Annyeonghaseyoo wannabel diseluruh belahan dunia~
Mau curhat dulu. Kali ini curhatnya ngenes nes nes nes baaanget.
jadi sebenernya aku tuh udah bikin FF serenity ini SAMPAI END beberapa bulan lalu. Maunya aku publis 1 FF setiap minggu TAAAAPIIII setelah aku ngeposting satu FF, tiba-tiba BOOM!
LAPTOPKU KENA VIRUS DAN SEMUA DATA HILANG.
SEMUA DATA HILANG.
HILANG GAYS HILANG!!
AAAAAAA~
*Mau nangis dipelukan Ong aja rasanya*
Jadi semua datanya itu udh bener2 corrupt dan ngga ada satu carapun selain nge install ulang laptop. Mau aku pertahanin juga ga bisa soalnya semua file udh berubah jadi virus dan... akhirnya aku hapus bersih semuanya. Ini virusnya saking bandelnya aku sampe harus 2x instal ulang. *dua kali juga rasa sakit yang harus aku tanggung.* hikss
Awalnya aku udh prepare beberapa bulan lalu soalnya aku mau nyelesain FF ini sebelum wannaone bubar (which is akhir bulan ini). Tapi kog ya ada halangan... jadi aku pelan pelan deh. semoga bisa ya hahaha
Part ini lumayan ringan dan ngga perlu nginget2 part sebelumnya kog wkwkwk.
Langsung aja deh buat semuanya, selamat membaca!
Mau curhat dulu. Kali ini curhatnya ngenes nes nes nes baaanget.
jadi sebenernya aku tuh udah bikin FF serenity ini SAMPAI END beberapa bulan lalu. Maunya aku publis 1 FF setiap minggu TAAAAPIIII setelah aku ngeposting satu FF, tiba-tiba BOOM!
LAPTOPKU KENA VIRUS DAN SEMUA DATA HILANG.
SEMUA DATA HILANG.
HILANG GAYS HILANG!!
AAAAAAA~
*Mau nangis dipelukan Ong aja rasanya*
Jadi semua datanya itu udh bener2 corrupt dan ngga ada satu carapun selain nge install ulang laptop. Mau aku pertahanin juga ga bisa soalnya semua file udh berubah jadi virus dan... akhirnya aku hapus bersih semuanya. Ini virusnya saking bandelnya aku sampe harus 2x instal ulang. *dua kali juga rasa sakit yang harus aku tanggung.* hikss
Awalnya aku udh prepare beberapa bulan lalu soalnya aku mau nyelesain FF ini sebelum wannaone bubar (which is akhir bulan ini). Tapi kog ya ada halangan... jadi aku pelan pelan deh. semoga bisa ya hahaha
Part ini lumayan ringan dan ngga perlu nginget2 part sebelumnya kog wkwkwk.
Langsung aja deh buat semuanya, selamat membaca!
Serenity [Part 17]
* btw semua cover serenity yang aku buat juga ilang ;( jadi ini cuman ambil dr part sebelumnya*
Awal musim dingin hari ini
tampak bersahabat menyambut pagi Jihyun yang terlihat sibuk dengan aneka
property disebuah sudut ruangan bernuansa modern-classic. Berbeda dari
minggu-minggu sebelumnya, variety show yang Jihyun kerjakan kali ini tengah
mengadakan Guerella Date. Yaitu kegiatan outdoor dengan melakukan perjalanan
sembari singgah di beberapa tempat untuk menjalani sesi games.
Dan Jihyun sengaja memilih Season
Café sebagai salah satu tempat persinggahan acara yang tengah ia garap kali ini.
Dengan senyuman yang merekah di wajahnya, tanpa sadar ia selalu melihat ke arah
yang sama di sudut ruangan itu. Meskipun ia tengah sibuk mempersiapkan beberapa
property keperluan shooting, atau tengah berbincang bersama dengan partner
kerjanya, atau bahkan disaat ia memantau situasi melalui walkie talkie, Jihyun
tidak pernah mengalihkan pandangannya seolah-olah objek yang berada disana
merupakan pusat gravitasinya.
Objek
itu adalah seorang barista dengan seragam coklat-hitam yang berdiri dibelakang meja
kasir. Poni yang biasanya dibiarkan turun bebas kini tampak rapi melengkung ke
samping. Bahkan wajahnya yang selalu terlihat lelah dengan kantung mata
kehitaman berubah menjadi cerah karena sentuhan make up.
Jihyun
terkekeh pelan melihat ekspresi namja itu sekarang. Selama Jihyun mengenalnya
baru kali ini ia menemukan sosok itu tampak sangat gugup dengan kedua tangan
yang tertaut didepan badan tingginya. Sorot matanya pun tidak pernah fokus,
berulang kali berpindah mengikuti langkah beberapa crew yang sejak tadi berlalu
lalang.
