Halooo semuaaa
Author palingmalessedunia datang kembali
*semoga kalian ngga lupa ya wkwk*
Maaf maaf menghilang 2 bulan lamanya ;p, soalnya lagi2 stuck sama lanjutan FF ini.
Jadi di part sebelumnya aku sempet bilang kalo mau dibikin 18 part kan, nah ternyata aku rubah lagi wkwkwkwkwkwkwk
Untuk berapa part nanti endingnya, tungguin aja yaa~
Author palingmalessedunia datang kembali
*semoga kalian ngga lupa ya wkwk*
Maaf maaf menghilang 2 bulan lamanya ;p, soalnya lagi2 stuck sama lanjutan FF ini.
Jadi di part sebelumnya aku sempet bilang kalo mau dibikin 18 part kan, nah ternyata aku rubah lagi wkwkwkwkwkwkwk
Untuk berapa part nanti endingnya, tungguin aja yaa~
- “Perkenalkan, aku Ha Sungwoon.” Ia menyodorkan tangannya, mengajak Seongwu bersalaman. “Mungkin kau sudah pernah mendengar namaku sebelumnya. Aku adalah namjachingu Jihyun.”
- “Aku dulu teman satu kelas Jihyun dan Seonghee. Mereka berdua memanggilku ‘dwaeji’ karena aku banyak makan.” Dia tertawa mengingat sebutan itu. “Kau Seongwu kan? Adik Seonghee…”
- Tangan kanan Sungwoon bergerak untuk memeluk Seongwu dari samping. Ia tersenyum.“Mulai sekarang, Jihyun kutitipkan padamu Seongwu-ya.”
- “Seongwu….um…” Umma Jihyun menggantungkan ucapannya. Membuat Jihyun tidak sabar lalu berlari ke lantai atas untuk mandi dan segera mencari keberadaan namja itu.
- Jihyun tidak menjawab pertanyaan itu, justru langsung merebahkan badannya di sebuah gazebo yang terletak tepat di samping Seongwu berdiri. Rasanya kaki Jihyun sudah tidak kuat lagi jika harus berjalan lebih jauh.
- “Hyung bilang ia beberapa kali ingin pergi ke Seoul untuk bertemu dengan nuna, tapi nuna selalu mencegahnya.” Lanjut Seongwu membuat Jihyun mampu menebak kemana arah pembicaraan itu. “Waeyo nuna?” Seongwu sempat berhenti sejenak sebelum kembali bertanya dengan hati-hati. “Apa karena ada…aku?”
- Ya… katakan saja begitu, bahwa Jihyun ingin menjaga perasaan Seongwu.Bahwa Jihyun memang takut kesalahan yang pernah ia perbuat akan terulang.Karena ia tidak ingin kehilangan Seongwu untuk yang kedua kalinya.
Sipp sekarang langsung aja yaaa
cus part 15!
Tittle : Serenity [Part 15]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwoo,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
Kurang
lebih tiga hari berada di Yeonju, Jihyun merasa segala tekanan yang selama ini
ia dapatkan di Seoul perlahan sirna. Jika sebelumnya yeoja itu selalu diliputi
oleh deadline pekerjaan, sekarang ia sudah tidak terlalu memikirkannya meski
Jihyun tahu bahwa 2 hari lagi bayangan itu akan tetap menghantuinya.
Seperti
semua anak yang ketika pulang ke rumah membawa satu koper, maka saat ia kembali
ke tempat perantauan, bawannya akan bertambah. Hal ini pun berlaku pada Jihyun.
Tepat ketika ia akan berangkat, tiba-tiba ummanya mengeluarkan begitu banyak
tas berisi makanan dalam toples-toples yang sudah beliau persiapkan. Bahkan
jumlahnya meningkat dua kali lipat karena beliau juga memberikan sebagian pada
Seongwu untuk dibawa kembali ke Seoul.
