*buka jendela*
*muncul bareng Ong pake bando yang ada kuping kucingnya(?)*
Aku+ong : Annyong!! *lambai lambai tangan*
Ong: Nuna, sekarang hari apa?
Aku : Hari senin!
Ong: Kalau begitu saatnya...
Aku+ong: Posting ff Serenity!!
Ong: Palli-palli, aku sudah penasaran nuna~
Aku: Langsung aja ya~
Aku+Ong: cekidot ^^
hahaha apaan ini. kres kres garing xD
Tittle : Serenity [Part 4]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwoo,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
Hari
ini Jihyun pulang sedikit terlambat. Begitu banyak pekerjaan di kantornya yang
mengharuskan yeoja itu untuk lembur sampai ia harus melewatkan waktu makan
malam. Namun ketika Jihyun sudah dekat dengan apartemennya, ia justru tidak
langsung masuk kedalam melainkan singgah sejenak di taman untuk mencari
seseorang.
Kang Daniel. Sepertinya kali ini hanya pada namja itu
Jihyun bisa menemukan jawaban atas rasa penasaran yang menghantuinya sejak tadi
malam. Jihyun sampai tidak bisa tidur karenanya.
“Ada
apa nuna? Kau mencariku?” seorang pria dengan rambut berwarna terang muncul
dari kerumunan. Tampaknya Daniel langsung menyadari saat Jihyun bolak balik
menoleh ke sekitar taman samping sungai Han karena ia terlihat sedang mencari
seseorang.
“Oh…
Iya. Bisakah kita bicara sebentar?”
Jihyun
membawa beberapa minuman dan snack sebagai ‘pendamping’ mereka berdua di bangku
taman itu. Setidaknya satu kantong amunisi ini akan menunda rasa laparnya
seusai bekerja hingga malam nanti.
“Mian
karena sudah mengganggu aktivitasmu, Daniel.”
“Ah
tidak-tidak.” Jawabnya membuka tutup botol minuman kemudian menyerahkannya pada
Jihyun yang duduk disampingnya.
“Aku
ingin bertanya soal Seongwoo.”
Daniel
merubah posisi duduknya yang semula bersandar menjadi sedikit condong dengan
kepala yang menoleh ke arah Jihyun.
“Sejak
kapan kau mengenalnya?” lanjut Jihyun.
“Itu…
mungkin sekitar 2-3 tahun lalu.” Daniel menerawang. “Aku pertama kali
melihatnya saat ia mengikuti kompetisi dance di daerah Hongdae. Kebetulan aku
juga salah satu peserta kompetisi yang sama…”
“...
saat itu hyung tampil luar biasa sampai ia berhasil memenangkan juara pertama.”
Daniel melanjutkan. “Aku sangat penasaran karena tak ada satupun dari kami yang
pernah melihat penampilan hyung sebelumnya. Oleh karena itu aku memutuskan
untuk kenal lebih dekat dengannya.”
Dance…
Jihyun tidak pernah tahu kalau Seongwoo menyukai itu.
“Sebenarnya
Hyung sangat hebat, nuna. Tapi dia jarang sekali memperlihatkan bakatnya
dihadapan orang lain. Bahkan belakangan aku baru tahu kalau saat itu dia
mengikuti lomba hanya karena ia sedang butuh uang.”
Kedua
mata Jihyun membola.
“Hyung
itu sangat rajin. Ia bekerja seperti orang gila.” lanjut Daniel. “Dalam satu
hari ia bahkan bisa bekerja di tiga tempat sekaligus. Belum lagi saat akhir
minggu. Tak ada satupun orang yang bisa menghentikannya.”
“Setiap
hari?”
Yang
ditanya langsung mengangguk. “Pagi sampai sore Hyung bekerja di sebuah coffe
shop. Sore sampai malam hari di mini market. Kemudian sampai rumah Hyung masih
akan membuka laptopnya dan melanjutkan
pekerjaan sebagai editor majalah.”