“Gwenchana
Seongwu-ya. Semua pasti akan berjalan lancar.” Ucap Jihyun menghampiri Seongwoo
sembari menepuk bahu kirinya. “Lakukan saja pekerjaan yang biasanya kau
lakukan. Sisanya biar kami yang urus.”
Seongwoo
hanya membalas ucapan Jihyun dengan senyuman. Beberapa saat setelah ia
menyadari sesuatu, jemarinya kemudian bergerak meraih lengan kemeja milik
Jihyun yang sebelumnya ia gulung asal-asalan. Perlahan-lahan Seongwoopun
melepas gulungan kemeja itu dan kembali melipatnya dengan rapi.
“Aku
akan melakukannya dengan baik. Nuna tidak perlu khawatir.” Ucapnya lalu
tersenyum.
Jihyun
tertegun sejenak. Bibirnya hampir saja bergerak sampai suara seniornya Minhyun
terdengar memanggil nama Jihyun disaat yang bersamaan.
Dan
tidak lama setelah itu tim dari Guerella Date memasuki café dimana Seongwoo
bekerja. Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan sebelumnya, Seongwoo (sebagai
karyawan di café ini) akan menjadi guest
dadakan dan mengikuti games bersama dengan bintang tamu. Karena itulah sejak
tadi pagi Seongwoo tampak gugup.
Namun
diluar dugaan, selama shooting Seongwoo justru melakukan tugasnya dengan sangat
baik. Ia tidak hanya mampu mencairkan suasana dengan lelucon garing, tapi juga
memancing obrolan dengan jawaban-jawaban lugunya. Seongwoo tampak begitu
berusaha memenangkan games meskipun pada akhirnya ia kalah karena tubuh
kurusnya tidak mengikuti keinginannya.
“Terimakasih
Seongwoo-ssi. Kau melakukannya dengan sangat baik.” Puji Minhyun disaat kru
shooting sudah meninggalkan Season Café, meninggalkan Minhyun dan Jihyun yang
bertugas membereskan sisa property.
“A-anieyo,
Minhyun-ssi. Senang bisa bekerja dengan kalian.” Jawabnya sembari reflek ikut
membantu Minhyun yang tampak sibuk.
“Andwae-andwae.
Ini sudah menjadi tugas kami.” Minhyun menolak bantuan Seongwoo dengan sopan.
“Sebaiknya kau kembali melayani pelanggan karena sepertinya temanmu kewalahan.”
Seongwoo
pun menoleh ke meja kasir, dan disana terlihat beberapa antrian seperti yang
Minhyun ucapkan. Akhirnya Seongwoo pun meninggalkan Jihyun dan Minhyun untuk
lebih dulu menyelesaikan tanggung jawabnya.
Sama
seperti yang terjadi pada Jihyun sebelumnya, kali ini gejala itu berbalik
menyerang Seongwoo. Sesibuk apapun ia berhadapan dengan mesin pembuat kopi,
tatapannya tidak pernah lepas dari Jihyun yang kini sudah mulai serius mengamati
hasil recording. Sesekali yeoja itu akan menyilakan poninya, sesekali pula ia
akan menarik sejuntai rambutnya ke belakang telinga. Apapun yang Jihyun
lakukan, maka ekor mata Seongwoo akan mengikutinya.
Melihat
bagaimana keseriusan Jihyun saat bekerja memberikan kesan tersendiri bagi
Seongwoo. Ia tidak pernah menemukan sisi Jihyun yang begitu focus akan suatu
hal seperti sekarang. Tampaknya pekerjaan yang Jihyun pilih memang kegiatan
yang benar-benar ingin ia habiskan sepanjang hidupnya. Tidak peduli dengan
deadline yang selalu mengejar atau bahkan bencana yang sempat terjadi di
Naejangsan, Jihyun tetap terlihat begitu mencintai pekerjaannya.
Dan
seseorang yang menemani Jihyun disana seperti sebuah takdir yeoja itu. Jihyun
tampak sangat serasi jika ia tengah bekerja dengan seniornya, Mihyun.
Bagaimanapun juga julukan ‘Duo Hyun’ muncul bukan tanpa alasan. Mereka berdua memiliki
ritme kerja yang sama sehingga tidak perlu bagi keduanya untuk saling
mengingatkan akan suatu hal. Bahkan disaat membereskan bola, secara otomatis
Jihyun dan Minhyun akan mengambil dua warna yang berbeda sehingga masing-masing
keranjang akan penuh dengan warna yang sama.
Dengan
semua kemungkinan itu, justru bukan perasaan janggal yang mengusik hati
Seongwoo. Melainkan ia justru menemukan sesuatu yang membuat dirinya merasa
lega.
Bahwa
betapapun sibuknya seseorang yang sejak tadi ia perhatikan, ia tahu orang
itupun diam-diam tengah memperhatikannya.
