Sebuah ruangan yang terdapat di
lantai atas gedung dengan dinding luar dipenuhi kaca tampak tegang dengan sorot
proyektor yang mengarah pada layar LCD. Ditengah-tengahnya terpampang jelas
rangkuman program yang sudah disusun selama tahun 2018 beserta rencana yang
akan dilakukan untuk tahun 2019. Setiap karyawan yang mengikuti rapat itupun
sudah siap merekam poin-poin penting dalam laptop mereka masing-masing untuk
akhirnya akan disampaikan ke setiap divisi.
Jihyun yang kini ‘menjabat’
sebagai co-creative director juga ikut duduk di salah satu kursi ruang itu.
Tepat disampingnya terlihat Minhyun yang tampak focus mendengarkan dan siap
menyampaikan program yang sudah ia persiapkan bersama Jihyun.
Meski Minhyun tampak begitu
serius memperhatikan kedepan, sejatinya ia tetap bisa menangkap kegelisahan
partner kerjanya sejak sepuluh menit yang lalu telfon genggamnya berdering.
Meskipun Jihyun berusaha untuk professional dengan mematikannya karena rapat
pagi ini, namun raut wajah yeoja itu tidak bisa berbohong. Bahwa ada urusan
penting yang menunggunya di suatu tempat.
“Jihyun-ah.” Panggil Minhyun
pelan.
Jinhyun membetulkan posisi
duduknya sebelum kemudian menghadap ke arah Minhyun.
“Pulanglah.”
Alis Jihyun naik.
“Aku tahu fikiranmu sedang tidak
berada disini sekarang.” Lanjutnya. “Karena itu…sebaiknya kau kau pulang
sekarang.”
“Tapi oppa–”
“Sebagai gantinya kau harus
memanggil Jaehwan kesini. Biar dia yang menggantikanmu.”
Bola mata Jihyun bergetar penuh
haru. Ia tidak menyangka Minhyun mengijinkannya pergi meski namja itu tidak
mengetahui alasannya.
“Yeoboseyo! Niel-ah!” Begitu
keluar dari kantor, hal pertama yang Jihyun lakukan adalah menelfon balik
seseorang yang membuatnya gelisah sejak tadi.
“Nuna~ kenapa kau tidak
mengangkat telfonku?” Ucap Daniel terdengar frustasi.
“Mian, sedang ada rapat bersama direktur
tadi. Ada apa?”
“Seongwu hyung sudah ketemu–”
DEG! Tubuh Jihyun membeku di tempat,
mengabaikan panggilan supir taksi yang sudah siap menunggu didepannya.
“… Kami ada di Rumah Sakit Incheon
sekarang.”
Ru...
rumah sakit?
“Cepatlah kemari nuna! Keadaan
hyung kritis. Kau harus segera melihatnya.”
***
Kini bukan suara keyboard dan mouse
computer yang Jihyun dengar, melainkan gerakan roda-roda tempat tidur serta derap
langkah yang berjalan melewati koridor. Jihyun duduk disebuah kursi kayu
panjang tepat didepan ruang operasi. Sudah lebih dari dua jam dia ada disana,
namun tubuh kecilnya sama sekali belum beranjak.
Disamping Jihyun kini ada
Sungwoon yang tidak bosan berkali-kali menyuruh Jihyun untuk makan. Dan
didepannya – tepat di bangku panjang seberang koridor, duduk Daniel dan seorang
lelaki paruh baya berjaket padding yang tampak lusuh.
Waktu Jihyun datang ke tempat
ini, ia tidak pernah mempedulikan keberadaan orang itu. Pikirannya tersita oleh
kondisi Seongwu yang kritis semenjak pertama kali namja itu di temukan. Lewat
informasi yang Daniel berikan via telfon, dini hari Seongwu ditemukan seseorang
di jalanan kota Incheon dengan luka tusukan di perut dan benturan di kepalanya.
Di seluruh badan namja itupun terdapat lebam yang belum diketahui apa sebabnya.
