disebelah Seongwu sambil meraih odeng yang ada ditengah mereka.
                “Tentu saja aku tahu.”
                ‘Hm?’
                “Sudah sejak dari nenek buyutku, kemudian nenekku, kemudian ummaku menggunakan kostum itu untuk pernikahan.” Ia berseloroh sambil terus menghabiskan odeng yang masih mengeluarkan asap-asap tipis di udara. “Tapi kata umma kostum seperti itu terlalu kuno, jadi ia hanya berfoto sekali kemudian berganti dengan baju modern dan memajang foto terakhir di dalam rumah. Karena itu, kau tidak pernah melihatnya bukan?”
                Seongwu tersenyum malu. Ia fikir Jihyun memilihnya asal-asalan karena hanya mengambil dua kostum itu secara acak. Tapi setelah mengetahui alasannya, Seongwu jadi ikut-ikutan ingin menertawakan pose mereka berdua dalam foto itu.
                “Ne nuna~ Aku tidak pernah–”
                “Seongwu-ya! Salju!” Jihyun tiba-tiba berseru saat menyadari salju mulai turun. Sorot matanya tampak begitu takjub memandangi satu persatu butiran salju mulai jatuh dari langit dan mewarnai dunia dengan dominan putih. Apalagi gazebo yang mereka singgahi merupakan tempat yang paling tinggi di area Bukcheon Hanok village. Dari sana Jihyun bisa melihat dengan jelas langit berubah menjadi mendung, menjatuhkan butiran salju yang menempel pada atap rumah serta dahan-dahan pohon kering.
                Bola mata Jihyun berbinar seakan sanggup merekam setiap detik moment itu. Ia tak menyadari bahwa dalam beberapa waktu sama sekali tidak merubah posisinya sampai sebuah coat bertengger di bahunya. Jihyun menoleh dan dia menemukan Seongwu tengah menatapnya lurus-lurus. Membuat perasaan yang sebelumnya tenang mendadak bergejolak sembari menelusuri jalan pikiran Seongwu lewat tatapannya yang intens.
                “Nuna.” Panggilan bernada rendah itu seirama dengan gerakan halus pada sela-sela jemarinya.
                Jihyun sampai tidak sempat menarik nafas karena sibuk menenangkan debaran jantungnya yang tiba-tiba menjadi super berisik sampai ia tak bisa mendengar apapun didunia ini. Dan semua itu terasa lengkap dengan terpaan angin bersama halusnya salju yang menari-nari disekitar mereka berdua.
                Sorot mata itu… meski bibir Seongwu tidak lagi berbicara namun ia sanggup menyampaikan gejolak hati yang menggebu dengan cahaya yang begitu hangat. Jihyun bisa saja gila jika Seongwu terus menyorotkan tatapan penuh makna dengan jarak yang begitu dekat seperti sekarang.
                Ah tidak… sepertinya Jihyun sudah benar-benar gila.
Jihyun pun menarik nafas saat menyadari tatapan Seongwu semakin lama semakin dekat sampai ia dengan cepat menghilangkan jarak diantara mereka berdua. Dan yang terjadi selanjutnya sebuah kecupan hangat mendarat dengan lembut di pipi Jihyun. Itupun sudah lebih dari cukup membuat perasaan yang sebelumnya terbelenggu kini membuncah dengan riang di udara.
                “Saranghamnida.”
                Satu kalimat yang dengan mudah membuat jantung Jihyun meledak saat itu juga. Rasa-rasanya kini tubuh Jihyun menjadi sangat ringan hingga ia melayang dan lupa mendaratkan kakinya di tanah.
                Benarkah baru saja Seongwu mengatakan perasaannya pada Jihyun?
                Bahwa dia mencintainya?
                Seorang Seongwu?
                Ong Seongwu?
                Pikiran Jihyun masih blank bahkan disaat Seongwu sudah kembali menatapnya. Kedua mata yang tampak sayu itupun melengkung tersenyum saat menangkap ekpresi Jihyun yang tampak flat dengan tubuh membeku bagai patung.