Meskipun
Jihyun sudah berdebat panjang lebar untuk mengurangi sebagian bawaan itu, pada
akhirnya umma Jihyun yang akan tetap menang.
“Uh…”
Jihyun
mengeluh disaat harus mengangkat satu persatu tas dari lift menuju apartemen
ketika ia sudah sampai di Seoul. Padahal ini adalah perjuangan terakhirnya setelah
ia harus mengulangi langkah yang sama dari dalam rumah naik ke taksi, dari
taksi naik ke kereta api, dan dari kereta api kembali ke taksi menuju
apartemen. Meskipun Seongwu sudah membantu, tetap saja jumlahnya terlalu banyak
sampai-sampai ia mereka harus bolak balik beberapa kali untuk memindahkan
tas-tas itu.
“Tit..tut…tit..tut…” password pintu berbunyi disaat
Jihyun membukanya dari luar.
Rasanya Jihyun ingin cepat-cepat masuk dan merebahkan
tubuhnya di kasur untuk menghilangkan rasa lelah.
“Nuna
chakkaman!” Seongwu yang tadinya ingin membantu memindahkan barang milik Jihyun
langsung menahan yeoja itu begitu ia melihat ada genangan air yang memenuhi
lantai tempat untuk melepas sepatu.
“Apa
yang sebenarnya terjadi?” Jihyun ingin melongok ke dalam tapi lagi-lagi Seongwu
cegah.
“Terlalu
berbahaya, nuna. Aku takut ada aliran listrik yang terkena air.” Ia lantas
mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi pihak apartemen.
Bahu
Jihyun menurun. Cobaan apalagi ini? Setelah 4 jam perjalanan yang melelahkan ia
harus menghadapi kejadian yang diluar dugaan. Bisa-bisanya apartemennya banjir
seperti sekarang huh? Kalau begini caranya, dimanakah ia harus tidur? Apalagi
langit sudah mulai berubah gelap.
Setelah
menunggu cukup lama akhirnya pihak apartemen datang dan mengecek keadaan.
Mereka sudah mematikan aliran listrik milik Jihyun dan berjanji untuk memperbaiki
pipa bocor yang menjadi penyebab apartemen yeoja itu ‘kebanjiran’. Beruntung
air mengalir menuju ke lantai kamar mandi yang lebih rendah daripada ruang
utama. Tapi kabar buruknya, semua proses yang dijanjikan baru bisa dilakukan mulai
besok pagi.
“Nuna…”
Seongwu menyentuh lengan Jihyun yang duduk bersandar pada dinding koridor depan
apartemennya.
Jihyun
mendongak, memberikan respon panggilan Seongwu yang berjongkok didepannya.
“Sebaiknya
malam ini nuna tidur di apartemenku saja.”
Yang
ditanya tidak langsung mengiyakan, Jihyun justru masih menatap pintu
apartemennya dengan tatapan kecewa.
“Tidak
pa-pa.” ucap Seongwu lagi. “Setelah ini aku akan memasak bahan makanan yang
dibawakan Ommoni untuk kita berdua.”
Meskipun
berat, akhirnya Jihyun pun bangkit dan menuruti saran Seongwu untuk menginap di
dalam apartemennya.
Tidak
hanya menyiapkan makanan, rupanya selama Jihyun berada di kamar mandi Seongwu
juga menyiapkan tempat tidur dan merapikan barang-barang miliknya. Namja itu
jadi super sibuk menyelesaikan kegiatan yang sebenarnya jarang ia lakukan
disana.
“Kenapa
aku tidak melihat Daniel?” Jihyun bertanya sambil mengusap rambutnya yang basah
dengan handuk.
“Molla.
Dia tidak menghubungiku sejak kemarin.” Jawab Seongwu sembari menyiapkan makan
malam.
Jihyun
lantas tersenyum menyadari kelakuan namja itu. Jika bukan karena keberadaannya
disana, Jihyun sangat yakin apartemen ini tidak akan sebersih sekarang.
