Mau curhat dulu… *ini apaan
dateng-dateng langsung curhat*
Jadi gays, sebenernya kegalauan aku
tentang FF ini masih berkelanjutan(?). As you know, aku ngulangin nulis FF ini
sampe 3 kali setiap partnya. Aku udah bikin sampe ending tapi aku rubah terus-terusan
soalnya aku ngga sreg sama ceritanya. Aku ngerasa adegannya rada dipaksain terus
ngga nyambung antara satu dan lainnya wkwkwk.
Kayaknya emang lebih gampang bikin
cerita cinta segitiga, atau persahabatan, kesalahfahaman dan ngelibatin banyak
cast ketimbang bikin cerita simple dengan cast utama yang CUMAN tiga orang ini.
oleh karena itu, setelah aku bertapa
di gua penuh lumut bersama ONG(?), akhirnya aku mencoba kembali melanjutkan FF
Serenity yang sudah hampir karam ini(?) Mungkin masih banyak kekurangan, jadi…
aku berharap kalian meninggalkan saran dan kritik di kolom komentar.
And then… ini dia FF Ongniel
Wannaone Serenity part 16. Selamat membaca!
Tittle : Serenity [Part 16]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwu,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
Hari ini adalah hari pertama bagi Jihyun untuk kembali
bekerja. Setelah dua minggu yang lalu ia terkena musibah di Gunung Naejangsan,
minggu kemarin yang ia habiskan di Jeonju bersama Seongwoo, dan setelah
peristiwa yang terjadi pada Daniel tadi malam.
Jihyun
pikir ia akan mendapatkan keringanan karena sudah mengalami ‘kecelakaan kerja’
kala itu, tapi ternyata yang terjadi jauh lebih buruk. Tepat semenjak hari
Senin setumpuk pekerjaan sudah menunggu Jihyun di atas mejanya. Beberapa berkas
dan juga tabel-tabel kosong tidak memberinya waktu untuk bernafas sedikipun mengingat
deadline yang sudah semakin dekat. Bahkan Jihyun terpaksa membawa pulang
pekerjaan miliknya demi menyelesaikan semua tanggung jawab itu sebelum akhir
minggu tiba.
Ting
tong!
Jihyun
yang semula asik mengerjakan sesuatu dalam laptopnya seketika bangkit dari
karpet ruang tengah dan berjalan menuju pintu. Matanya berbinar ketika melihat
sosok Seongwoo berdiri disana membawa dua kantung plastik berisi makanan.
Menggunakan
hoodie hitam dengan kerah warna coklat yang menyembul di lehernya, Seongwoo langsung
melangkah masuk begitu Jihyun mempersilakan.
“Lain
kali kau harus menggunakan jaket musim dingin, Seongwoo-ya.” Ucap Jihyun
memperingatkan. “Jika tidak kau akan jatuh sakit.”
Seongwoo
tertawa pelan mendengar celotehan Jihyun yang sudah lama tidak didengarnya itu.
“Aku
membawakan nuna jajangmyeon dan topokki.” Ia bergerak ke arah dapur untuk
mengambil mangkuk dan sumpit. “Nuna belum makan bukan?”
“Tahu
saja kau kalau aku sedang lapar.” Jihyun duduk bersila didepan meja sembari
menyingkirkan laptopnya. Yeoja itu tampak tidak sabar melahap makanan yang
dibawa Seongwoo.
“Kalau
begitu… mari kita makan…”
Belum
juga segelintir mie menyentuh ujung sumpit milik Seongwoo, Jihyun sudah
terburu-buru melahapnya. Membuat Seongwoo justru menghentikan aktifitasnya dan
memperhatikan yeoja itu lebih dalam.
“Apa
jajangmyeonnya enak?”
Jihyun
mengangguk-angguk antusias sambil terus memasukkan jajangmyeon ke dalam
mulutnya tanpa henti. Jika ada yang melihat mungkin orang lain bisa mengira
kalau Jihyun sudah berhari-hari tidak makan.
“Ini…
kau bisa menghabiskan milikku juga nuna.” Seongwoo menawarkan. Ia tahu betul
disaat pikiran Jihyun terkuras maka energi yang yeoja itu butuhkan akan sama
besarnya. Oleh karena itu Seongwoo langsung memindahkan jajangmyeon miliknya ke
dalam mangkuk Jihyun yang tinggal setengah.