Jihyun sangat terkejut sampai ia
tidak sanggup lagi mengeluarkan air matanya. Yang ada dalam pikiran yeoja itu
hanyalah bagaimana keselamatan Seongwu yang pagi ini mendapatkan tindakan
operasi, bukan bagaimana dan siapa yang menyebabkan Seongwu mendapatkan semua
luka itu. Jihyun tidak ingin memikirkannya. Tidak sampai seorang lelaki paruh
baya disamping Daniel buka suara beberapa saat yang lalu.
Orang itu Mr. Kim. Mr. Kim
adalah seseorang yang sempat bertemu dengan Daniel disaat Seongwu dan Jihyun
pergi ke Jeonju beberapa minggu lalu. Mr. Kim mengaku sebagai teman dari orang
tua Seongwu, lebih tepatnya teman dari Ong Abeonim (dulu Jihyun memanggil ayah
Seongwu dengan sebutan itu). Saat pertama kali pindah ke Incheon, keluarga Ong
sangat miskin dengan hutang pengobatan Seonghee yang bahkan belum lunas setelah
Seonghee meninggal. Dan orang yang duduk diseberang Jihyun ini adalah orang
yang mengenalkan Ong Abeonim pada Tuan Jung.
Sejak tadi Mr. Kim tidak
henti-hentinya meminta maaf pada Jihyun atas kesalahannya di masa lalu. Ia
mengatakan tidak seharusnya dia mengenalkan keluarga Ong dengan Tuan Jung,
karena semua permasalahan berawal dari sana.
“Tuan Jung adalah seorang dept
collector. Temanku mengatakan Tuan Jung sering meminjamkan uang dengan cara
yang cepat.” Cerita Mr. Kim sambil terbatuk. “Tanpa berfikir panjang, Mr. Ong
langsung meminjam uang pada Tuan Jung yang kala itu sudah jatuh tempo. Tapi aku
tidak menyangka jika akhirnya harus seperti ini.”
Dari nada bicaranya Jihyun tahu
benar bahwa Mr. Kim merasa sangat bersalah. Bahkan ia sempat mengeluarkan air
matanya saat menceritakan bagaimana usaha Seongwu untuk menutupi hutang-hutang
itu di masa mudanya seorang diri.
“Seongwu benar-benar menghadapi
waktu yang sulit setelah kedua orang tuanya meninggal. Dia bahkan harus bekerja
berat di pabrik dan mengambil paruh waktu di malam hari.” Mr. Kim terus saja
bercerita sambil mengusap pipinya yang keriput. “Beberapa tahun terlewat,
Seongwu pernah mengatakan bahwa semua hutangnya telah lunas. Tapi Tuan Jung
terus saja mencarinya.”
Jihyun mencoba menutup matanya
karena tidak lagi sanggup membayangkan keadaan Seongwu lewat cerita Mr. Kim.
Ternyata apa yang ia ketahui selama ini belum sepahit kenyataan yang sebenarnya
terjadi. Jika saja Jihyun berusaha mencari keberadaan keluarga Ong setelah
mereka pergi meninggalkan Jeonju, pasti Seongwu tidak harus melewati semuanya
seorang diri.
“Mianhe… mianhe Seongwu ya...”
ucap Jihyun sambil berusaha menahan air mata yang hendak bergulir di pipinya.
Sepertinya Seongwu memang sudah
lelah dengan semua ini. Ketika terakhir dia mendapatkan kabar dari Mr. Kim
bahwa Tuan Jung mencarinya, akhirnya Seongwu memilih untuk mengakhirinya.
Mengakhiri semuanya dengan menghilang agar orang-orang yang berada disekitarnya
tidak pernah merasakan rasa takut yang sama.
Ong Seongwu. Namja berumur 19
tahun yang menanggung beban keluarganya hingga sekarang. Bekerja dengan giat
mulai dari menjadi buruh pabrik hingga pelayan café, apapun Seongwu lakukan
untuk melunasi hutang-hutang itu.
Sampai Jihyun datang… dan
memaksanya untuk menjadi sosok Seongwu sepuluh tahun lalu. Sosok dimana Seongwu
masih bisa menikmati waktu luang di akhir pekan, menghabiskan sarapan hangat
diatas meja, tidur dengan nyenyak di malam hari, dan melewati hidup dengan
kenangan yang indah.