“Tidak
terlalu buruk.” Ia memuji perilaku Seongwu sambil tertawa. “Malam ini aku
adalah tamu, jadi aku tak akan membantumu Seongwu-ya~”
Seongwu
terkekeh memunggungi Jihyun. Setelah mematikan kompor dan menaruh makanan itu
ke dalam mangkuk, akhirnya makan malam pun dimulai.
“Jalmokgeseubnida!”
Keduanya
kompak mengambil sendok dan mencicipi Sundubu Jjigae buatan Seongwu.
“Ak!”
Seru Seongwu tiba-tiba. “Asin sekali!” Ia langsung mengambil air putih untuk
menghilangkan rasa asin yang mengkontaminasi lidahnya.
“Asin?
Kurasa tidak.” Jihyun justru memasang wajah datar dan tetap memakan sup itu
dengan lahap. Seongwu seketika bingung, seakan akan mereka tengah memakan dua
menu yang berbeda.
Ia
pun mencicipi mangkuk milik Jihyun. Dan sekali lagi namja itu berseru, “Asin
nuna~ ini sangat asin!”
Jihyun
menggeleng, “Tidak pa-pa, aku akan menghabiskannya.”
“Andwae~
andwae~ nanti nuna bisa sakit perut.” Seongwu cepat-cepat menahan tangan Jihyun
dan mengambil sup itu kemudian mengembalikannya ke dalam panci. Ia harus segera
mengamankannya.
“Kalau
begitu sebaiknya aku memasak ramen saja.” Ucap Seongwu. “Aku tidak pernah gagal
saat memasak ramen.”
Ledakan
tawa Jihyun sudah tidak bisa ditahan lagi. Menurutnya tingkah Seongwu sangat
lucu. Padahal Jihyun serius ingin menghabiskan sup buatan Seongwu meskipun
rasanya tidak enak. Tapi Seongwu justru langsung membuang makanan itu meskipun sudah
hampir satu jam ia membuatnya.
“Apa
perlu ku bantu?”
“Aniyo.
Aku bisa melakukannya sendiri.” Jawab Seongwu kembali sibuk.
Jihyun
yang merasa bosan tetap bangkit dan berdiri di samping Seongwu. Dia
menyandarkan kepalanya di lemari gantung sambil menatap wajah namja itu dari
samping.
Entah
sejak kapan Jihyun menyadari bahwa bagian itulah yang paling ia sukai. Apalagi disaat
Seongwu sedang serius seperti sekarang. Sorot matanya begitu fokus dengan
guratan kening yang terlihat samar. Meski tidak bergerak, lengkukan bibir namja
itu tercetak jelas membentuk sudut yang sempurna.
Jihyun
masih ingat waktu kecil dulu Seongwu pernah jatuh dan pipi atas dekat mata
kanannya terluka. Bekas luka itu masih terlihat. Membuat kenangan di kepala Jihyun
kembali menyeruak saat mengingat kejadian itu.
Sejujurnya Jihyun tidak yakin Seongwu mewarisi wajah
appa atau ummanya, karena ada beberapa bagian dari masing-masing yang ia
miliki. Tapi satu hal yang ia tahu, bahwa ia tidak akan pernah bosan melihat
keindahan wajah yang tanpa celah itu. Meskipun terkadang berubah menjadi lucu
disaat Seongwu melakukan hal yang ceroboh, atau terlihat polos dengan senyuman
yang tulus, Jihyun tetap menyukainya.
Karena sibuk mengamati namja itu, Jihyun sampai tidak
sadar Seongwu sudah meletakkan tangan di sisi kompor untuk membalas tatapan
Jihyun. Mereka berdua tidak bergerak satu incipun dalam beberapa saat.
Rasanya ikatan mata itu membuat seolah apapun yang ada
didunia ini berhenti bergerak. Tidak ada butiran uap air yang mendidih, tidak
ada suara jarum jam yang berdetak, tidak ada roda mobil yang berputar, bahkan
daun kering yang jatuh tetap melayang tanpa menyentuh permukaan tanah.