“Oh..
tidak-tidak.” Jihyun terkejut. “Lalu kau?”
“Aku
sudah kenyang.”
Jihyun
mengerutkan dahinya, membaca raut wajah Seongwoo yang tidak berkata jujur.
Akhirnya
dia ‘memutus’ mie itu dan mengembalikan sisanya ke dalam mangkuk milik Seongwoo.
“Segini saja sudah cukup. Setidaknya kau harus menemaniku makan bersama
Seongwoo-ya, aku tidak ingin makan sendirian.”
Lagi-lagi Seongwoo tertawa pelan. Ia kembali
mengamati mangkuk jajangmyeonnya yang belum ia sentuh. Entah kenapa kejadian
ini mengingatkannya pada sesuatu.
“Seonghee
nuna bogoshipda (aku merindukan Seonghee nuna).”
Kalimat
itu membuat Jihyun terdiam. Ia melirik kea rah Seongwoo yang masih belum
mengalihkan pandangannya dari dalam mangkuk.
“Dulu
aku selalu memberikan sebagian porsi makanku pada Seonghee nuna agar ia cepat sembuh.”
Seloroh Seongwoo tanpa sadar. “Aku sudah memastikan nuna menghabiskan seluruh
makanannya, tapi anehnya tubuh nuna tetap saja kurus.”
Jihyun
masih ingat sejak pertama kali divonis mengidap penyakit kanker darah, Seonghee
tidak pernah sekalipun mengeluh. Ia akan tetap berangkat sekolah meskipun
wajahnya pucat. Tidak jarang Jihyun dan Seongwoo harus membawanya pulang
kerumah karena gadis itu mimisan di tengah-tengah pelajaran.
Ia
sudah menerima pengobatan meskipun tidak maksimal karena masalah biaya. Lambat
laun tubuhnya semakin lemah dan mengurus. Membuat Seonghee kesulitan bahkan
untuk bangun dari tempat tidurnya.
Sehari
sebelum gadis itu pergi, ia sempat berpesan pada Jihyun untuk menjaga Seongwoo
sebagai pengganti dirinya. Dan disinilah mereka berdua sekarang. Duduk bersila
diatas karpet dengan pemisah sebuah meja kayu dengan tiang rendah. Setelah
sepuluh tahun terlewat dan segalanya telah berubah.
“Ong-ah!
Kau tidak makan~?” tiba-tiba sebuah kalimat terdengar disana dengan sapaan dan dialek
khas kota Jeonju yang sering Seongwoo dengar dari Seonghee. “Makanlah~
jajangmyeon ini jinjja wanjeon daebak real heol mashitta!”
Tingkah
Jihyun seketika membuat senyum di wajah Seongwoo merekah. Saat itulah cairan
bening yang melapisi sudut matanya jelas terlihat, hampir terjatuh. Jihyun
tidak menyangka bahwa sepotong kenangan tentang Seonghee bisa membuat Seongwoo
terlihat begitu rapuh.
“Bagaimana?”
tanya Jihyun lagi. “Apa aku sudah mirip dengan Seonghee, Ong-ah!”’ ia bahkan
mengikat rambutnya menjadi dua agar lebih terlihat mirip dengan teman baiknya
dulu.
Senyum
di wajah Seongwoo berubah menjadi kekehan pelan. Tampaknya usaha Jihyun sudah
cukup berhasil untuk menghibur namja itu.
Tapi
yang terjadi berikutnya justru membuat Jihyun terkejut. Dengan gerakan pelan
tangan Seongwoo terulur ke arah Jihyun dan melepaskan kedua ikatan rambut yeoja
itu. Seongwoo membiarkan rambut sepanjang bahu milik Jihyun terurai dan mencoba
merapikan dengan jemarinya yang kurus.
“Seperti
ini saja.” Ucap Seongwoo sambil terus menata rambut Jihyun. “Seperti ini nuna
lebih cantik.”
Dalam
sekejap tubuh Jihyun mendadak kaku. Bola matanya tidak berhenti menyorot ke
arah Seongwoo yang memiliki tatapan sendu. Dan ketika Seongwoo telah selesai
dengan kesibukannya, namja itu membalas tatapan Jihyun.
Saat
itulah Jihyun merasakan degup jantungnya berpacu diatas normal.