Senyum
di wajah Seongwoo tetap tidak hilang bahkan disaat Jihyun sudah mengalihkan
pandangan kea rah Minhyun yang mengajaknya berbicara. Meskipun rambut yeoja itu
terlihat berantakan, kemejanya sudah sebagian keluar dari pinggang celananya
dan ID card sudah tersampir tidak menentu ke belakang, namun satu yang Seongwoo
ketahui, bahwa lengan kemejanya masih terlipat dengan sangat rapi karena Jihyun
enggan merusaknya.
***
“Hoaam~” Jihyun merenggangkan
tubuhnya sambil menguap. Yeoja itu tampak kelelahan setelah membereskan
property dan membawanya kembali ke gedung tempat ia bekerja.
“Seongwu-ya~ aku lapar.”
Keluhnya pada Seongwu yang menawarkan diri untuk membantu pekerjaan Jihyun
sampai selesai.
Seongwu membetulkan letak tas
selempangnya sambil terus menyamakan langkah Jihyun di pinggiran trotoar,
“Sebaiknya kita makan apa?”
“Jjampong!” Jawab Jihyun cepat.
Sudah lama sekali dia tidak makan makanan ‘langka’ itu. Selama Jihyun hidup dia
hanya bisa memakan jjampong buatan ummanya karena jjampong yang dijual di
pasaran selalu menggunakan udang. Dan malam ini entah kenapa tiba-tiba nama
‘jjampong’ terlintas dalam pikirannya.
“Ah tidak. Lupakan.” Belum juga
ada sepuluh detik Jihyun menyebutkan makanan itu, ia justru buru-buru
meralatnya. “Bagaimana dengan jajangmyeon? Diseberang jalan sana ada
jajangmyeon yang enak sekali. Kami biasa memesannya untuk makan malam di kantor.”
“Jadi nuna mau jjampong atau
jajangmyeon?
“Jajangmyeon.” Jawabnya sambil nyengir.
“Aku juga punya langganan
jjampong yang enak.” Balas Seongwu santai. “Dan jika kuminta, sepertinya
ahjumma disana bisa membuatkan jjampong khusus untuk nuna.”
Langkah Jihyun terhenti.
“Jinjja???”
Dan disinilah mereka sekarang. Setelah
menaiki bus sekitar 45 menit dari kantor Jihyun, mereka berhenti di halte kota Ansan,
yaitu pusat perindustrian kota Seoul dimana terdapat begitu banyak
pabrik-pabrik yang berkumpul dalam satu area. Jihyun tidak menyangka bahwa
Seongwu memiliki ‘langganan’ tempat makan di area ini karena setau dia tempat
ini bukanlah tempat yang akan dikunjungi seseorang di waktu luang. Bahkan untuk
sampai di warung kecil ini, mereka harus berjalan sekitar 10 menit dari halte
dan melewati gang-gang sempit yang punya banyak cabang. Jihyun sampai heran
bagaimana Seongwu dengan mudahnya memilih gang-gang itu hingga tempat yang ia
cari benar-benar muncul dihadapannya.
“Wahh~”
Dan semangkuk jjampong berisikan
mie tebal yang kenyal beserta kerang hijau pun dengan cepat membuat tanda tanya
di hati Jihyun menguap bersama kepulan-kepulan asap diatasnya.
“Mashitta~ waah! Ini lebih enak
daripada buatan umma.” Ucapnya setelah mencicipi jjampong ajaib itu. Ia tampak
sangat takjub sampai-sampai berteriak ke arah dapur, “Gomawoyo ahjumma!”
Ahjumma dengan celemek bermotif
bunga itu tersenyum lebar. Melihat reaksi Jihyun saat menghabiskan makanan buatannya
saja sudah membuat ia senang.
Mengabaikan Jihyun yang makan
dengan heboh diseberang meja, sebuah kenangan justru berkelebat dengan cepat
dalam pikiran Seongwu. Seongwu baru menyadari bahwa setiap sudut tenda yang
tampak lusuh serta aroma jjampong yang memenuhinya memiliki nilai magis
tersendiri, sampai Seongwu bisa menghabiskan waktu 2x dalam dua puluh empat
jam, tujuh hari dan empat minggu untuk makan di tempat ini kala itu.
Kursi-kursi plastic yang begitu familiar bersinggungan akrab dengan meja kayu
yang ujungnya sudah mulai keropos dimakan usia. Hanya satu hal yang berubah di
mata Seongwu, yaitu rambut sang pemilik yang kini semakin memutih serta guratan
wajahnya yang jelas terlihat.
“Sudah lama tidak kemari, nak
Seongwu. Beberapa tahun tidak bertemu, kau terlihat semakin tampan.” gurau ahjumma
itu sambil memberikan Seongwu uang kembalian.