Kini baru Jihyun menyadari
betapa sulit bagi Seongwu untuk melakukan semua itu. Mustahil baginya untuk
berpura-pura baik-baik saja dan menghadapi Jihyun seolah-olah Seongwu yang kini
benar-benar sosok Seongwu sepuluh tahun yang lalu.
Namun
yang terjadi… sosok itu masih bisa tersenyum didepan Jihyun, dengan genggaman
yang erat, pelukan hangat, dan sebuah kecupan di pipinya. Meskipun itu sulit,
Seongwu tetap melakukannya.
Karena
ia menyayangi Jihyun lebih dari apapun.
Mengingat
senyum terakhir yang Seongwu perlihatkan membuat Jihyun semakin tidak sanggup
menahan cairan bening yang semakin deras mengalir. Dan tidak lama setelah itu,
pintu yang sejak tadi tertutup perlahan terbuka. Disusul dengan seseorang
berbaju biru dengan masker yang sudah ia sampirkan.
Tak
ada lagi yang Jihyun inginkan didunia ini kecuali satu hal. Bahwa ia sangat
ingin melihat senyum Seongwu kembali.
***
Setahun kemudian.
Sebuah
buket bunga Jihyun letakkan tepat disamping nisan yang berjajar dengan rapi
disamping nisan-nisan lainnya. Tidak lupa Jihyun pun menyelipkan selembar foto
yang menampakkan dua insan berpakaian hanbok warna merah dan biru navi yang
merupakan baju pernikahan tradisional korea. Disana juga terlihat senyum
canggung diantara keduanya. Membuat Jihyun tersenyum mengingat sebuah kejadian
yang pernah ia lewati tahun lalu.
Setelah memanjatkan doa untuk
seseorang yang namanya terukir dalam batu nisan itu, Jihyun menoleh pada namja
yang berdiri disampingnya.
“Kajja. Kita sudah berjanji pada
Daniel agar tidak terlambat hari ini.”
Namja itupun tersenyum. Dengan
gerakan pelan ia meraih jemari Jihyun, menggenggamnya dan memasukkan ke dalam
saku jaket musim dinginnya.
“Jika mau tertawa, tertawa
sajalah nuna.” Ucap namja itu sambil berjalan keluar area pemakaman.
Alis Jihyun naik, “Maksudmu?”
“Saat melihat foto pernikahan
Umma dan Appa tadi, nuna teringat dengan foto kita berdua yang ada di Bukcheon
kan?”
Kali ini Jihyun tidak bisa
menyembunyikan tawanya karena tebakan Seongwu benar.
Ya… namja yang tengah berjalan
disampingnya, menggengam tangannya dan memasukkan pada saku jaketnya ini adalah
Seongwu. Seongwu yang satu tahun lalu sempat menghilang beberapa hari dan
ditemukan dalam keadaan kritis, Seongwu yang ternyata masih menyimpan begitu
banyak rahasia hidup, dan Seongwu yang kini telah benar-benar kembali.
Mulai sekarang Jihyun bisa
memastikan bahwa namja yang sangat ia cintai ini tidak akan pergi
meninggalkannya. Semua masa lalu yang sempat datang dan mengancam nyawanya
sudah benar-benar berakhir. Yang bisa Jihyun temukan sekarang adalah senyuman
hangat dengan sorot mata teduh milik Seongwu.
Jihyun pun jadi lebih sering
pulang ke Jeonju, dia juga lebih sering bertemu dengan Sungwoon karena namja
itu memutuskan untuk mencari pekerjaan di Seoul. Dan sama seperti hari ini,
Seongwu beberapa kali mengajak Jihyun ke Incheon untuk mendatangi makam kedua
orang tuanya.
“Kenapa kalian berdua terlambat?
Sudah kubilang acara hari ini sangat spesial.” Keluh Daniel saat Jihyun dan
Seongwu muncul di ujung tangga rooftop apartemen mereka berdua. Diatas meja
rooftop itu sudah terlihat bermacam-macam menu favorite mereka semua, mulai
dari Jokbal kesukaan Seongwu, Jjampong special favorite Jihyun, pizza kesukaan
Sungwoon, dan daging panggang favorite Daniel serta Yena.
Hari ini tidak ada yang berulang
tahun. Tak ada pula yang tengah merayakan anniversary. Tapi malam ini Daniel
sengaja mengumpulkan orang-orang yang ia sayangi karena ia tidak tahu kapan
lagi ia bisa menghabiskan waktu seperti sekarang.