Bagaimanapun
juga, Seongwoo bukan lagi seorang anak berumur dua belas tahun yang hanya bisa
mengekor langkah Jihyun dari belakang. Yang memanggil namanya hanya untuk
sekedar mencari perhatian. Yang tidak pernah membangkang kapanpun Jihyun member
nasihat.
Meskipun
Jihyun berusaha untuk menggantikan posisi Seonghee di hati Seongwoo, yeoja itu
tidak akan pernah bisa berhasil karena Seongwoo sudah tak lagi melihat sosok
Jihyun sebagai noonanya. Seongwoo tidak yakin sejak kapan itu, namun kini satu
hal yang bisa ia tangkap setiap kali Seongwoo melihat Jihyun.
Bahwa
ia sangat menyayanginya.
***
Sebuah
ruangan berdinding kaca yang tidak terlalu luas terasa sedikit pengap ketika
pertama kali Seongwoo membuka pintu. Bahkan namja itu bisa menemukan uap air
menempel di cermin sehingga pantulan wajahnya pun sulit ia temukan disana.
Meskipun terletak di bawah tanah dengan penghangat ruangan seadanya, namun
sepertinya tempat ini sudah seperti ‘surga’ bagi satu-satunya orang yang ingin
Seongwoo temui sekarang.
Seongwoo
tersenyum saat melihat Daniel masih tampak asik menari B-Boy diiringi dengan
music yang cukup keras. Namja dengan poni berbentuk comma itu melepas mantel
yang ia pakai sebelum akhirnya duduk di pinggir ruangan.
“Hah…
hah…” nafas berat Daniel terdengar tepat ketika music player ia matikan.
“Hyung…” ia hanya memanggil Seongwoo sekilas sambil menjatuhkan badannya
disamping namja itu.
“Kupikir
kau sudah melupakanku.”
Daniel
menggeleng sambil menyeka keringat. “Anieyo~”
“Lalu?”
Yang
ditanya hanya bisa menunduk, seakan mengetahui apa yang ingin Seongwoo
sampaikan meski keduanya sama sekali belum membahasnya.
Sekitar
hampir dua tahun mengenal dan akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama, baik
Seongwoo dan Daniel memiliki chemistry yang bahkan tidak perlu saling
menjelaskan alasan tentang suatu hal. Seongwoo tidak pernah mencari tahu apa
latar belakang Daniel, bagaimana dia bisa mendapatkan uang untuk hidup dan apa
yang sering ia lakukan seharian. Begitu pula dengan Daniel yang tidak pernah
bertanya kenapa Seongwoo harus bekerja begitu keras, bagaimana kabar
keluarganya dan kenapa dia tidak pernah bercerita tentang masa lalunya.
Mereka
berdua tidak pernah bertukar cerita semacam itu. Tak pernah sekalipun
membahasnya. Mereka hanya memperlajari karakter satu sama lain seiring
berjalannya waktu. Saling percaya dan berjanji pada diri mereka sendiri untuk
selalu bersama layaknya keluarga.
Tidak
tahu pasti kapan semua itu dimulai, namun disaat pertama kali Daniel mengatakan
bahwa “Bolehkah aku tinggal bersamamu
Hyung?” maka tanpa berfikir panjang pun Seongwoo menjawab, “Tentu saja.”
Dan
esoknya Daniel membawa beberapa lembar pakaian ke apartemen Seongwoo lalu
memulai hidupnya disana. Seongwoo tidak tahu dimanakah Daniel tinggal sebelum
namja itu bersamanya. Ia bahkan tidak memiliki niat untuk bertanya. Yang ia
tahu, sekarang ia memiliki seseorang yang tidak pernah lelah mengomelinya untuk
berhenti bekerja terlalu keras, orang yang menjadi teman minumnya disaat malam
tiba, dan orang yang selalu mengisi lemari di apartemennya dengan tumpukan
ramen.
Dia
adalah Daniel, yang tanpa Seongwoo sadari, ia sangat membutuhkan sosok itu
disampingnya.
“Bagaimana
lukamu? Apa sudah baikan?”
Daniel
mengangguk tanpa membalas tatapan Seongwoo.
“Lalu
Yena…? Sepertinya dia shock sekali…”
“Sudah membaik.
Tapi kurasa ia belum bisa sering keluar rumah.”
Seongwoo
ber-oh sembali mengingat kejadian malam itu. Sejak awal ia tahu bahwa Daniel
pasti memiliki alasan sendiri kenapa harus membuat keributan di dalam bar
sampai harus berakhir di kantor polisi.