‘Ha…’
Jihyun berseru tanpa suara.
“Sejak
pertama aku mengenal Hyung, dia sudah berganti pekerjaan beberapa kali. Mulai
menjadi pelayan restoran, delivery fast food, shopping mall, dan bahkan menjadi
model di online shop local…”
Jihyun
berdecak kagum sekaligus miris melihat keadaan Seongwoo sekarang. Dia tidak
menyangka namja itu harus menanggung kehidupannya seorang diri dengan begitu
banyak pekerjaan.
“Lalu…
apa kau tahu dimana orang tua Seongwoo sekarang?” tanya Jihyun lagi.
Bahu
Daniel naik keduanya. “Semenjak aku tinggal dengan Hyung, aku belum pernah tahu
dimana mereka.”
Jihyun
menyandarkan tubuhnya lemas di kursi taman. Sungguh ia sangat ingin mengetahui
bagaimana kondisi keluarga Seongwoo sekarang. Tapi sayangnya Jihyun tidak
berani menanyakannya secara langsung. Melihat kondisi Seongwoo dari cerita
tadi, Jihyun pikir mengenai masa lalu dan segala kenangan yang telah terlewat
mungkin sudah lama tidak ia fikirkan.
“Hidup
Hyung itu sangat keras nuna.” Lanjut Daniel lagi. “Setiap hari ia melakukan
rutinitas yang sama. Bangun tidur, bekerja, pulang pukul 10 malam kemudian
duduk didepan laptop sampai larut. Selalu seperti itu. Bahkan disaat ia jatuh
sakit atau mungkin jika ada meteor jatuh di Seoul sekalipun ia akan tetap
berangkat kerja seperti biasanya.”
Sebuah
nafas berat berhembus dari bibir Jihyun. Kedua matanya menyorotkan kesedihan.
Ia merasa bersalah karena tidak tahu apapun selama ini. Jihyun sangat ingin
membantu, tapi ia tidak tahu harus memulainya dari mana.
Jihyun
tidak bisa membayangkan betapa berat cobaan yang harus Seongwoo hadapi seorang
diri. Tidak… ia tidak sanggup membayangkannya. Jihyun pikir pasti ada alasan
mengapa mereka dipertemukan sekarang. Ia memang tidak bisa membantu Seongwoo
atas segala beban hidup yang telah namja itu lewati, namun setidaknya… Jihyun
belum terlambat.
“Tapi
nuna… Sepertinya kalian sudah saling kenal sebelumnya.” Kali ini Daniel yang
balik bertanya. “Apa terjadi sesuatu?”
***
Dan
kira-kira pukul 10 malam lebih 15 menit, namja yang Jihyun tunggu itupun
datang. Jihyun sempat menguap karena ia sudah mulai ngantuk. Namun saat menyadari
namja itu datang ia langsung bangkit… kemudian tersenyum.
Masih
dengan jaket hitam yang tidak dikancingkan berlapis seragam warna biru merah,
Seongwoo tampak bingung melihat Jihyun tengah menunggunya dari kejauhan.
“Kau
sudah pulang?” tanya Jihyun sembari tersenyum saat mereka sudah berhadapan.
Seongwoo
mengangguk, sedikit membetulkan tas dengan tangan kirinya.
“Jha…”
Jihyun mengulurkan tangannya, membuat kedua alis Seongwoo terangkat tidak
mengerti.
Dengan
tatapan penuh tanda tanya, iapun membalas jabatan tangan itu.
“Annyeonghaseyo…
naneun Shin Jihyun imnida!” dia memperkenalkan diri. “Mulai sekarang kita akan
menjadi tetangga...”
Selama
tiga jam lebih Jihyun sudah mempersiapkan hal yang ingin ia ucapkan saat ini.
Dengan percaya diripun yeoja itu memperkenalkan diri, seolah mereka adalah dua
orang yang baru saja bertemu.