Ini adalah pertama kalinya bagi
seorang Kang Daniel mencoba berkomitmen dalam menghadapi masa depannya. Sekarang
saatnya bagi namja itu untuk meraih mimpi yang sudah lama ia pendam meski ia
tahu akan begitu banyak hal yang harus ia korbankan. Termasuk meninggalkan
orang-orang yang ia sayang.
“Jika kau sudah debut nanti,
jangan lupa untuk sering-sering mampir. Nuna akan membuatkan bulgogi
kesukaanmu.”
“Ne nuna.” Daniel tersenyum.
“Ah iya~ Dan juga jangan menolak
tawaran dari variety show SBC. Siapa tahu kita bisa bertemu nanti.”
“Haha.. tenang saja nuna. Itu
masih beberapa bulan lagi.”
“Oiya, dengar baik-baik pesan
hyung.” Sungwoon tiba-tiba membuka suaranya. “Cari sebanyak mungkin uang dan
nikmati sebisa mungkin masa mudamu…”
Semua orang disana menoleh
bingung.
“…sebelum kakekmu menelfon dan
memintamu untuk menikah tahun depan!”
Saat itu juga mereka tertawa kompak.
Nasehat macam apa itu? Sepertinya Sungwoon tidak ingin menderita sendirian
karena kakeknya melakukan hal yang sama seperti yang ia ceritakan.
Seongwu pun ikut tertawa lepas,
namun sorot matanya tertuju pada seseorang yang duduk disampingnya.
Perlahan-lahan tawa itupun berubah menjadi senyuman penuh kelegaan. Ia tidak
memiliki keinginan apapun didunia ini selain memastikan Jihyun bahagia
bersamanya.
Sedangkan Jihyun yang merasa
diperhatikan pun membalas senyuman itu, ia bahkan diam-diam menyelipkan
tangannya dibawah meja untuk menggenggam jemari Seongwu. Mulai sekarang Jihyun
ingin menjadi salah satu alasan Seongwu menjalani hidupnya dengan bahagia.
Dan satu satunya orang yang akan
meninggalkan atmosfer penuh kerinduan ini tidak berhenti untuk menikmati
saat-saat terakhirnya tinggal disana. Mungkin dalam beberapa waktu ia tidak
bisa menjumpai mereka, namun setidaknya Daniel selalu punya rumah yang ia tuju
saat ia ingin kembali pulang.
Meskipun ketiganya menghadapi
cobaan dengan porsi mereka masing-masing, namun semua itu bisa mereka hadapi
dengan saling berpegangan satu sama lain. Menjaga dan senantiasa memastikan
orang yang dicintainya bahagia, penawar dari masa lalu serta alasan untuk tetap
tersenyum, dan menemukan komitmen hidup serta serius dalam menjalaninya. Semua
itu adalah tujuan hidup mereka. Dan akhirnya merekapun mendapatkannya.
That is… serenity.
-The
End-
AKHIRNYA...
AKHIRNYAA~
AKHIRNYA MUNCUL KATA END JUGA DI FF INI!!
Berarti utangku udah lunas beneran ya gaysss~
Lunasnya pas banget tanggal 31 hiksss.
Jadi semalaman aku nglembur bikin ff ini, mikirin endingnya setelah berpisah(?) dan nentuin apakah JinOng bakalan balik atau engga.
Dan akhirnya aku mutusin kalo mereka bakalan bersama lagi. dengan harapan Power Of Destiny(?)
Akhir kata, makasih bagi yang mau baca sampe part terakhir. Maaf kalo updatenya sampe bertahun-tahun. Maaf juga kalo ada salah kataa. sampai jumpa besok di postingan baruku yang lain. Kalo FF mungkin bakalan One shoot hehehehe
Aku : "Hiks hiks"
Ong : "Nuna kenapa menangis?"
Aku : "Soalnya mau berpisah sama wannaone..."
Ong : "Ngga papa nuna, kita pasti bakalan ketemu lagi."
Aku : " Hik hik"
Ong : *peluk*
wkwkwkwkwkwk Annyeong!
No comments:
Post a Comment