                “Disini mulai dingin, sebaiknya kita cepat pulang kerumah. Nanti nuna sakit.”
                Dan seolah tidak terjadi apapun, Seongwu kembali menggandeng Jihyun untuk turun dari gazebo kemudian berjalan meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan indah itu. Bersama coat berwarna biru donker yang masih bertengger di bahu Jihyun. Serta sebuah foto yang menampilkan senyum manis sepasang manusia berpakaian hanbok pernikahan pada masa dinasti Joseon.
***
                “Dua kaleng kornet dan satu toples gochujang.” Ucap Daniel sambil membaca daftar belanjaan yang tertulis dalam kertas. “Nuna, kornetnya mau rasa sapi atau tuna?”
                Yang ditanya justru terdiam sambil memangku tangan pada ujung besi trolly.
                Daniel mengerutkan dahi melihat tingkah Jihyun. Sejak tadi nunanya itu benar-benar aneh karena sering melamun bahkan terkadang tersenyum tanpa sebab.
                “Nu-na!” panggil Daniel sedikit keras. Membuat Jihyun terkesiap dan mencoba menanyakan apa yang terjadi.
                Jika sudah begini sepertinya Daniel memang harus mencurigai sesuatu antara Jihyun dan juga Seongwu selama ia tidak ada di apartemen.
                Sama seperti bulan-bulan sebelumnya, weekend ini pun Jihyun mengajak Daniel untuk belanja bulanan. Harusnya hari ini ia pergi bersama Seongwu, tapi karena Seongwu bilang ada urusan dan mereka sudah pergi bersama kemarin lusa, akhirnya hari ini Jihyun terpaksa menelfon Daniel dan meminta namja itu untuk menemaninya berbelanja.
                “Sini biar aku bawa, nuna membawakan yang kecil saja.” Perintah Daniel saat Jihyun bersikeras membawa kantong belanjaan saat mereka turun dari bus.
                “Sudah hampir jam 8 malam, Seongwu sudah pulang belum ya…” Jihyun berbicara sambil melihat kea rah jam tangannya.
                “Jadi nuna sudah rindu Seongwu hyung? Padahal belum genap dua hari yang lalu bertemu…” ledek Daniel sambil terkekeh.
                “Ya~ bukan begitu maksudku!”
                “Hahahaha~” ia tertawa. “Ah! Hampir saja aku lupa. Kemarin saat kalian berdua pergi ke Jeonju, ada namja paruh baya yang mencari Seongwu Hyung ke apartemen.”
                ‘Eung?’ Jihyun mengerutkan dahinya.
                “Aku belum pernah bertemu orang itu sebelumnya, tapi sepertinya dia sudah mengenal hyung untuk waktu yang lama…”
                Kali ini Jihyun berfikir sambil menoleh kea rah Daniel. Ia kemudian mencoba membukakan pintu utama apartemen di lantai bawah sampai seseorang menghentikan langkahnya disana.
                Dengan tas ransel yang tidak terisi penuh, namja yang tengah berdiri memunggungi mereka itu terlalu familiar di mata Jihyun. Jihyun memperhatikan gerak gerik orang itu saat mencoba memencet tombol lift sampai ia berhasil berdiri disampingnya. Hampir saja Jihyun berteriak dengan keras jika namja itu tidak lebih dulu membuka suaranya.
                “Jihyun-ah!” sebuah aksen khas Jeonju terdengar disana.
                Bukan. Namja ini bukan seseorang yang Daniel maksud. Tetapi keduanya sama-sama belum pernah Daniel temui sebelumnya.
                “SUNGWOON??” pekik Jihyun kemudian menghambur memeluk namja itu.
-To Be Continue-


Yap! orang itu adalah HA SUNGWOON.
ngga baru sih, cuman ya dia ajaib aja tau2 nongol di Seoul padahal ngga pernah tahu alamat Jihyun. hm...
kira2 kenapa yang Sungwoon ke Seoul.

Besok bakalan aku post paart selanjutnya.
Jangan lupa mampir lagi!

No comments:

Post a Comment