Sebuah
senyum mengembang di wajah Jihyun, ia menatap Seongwoo lurus-lurus sebelum
akhirnya berujar dengan yakin.
“Seongwoo-ya~
Haruskah kita memulai semuanya dari awal lagi?”
Seongwoo
tidak langsung menjawab, ekspresinya masih sama. Membuat Jihyun jadi deg-degan
tidak karuan karena yeoja itu masih takut kalau-kalau Seongwoo akan kembali
memperlihatkan penolakan.
Namun lama kelamaan air muka Seongwoo melunak. Ia tersenyum.
Dan senyum itupun menular pada Jihyun.
“Kalau begitu sekarang apa kau mau mampir sebentar ke
apartemenku?” Tawar Jihyun. “Kebetulan aku belum makan malam, jadi kupikir aku
bisa memasakkan sesuatu.”
Seongwoo menyetujuinya, ia sempat pulang terlebih
dahulu untuk mandi sebelum akhirnya duduk di seberang meja lipat yang ada di
ruang tengah apartemen Jihyun.
“Daniel tidak kau ajak sekalian?” tanya Jihyun sambil
menaruh satu panci berisi budae jiggae yang masih panas diatas meja.
“Dia belum pulang.”
Jihyun mengerutkan dahinya. Sudah hampir jam 11 malam
tapi Daniel belum juga pulang semenjak ia pergi bersama kekasihnya tadi. Jihyun
jadi bertanya-tanya apakah warga kota Seoul memang suka pergi berpacaran
malam-malam seperti sekarang.
“Jalmogotseubnida…”
Seongwoo mengambil sendok kemudian mulai mencicipi
masakan Jihyun. Kuah dari budae jiggae adalah yang pertama kali ia ambil.
“O... o…otte?” Jihyun menyatukan kedua telunjuknya
takut-takut.
“Hm... masshita.”
Akhirnya yeoja itu bisa bernafas lega. “Ini.. kau juga
harus mencoba telur gulung buatanku.” Ucapnya sambil menaruh potongan telur di
mangkuk milik Seongwoo.
Seongwoo pun menerimanya dengan senang hati. Sudah
lama sejak terakhir kali ia memakan masakan rumah seperti sekarang. Sebelumnya
ia selalu membeli makanan diluar, membuat makanan instan, atau bahkan
menghabiskan stok yang hampir kadaluarsa di minimarket. Meskipun hanya ada
budae jiggae, telur gulung dan kimchi disana, makanan itu sudah tergolong
istimewa baginya.
“Sekarang nuna kerja dimana?”
‘hm?’ Alis Jihyun terangkat, sendoknya yang hampir
menyambar makanan tiba-tiba terhenti di udara. Jihyun tidak menyangka kalau
Seongwoo akan membuka pembicaraan lebih dulu.
“Oh… aku di SBC sebagai tim creative.” Jawab yeoja itu
lalu memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. “Sejak dulu aku sudah
bercita-cita ingin bekerja di Seoul. Tidak disangka aku benar-benar bisa
mewujudkannya.”
Seongwoo menanggapinya dengan senyuman.
“Ah apa kau tahu bagaimana pertemuan pertamaku dengan
Daniel?” Jihyun bertanya lagi, membuat orang yang duduk didepannya melihat
dengan antusias.
“…waktu itu kupikir dia adalah pemilik apartemenmu.
Tapi kata ahjumma, dia tidak mengenalnya….”
“…ah benar.. tampaknya Daniel seperti hantu. Bebas
keluar masuk apartemenmu tanpa diketahui siapapun…”
“…. Hahaha iya. Aku tidak tahu jika warga Seoul
seperti itu…”
“…Ah kalau begitu mulai besok kau harus mulai
mengajariku Seongwoo-ya…”
Yang terdengar berikutnya hanyalah sebuah obrolan
santai disana. Tak ada suasana yang serius, kalimat-kalimat canggung, dan
bahkan Jihyun tampak begitu bersemangat menceritakan hal hal baru tanpa
menyinggung masa lalu sedikitpun.