Tak ada yang bergerak, kecuali degupan jantung yang
semakin lama semakin cepat. Jihyun merasa Seongwu sudah menguncinya hingga
bahkan ia sendiri tidak sanggup mengambil nafas.
Saat itu hampir saja Seongwu meraih jemari Jihyun
sebelum suara dering ponsel menghentikan tangannya di udara.
“Yeoboseyo?” Jawab Seongwu sesaat setelah menerima
panggilan itu. “Kang Daniel?” Sebuah nama tiba-tiba terdengar. “Iya benar, dia
tinggal bersamaku. Apa terjadi sesuatu dengannya?”
Ada jeda cukup lama disaat Seongwu mendengar
penjelasan dari seberang telpon sampai ia kembali berbicara. Entah kenapa
seketika perasaan tidak enak mencuat di hati Jihyun. Ia sempat mematikan kompor
sebelum akhirnya berjalan mendekati Seongwu yang baru saja selesai menutup
telepon.
“Ada apa?” tanyanya khawatir. “Apa terjadi sesuatu
dengan Daniel?”
“Sebaiknya nuna tunggu disini saja. Aku akan segera
kembali.” Kemudian mengambil jaket yang ia sampirkan di kursi tak jauh dari
sana.
“Tidak Seongwu-ya. Katakan padaku yang sebenarnya!”
Seongwu tampak ragu. Ia menghela nafas panjang sambil manatap
ke arah Jihyun, “Daniel sedang berada di kantor polisi. Aku harus menjemputnya
sekarang.”
***
Suara
keyboard computer yang ditekan beberapa kali terdengar cukup keras menghiasi
ruangan. Diatas meja-meja berjejeran tanpa sekat, tumpukan berkas yang menggunung
seakan menjadi pemandangan yang wajar bagi si pemilik masing-masing. Beberapa
orang berlalu lalang. Sebagian tampak lelah dengan pekerjaan, sebagian lagi
terlihat putus asa dengan wajah yang menunduk dalam. Bahkan ada seorang ahjumma
dengan celana tidur dan jaket bercorak keunguan menangis begitu kencang sambil
memukul seorang lelaki tidak berdaya hingga ruangan yang tak terlalu lebar itu
terasa sedikit mencekam.
Kantor polisi. Jihyun tidak terlalu familiar dengan
situasi sekarang meski tempat kerjanya terkadang memiliki suasana yang tak jauh
berbeda.
Begitu masuk, ia langsung mengedarkan pandangannya ke
ruangan ber cat pastel gray itu untuk mencari keberadaan seseorang. Jihyun memang
mendesak Seongwu untuk ikut karena ia ingin memastikan bahwa orang yang sudah
ia anggap sebagai adiknya itu baik-baik saja.
Dan disana, namja yang memiliki bahu lebar dengan
hoodie abu-abu langsung bisa Jihyun kenali. Meski wajahnya tidak terlihat, tapi
dari belakang Jihyun mengetahui betapa besar kekalutan yang tengah namja itu
hadapi sekarang. Tidak… sepertinya Jihyun tidak sanggup melihatnya. Bahkan
hanya memikirkan bagaimana ekspresi namja itu saja sudah membuat hati Jihyun
terasa sakit.
“Apa nuna ingin menunggu diluar?” tanya Seongwu seakan
mengetahui apa yang Jihyun pikirkan.
Tidak
ada jawaban. Jihyun hanya membalas tatapan Seongwu tanpa suara.
“Setelah
semuanya selesai, aku akan segera membawa Daniel keluar.” Seongwu lantas
melepas jaket miliknya dan memakaikan benda itu pada Jihyun. Ia tahu benar
proses ini akan memakan waktu cukup lama.