Dan
ternyata dugaan Seongwoo benar. Semua karena Yena.
Tidak
seperti yang Jihyun kira sebelumnya, ternyata Yena menghianati Daniel karena
sesuatu yang tidak bisa ia hindari. Daniel tidak sanggup lagi membendung emosi
saat mengetahui orang yang selama ini selalu ia jaga ternyata berada dibawah
ancaman bahkan disaat sedang bersamanya.
Dan
Daniel pun memilih untuk mengambil resiko itu.
Meskipun pada akhirnya Daniel harus berurusan dengan
polisi, setidaknya ia bisa memastikan bahwa mulai sekarang Yena akan baik-baik
saja.
“Semenjak
malam itu kau tidak pernah datang ke apartemen.” Ucap Seongwoo memulai
pembicaraan. “Nuna mengkhawatirkan keberadaanmu, tapi dia bilang dia takut jika
harus menanyakan lebih dulu.”
Daniel
langsung menurunkan botol minum yang tengah ia teguk. Tersenyum tipis.
“Kenapa
kau tidak mengatakannya sendiri saja nuna?” Ucap Daniel sambil melihat ke arah
pintu masuk. “Aku tahu kau ada disana.”
Tak
ada jawaban.
Tapi
perlahan lahan pintu dengan kaca buram berlapiskan kayu sebagai pelindung di
setiap sudutnya itu bergerak kedepan. Dari sanalah muncul seorang yeoja dengan
coat berwarna light brown yang sudah sangat Daniel kenal.
“Duduklah
disini. Bukankah diluar sangat dingin?”
Seongwoo
tersenyum melihat Jihyun yang menunduk sambil berjalan pelan ke arah mereka.
Sejak awal ia sudah meminta Jihyun ikut masuk, namun yeoja itu bersikeras untuk
menunggu diluar. Dengan langkah yang canggung, akhirnya Jihyun memilih duduk
disamping Seongwoo dan bersembunyi dibalik tubuh kurus namja itu.
“A…Apa
kabar… Daniel?”
Daniel
terkekeh mendengar nada kaku Jihyun. Sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan
untuk melihat yeoja itu.
“Aku
baik nuna.” Jawabnya sambil tertawa kecil. “Jika nuna ingin bertemu denganku,
seharusnya nuna menghubungiku lebih dulu. Jadi tidak perlu datang jauh-jauh
kesini.”
Jihyun
menekuk bibirnya ke dalam. Sorot matanya yang lugu bergerak ke arah Seongwoo dengan
tatapan memohon. Jihyun tidak mengira ia akan terlihat begitu bodoh dihadapan
seseorang yang sudah ia anggap seperti dongsaengnya ini.
“Bukankah nuna bilang ingin mengatakan sesuatu?” tanya
Seongwoo pada Jihyun yang lantas terkejut.
“Oh… aku…” Jihyun menggaruk tengkuknya bingung. Ia
tidak tahu harus berkata apa didepan Daniel secara langsung. Padahal sepuluh
menit yang lalu ia sudah menyiapkan daftar pertanyaan yang harus Seongwoo
sampaikan pada Daniel saat mereka bertemu.
Saat itulah Daniel menyadari sesuatu. Ia melirik ke
arah jari lentik Jihyun yang bersembunyi di sela jemari Seongwoo.
Mereka bergandengan.
Sejurus
kemudian terdengar sebuah ledakan tawa dari Daniel yang membuat Seongwoo dan
Jihyun dengan kompak menoleh.
“Ada
apakah ini?” tanyanya sambil terus tertawa. “Sebenarnya apa yang terjadi selama
kalian berdua berada di Jeonju huh?”
-To
Be Continue-
Ciee cieee Jihyun Ong wkwkw.
Dan… disini udah dijelasin ya
gays kalo ternyata Yena selingkuh itu karena TERPAKSA, jadi sebenernya dia
masih setia sama Daniel dan ngga jahat seperti apa yang kalian pikirkan(?)
Part ini kerasa pendek banget
ya? Haha padahal ini 8 lembar (jauh lebih banyak daripada part lain yang
kebanyakan 5-6 lembar).
Jadi.. gimana kelanjutan
hubungan Jin-Ong yang sudah mulai berbau amis?
Tunggu next part ya! *lanjut
ngedayung bareng Ong di sungai yang dipake shooting buat wannaone go wkwkkwk*
No comments:
Post a Comment