Meskipun ia harus mengubur cerita yang sudah lama ia
simpan, setidaknya dengan cara seperti ini Jihyun tetap bisa nyaman berada
disekitar Seongwoo.
Ya… memang seharusnya semua dimulai dari awal lagi kan?
***
“Apa nuna sudah gajian?” suara Daniel lebih dulu
terdengar sebelum Jihyun menyadari kedatangan namja itu.
Jihyun yang semula asik memilih menu spontan mendongak
dan mendapati orang yang diundangnya baru saja datang. Tepat dibelakangnya
mengekor seorang yeoja dengan rambut di ikat dua yang tampak malu-malu
mengikuti langkah Daniel.
“Kalian sudah datang rupanya.” Jihyun tersenyum pada
Yena yang duduk diseberang meja dengan Daniel yang ada disampingnya.
“Apa nuna sudah gajian?”
Pertanyaan itu terdengar lagi. Jihyun langsung melirik
sinis ke arah Daniel, “Gajianku masih minggu depan.” Jawabnya kesal. “Memangnya
kenapa jika aku mengajak kalian makan malam sekarang huh?”
Daniel langsung terkekeh, kedua bahunya
melompat-lompat girang. Namja itu memang paling suka menggoda Jihyun – nuna
besar yang paling mudah marah ini. Beberapa minggu mengenalnya, Daniel sudah
menganggap Jihyun sebagai nunanya sendiri karena diluar digaan yeoja itu mampu
merawat ia dan Seongwoo dengan sangat baik.
Saat pulang kantor biasanya Jihyun akan langsung
memasak dan mengantarkan makanan ke apartemen Seongwoo dan Daniel. Di akhir
minggu bahkan terkadang yeoja itu akan masuk ke dalam dan membersihkan
apertemen mereka karena ia sudah mengetahui password pintu disana.
Tanpa disangka, hubungan mereka bertiga bisa terjalin
begitu erat dalam waktu yang singkat. Jihyun merasa beruntung bahwa ia
menemukan keluarga barunya di Seoul sehingga ia tidak benar-benar tinggal
sendirian. Sedangkan Seongwoo dan juga Daniel dengan senang hati mendapatkan
nuna baru yang memperhatikan kehidupan mereka dengan baik.
Dan malam ini Jihyun bermaksud mentrakhir ‘adik-adik’nya
diluar. Melalui rekomendasi Daniel akhirnya ia memilih sebuah kedai kecil yang
tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Kedai itu cukup sederhana dengan hanya
ada satu ruangan yang cukup besar dengan meja-meja rendah untuk digunakan para
tamu duduk bersila. Tapi mungkin karena terkenal dengan masakannya yang enak,
kedai ini cukup ramai diminati pelanggan.
“Sepertinya Seongwoo hyung akan lama.” Daniel melirik
jam dinding yang bertengger diatas pintu masuk.
“Ani. Dia sedang menuju kemari.” Jawab Jihyun.
“Sebaiknya kita memesan terlebih dahulu. Aku tahu kalian berdua pasti sudah
kelaparan.”
Daniel tertawa kecil. “Nuna keren sekali. Ini masih
pukul 8 malam tapi sudah bisa membuat Seongwoo hyung pulang lebih cepat.”
Sejujurnya bukan ia yang meminta Seongwoo untuk pulang
awal, tapi namja itu yang manawarkan. Jihyun sendiri cukup terkejut dengan
perlakuan Seongwoo padanya selama ini, ternyata namja itu tidak ‘sedingin’ yang
ia pikirkan.
Tidak lama kemudian orang yang ditunggu itu pun
datang, ia lantas duduk disamping Jihyun dan ikut memesan.
“Eonni, apa kau mau mencicipi menuku?” Ucap Yena
menawari Jihyun. Tanpa pikir panjang Jihyun pun menerima sesuap makanan yang
Yena sodorkan dengan sumpitnya.