Karena
tadi berangkat dengan terburu-buru, Jihyun sampai lupa memakai sepatu. Sekarang
hanya ada sandal jepit bergambar karakter Line
yang terpasang di sela jari kakinya, celana training tipis dan kaos kebesaran
berlapis sweater tanpa kancing. Beruntung Seongwoo meminjamkan jaket miliknya, karena
ternyata udara diluar memang cukup dingin di akhir musim gugur kali ini.
Pikiran
Jihyun tidak tenang selama menunggu disana. Beberapa kali ia ingin masuk, namun
berulang kali pula niat itu ia urungkan.
Jihyun
lebih memikirkan bagaimana kondisi Daniel sekarang ketimbang apa yang
sebenarnya terjadi. Ia takut jika Daniel harus menyembunyikan perasaan sedih
dibalik senyumnya seperti yang sering ia lakukan.
Daniel selalu terlihat riang. Selalu. Meskipun hatinya
telah sakit berulang kali.
“Nu-na…”
terdengar keraguan dibalik nada rendah panggilan itu.
Jihyun
yang semula duduk di tangga depan pintu masuk kantor polisi langsung bangkit
mencari seseorang yang baru saja memanggilnya. Hanya sesaat menatap Daniel, yeoja
itu kembali menunduk. Ia terperanjat saat menemukan wajah Daniel dihiasi noda
merah dan kebiruan karena babak belur.
Kenapa
sampai seperti itu? Kenapa wajahnya terluka separah itu? Bahkan di bagian tubuh
lain mungkin ada yang lebih parah dan Jihyun tidak mengetahuinya. Daniel pasti
menahannya mati-matian hingga ia bisa berjalan seperti sekarang seolah tidak
terjadi apapun.
“Aku
tidak apa-apa nuna, aku baik-baik saja.” Ucapnya saat mereka cukup dekat.
“Maafkan aku sudah membuat nuna khawatir.”
Jihyun
menyembunyikan wajahnya lebih dalam sambil meremas ujung kaosnya kuat-kuat. Ia
sangat ingin membalas ucapan Daniel tapi ia takut tindakannya justru membuat
namja itu terluka. Jihyun tidak ingin memperlihatkan kehawatirannya, ia tidak
boleh menunjukkan kekalutannya. Jihyun sangat ingin memberikan Daniel kekuatan
dan mengucapkan kalimat yang bisa membuat namja itu nyaman.
Tapi sayang… tubuhnya tidak bisa ia perintah.
“Aigoo…”
Daniel langsung menarik Jihyun ke dalam pelukannya saat ia tahu yeoja itu
tiba-tiba menangis. “…Gwenchanayo nuna. Aku baik-baik saja.”
Sepertinya usaha Jihyun telah gagal. Sepertinya ia
memang tidak sanggup menyembunyikan perasaannya dihadapan Daniel. Sepertinya
Jihyun memang tidak memiliki cukup kekuatan untuk mengucapkan kalimat yang bisa
membuat Daniel merasa nyaman. Sepertinya ia justru menambah suasana hati namja
itu menjadi semakin runyam.
Sepertinya memang benar kata Seongwu… bahwa Jihyun
harus tetap menunggu dirumah saat ia kembali.
-To Be Continue-
Kya kya kya
kya~
Jihyun sama
Ong tinggal serumah cmiw. Entah kenapa
author semacam deg deg(?) an baca part Ji-Ong yang ngefreeze sambil
tatap-tatapan wk! sayang banget ya pas itu ada telpon, coba kalo engga, pasti
mereka bakalan…. (isilah sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran kalian) lol
Part ini
lumayan ada shock terapi(?) ya pas Daniel tiba-tiba masuk ke kantor polisi.
Untuk kenapa kog Daniel bisa berakhir disana, bakalan author jelasin di part
selanjutnya~
Annyong! *lambai2 dari dalem mobil yang disetirin ong(?) terus sampingnya daniel terus aku duduk di bangku belakang(?)*
Waaaah kak icha iki part terpendek timbang sek liyane ðŸ˜ðŸ˜
ReplyDeletehahaha mosok? padahal poso wae lho wkwkwk
Delete