“Bukankah ahjumma bilang aku
tampan sejak dulu?”
Yeoja
paruh baya itu langsung tertawa mendengar candaan Seongwu. “Ne~ Ne~ Yang jelas
ahjumma senang bisa melihatmu tumbuh dengan baik.”
Sebuah senyuman merekah di wajah
Seongwu, “Lain kali aku akan mampir, ahjumma. Gamsahamnida!” Ucapnya kemudian
meninggalkan sebuah tempat sederhana penuh kenangan itu.
Dan sama seperti disaat mereka
berjalan masuk melewati gang penuh dengan cabang, Seongwu pun dengan mudah
menemukan jalan untuk kembali keluar. Selama perjalanan ia tidak mengucapkan sepatah
katapun, sepertinya area di tempat itu jauh lebih menyita perhatiannya
ketimbang segudang pertanyaan yang dengan jelas tersirat di wajah Jihyun.
Kenapa Seongwu begitu mengetahui
tempat ini?
Kenapa
ia bisa sangat akrab dengan ahjuma pemilik kedai jjampong tadi?
Apakah
Seongwu sering kesini sebelumnya?
Jihyun berfikir sambil menunduk,
tidak berani bertanya lebih dulu karena ia tahu Seongwu bukan tipikal seseorang
yang suka dicampuri kehidupan pribadinya. Meski Jihyun sangat penasaran, ia
memilih untuk tetap diam sampai mereka berdua duduk di halte untuk menunggu bus
menuju apartemen.
“Bus nomor 107, sekitar 10 menit
lagi.” Ucap Jihyun melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Belum sempat Jihyun menaruhnya kembali di pangkuan, namun Seongwu lebih dulu
mengaitkan jemarinya di tangan Jihyun dan memasukkannya pada saku jaket.
“Bukankah itu sulit?” Tanya
Seongwu yang membuat dahi Jihyun seketika berkerut.
“Bukankah sulit jika harus
menahan rasa ingin tahu?” Seongwu mengulangi kalimatnya sambil tersenyum pada
Jihyun. Ia bisa membaca raut wajah gadis itu.
Jihyun tidak bisa berkata
apapun.
“Dulu pabrik yang memiliki
lantai paling tinggi itu adalah tempat dimana pertama kali aku bekerja di
Seoul.” Ucap Seongwu menunjuk gedung yang tidak jauh dari gang tempat mereka
tadi berjalan. “Waktu itu aku masih lulus sma dan aku bekerja disana sebagai
buruh sekitar 2-3 tahun…”
“…Aku memang belum berpengalaman
dan tidak memiliki ketrampilan apapun. Namun pegawai disana memberikanku
kesempatan untuk belajar sampai akhirnya aku bisa bertahan hidup seorang diri.”
Ia diam sejenak. “Penghasilan buruh memang tidak terlalu besar, tapi…
Jihyun mengeratkan pegangan
tangannya di saku Seongwu, membuat Seongwu menghentikan kalimatnya dan menoleh ke
arah yeoja itu.
“Mian…” Jihyun berujar lirih.
“Seharusnya aku tidak perlu ingin tahu.”
Membuka masa lalu Seongwu sama
saja dengan menaburkan garam pada luka di hati namja itu. Jihyun sudah tahu tidak
ada yang bisa Seongwu kenang selain rasa sakit dan kesepian yang harus
ditanggung oleh namja berumur belasan kala itu. Bahkan tidak cukup dengan
kematian seluruh anggota keluarganya, Seongwu masih harus menanggung hutang
yang mereka pikul.
Dan sekarang bisa-bisanya Jihyun
masih merasa ingin tahu?
“Gwenchanayo nuna~ lagipula
setelah itu aku berpindah-pindah pekerjaan sampai akhirnya bisa bertemu
denganmu.” Jawabnya tidak ingin membuat Jihyun sedih. “Semua hal memang harus
dimulai dengan perjuangan bukan?”
Disusul sebuah senyuman yang terkembang
di wajahnya. Seongwu mengatakan kalimat terakhir itu dengan sangat santai,
seolah-olah masa lalunya memang bukan sesuatu yang besar. Bukan sesuatu yang
bahkan hampir mengancam nyawanya dan bisa kembali sewaktu waktu.
Meskipun Seongwu sudah berusaha
menutupinya rapat-rapat, namun sorot mata penuh kepiluan itu tidak sanggup
berbohong. Ingin rasanya Jihyun memeluk Seongwu demi membuat namja itu merasa
nyaman, tapi sayangnya ia hanya mampu terdiam sampai sebuah bus berhenti
didepan mereka dengan pintu depan yang terbuka lebar.
Dan satu hal yang Jihyun rasakan
saat itu adalah… bahwa tiba-tiba ia menyesal karena telah menginginkan
semangkuk jjampong.
-To
Be Continue-
No comments:
Post a Comment