“Hmm… masshita~”
Gadis itu tersenyum melihat reaksi Jihyun.
“Tapi hyung, tumben sekali hyung pulang lebih cepat.”
Tanya Daniel. “Dulu saat aku meminta hyung untuk datang ke penampilan dance-ku
di daerah Gangnam, hyung menolaknya karena alasan harus bekerja.” Protes namja
itu manyun, membuat Seongwoo tertawa.
“Mian.” Balas Seongwoo. “Lain kali akan aku usahakan.”
“Gwenchana oppa. Lagipula waktu itu kan aku sudah
datang.”
“Ne…ne… tapi Seongwoo hyung sama sekali belum pernah
melihat penampilan dance timku. Padahal waktu itu pertamakalinya kami tampil di
panggung yang cukup besar, belum lagi…”
Tak! Sebuah suara sendok yang diletakkan diatas meja dengan
keras tiba-tiba terdengar, membuat Daniel dan Yena spontan melihat ke arah
Seongwoo yang melakukannya.
“Nuna gwenchana?”
Tak ada jawaban. Yang ditanya hanya mengangguk sekilas
kemudian mengulurkan tangannya untuk meraih gelas. Dengan cepat Seongwoo
menyambar gelas itu dan menyerahkannya pada Jihyun.
Entah kenapa Jihyun merasa tenggorokannya mendadak
kering. Yeoja itu sudah berusaha untuk tenang tapi hanya beberapa detik
berselang, kondisi tubuhnya semakin tidak bisa dikendalikan. Jihyun yakin ia
pernah merasakan seperti ini sebelumnya, tapi ia tidak yakin kapan.
“Yena, menu apa yang kau pesan?” tanya Seongwoo dengan
nada khawatir.
“Ini…”
“Chapjae.” Sahut Daniel. “Ini hanya Chapjae hyung.”
Udang, pikir Seongwoo. Chapjae di tempat ini pasti
menggunakan irisan udang yang membuat rasanya berbeda. Seongwoo ingat sekali
waktu masih di bangku SD Jihyun pernah pingsan hanya karena memakan kimchi
jiggae yang mengandung pasta udang.
Sudah pasti kali ini alergi Jihyun kembali kambuh.
“Nuna…!” Seongwoo memanggil Jihyun lagi, kali ini
berseru lebih keras. Namja itu perlahan panic saat melihat orang yang ia
panggil justru menunduk tanpa suara. Gelas yang dipegang yeoja itu hampir saja
jatuh, belum sempat ia minum.
Jihyun mencoba menarik nafasnya lebih dalam, tapi ia
gagal. Rasa sakit yang menyerang tubuhnya secara tiba-tiba sudah tidak sanggup lagi ia tahan. Yeoja itu
menutup kedua matanya dengan kening yang berkerut, nyaris menangis. Perlahan
jemarinya bergerak ke kanan, meremas baju lengan panjang milik Seongwoo.
Dengan suara tertahan Jihyun memanggil nama namja itu.
“Seong woo-ya~”
Dan yang terjadi berikutnya, tubuh yeoja itu ambruk sebelum
sempat Seongwoo menjawabnya.
-To
Be Continue-
hahaha mau ketawa dulu, ini endingnya apaan woy ah xD
ngga ngerti juga lol
maapkeun nuna yang gampang kena alergi ini guys wkwk
sorry kalo nanggung, karena pada dasarnya to be continue emang sahabatan yang namanya nanggung wkwk
jangan lupa baca next part besok senin ya!
Budae jigae ma kimchi jigae kayaknya enak jg eon dimakan di indo yg cuacanya lg panas berangin...wkwkwkwk...mmm masa lalu ong msih mjd misteri, ditunggu part selanjutnya kakak ^^
ReplyDeleteIya iya bener, panas berangin xD
Deletesiap siaaap :)