Annyeonghaseyooonggg~
aduh maap banget lama ga posting.
semenjak *sesuatu yang aku bahas di postingan sebelumnya* aku beneran blank mau bikin FF lagi :(
Jadi maaf kalo part ini ada beberapa bahasa yang masih 'mentah'.
Eh bentar, tapi ong lagi dimana ya....
*Di Salon*
Author : "Ong-ah! Kamu cukurnya lama amat sih!"
Ong : "Sabar nuna, aku lagi pengen punya rambut yang antimainstream nih."
Author : "Buruan, Serenity part 14 udah mau tayang. kalo kamu cukur, entar terus siapa yang main -_-"
Ong : "Jinjja? Jeongmal? Real? Kalo gitu udahan deh bang cukurnya!" *ngomong ke abang tukang cukur yang ada dibawah pohon samping perempatan*
Author : *geret ong* "Yah, kamu belum kelar yah? kog hasilnya jadi gini?"
Ong : "Gapapa lah nun, aku diapain aja tetep ganteng kog."
Author : "Okedeh readers, langsung aja yah! cekidot!"
Tittle : Serenity [Part 13]
Author : Ichaa Ichez
Genre : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating : PG-15
Cast :
Shin Jihyun, Ong Seongwoo,
Kang Daniel, Hwang Minhyun. Choi Yena
Length : Chapter.
Desclaimer : This story is originally mine. This is
only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
“Umma, dimana Seongwoo?” Jihyun yang baru saja keluar
dari kamar mandi langsung bertanya pada ummanya dimana keberadaan Seongwoo.
Kepala yeoja itu masih terbalut dengan handuk basah, sementara bajunya belum
dipakai dengan benar karena ia terburu-buru.
Bukannya
menjawab pertanyaan Jihyun, umma Jihyun justru mengomentari dandanan anak
semata wayangnya itu. Membuat suasana rumah yang beberapa bulan ini sepi
seketika kembali menjadi ramai.
“Dia
pergi keluar tadi.” Suara berat yang terdengar dari ruang tengah melenyapkan
perdebatan antara ibu dan anak itu dengan cepat.
“Kemana?
Kemana?” Jihyun langsung menghambur ke arah appanya yang sedang menyesap kopi
sambil menikmati acara TV. “Seongwoo pergi kemana appa?”
Pertanyaan
beruntun itu hanya dijawab dengan gerakan bahu yang naik ke atas, membuat
Jihyun kesal lalu melempar handuknya ke sembarang tempat dan menghilang dari balik
pintu.
“Jihyun-ah!!
Rapikan dulu rambutmu!!” Umma Jihyun berusaha mengejar namun langkahnya
berhenti tepat ketika suara pintu yang ditutup terdengar keras. “Jihyun-ah!!
Ya~~!!”
Suasana
diluar rupanya sudah berubah jauh ketimbang disaat Jihyun baru datang dari
Seoul beberapa jam yang lalu. Matahari sudah mulai condong ke timur, meninggalkan
semburat kuning ke emasan yang menghiasi langit.
Hanya
menggunakan sebuah kaos longgar berwarna putih dan celana training lengkap dengan sandal jepit, perlahan lahan Jihyun
mulai menyusuri jalanan di desanya yang sudah sangat ia kenal. Sore itu suasana
hangat seolah menyambut kedatangannya. Bahkan tidak jarang Jihyun harus
membalas sapaan dari tetangga desa yang sudah cukup lama tidak ditemuinya.
Sampai
Jihyun berhenti di tepian kebun jagung yang tidak ditanami. Dari kejauhan dia
bisa melihat siluet seorang pria yang tengah duduk diatas bangku persegi
beratapkan sebuah pohon rindang yang tidak terlalu tinggi. Setelah memastikan
bahwa namja itu adalah Seongwoo, tanpa pikir panjang Jihyun lantas berjalan ke
arahnya.
Namun
ketika ia berjarak kurang lebih 3 meter dari Seongwoo, yeoja itu tiba-tiba
menghentikan langkahnya. Ia melihat sesuatu yang aneh.
Awalnya
Seongwoo menebarkan pandangannya ke sekeliling. Tapi lama kelamaan kepalanya
semakin menurun. Kemudian menunduk. Menyembunyikan wajahnya diantara punggung
yang bisa Jihyun lihat dari jauh. Dan ketika Jihyun mendekat, ia baru menyadari
bahwa bahu namja itu bergetar hebat.
Seongwoo
menangis disana. Sendirian.
Jihyun
merasa tiba-tiba ada sebuah gemuruh menyerang dadanya. Ini pertama kalinya ia
melihat Seongwoo dalam keadaan yang begitu rapuh. Dalam situasi apapun, namja
itu selalu memberikan kekuatan untuk Jihyun meskipun sendirinya tengah kalut.
Ia tidak pernah mengeluh. Tidak sama sekali. Bahkan disaat sisa hidupnya hanya
untuk melunasi hutang-hutang orang tuanya pun, Seongwoo tidak pernah mengeluh.
Iya…
Hari ini baru Jihyun mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sepuluh tahun yang
lalu. Bagaimana kehidupan Seongwoo setelah pergi dari Jeonju, sampai kabar
orang tuanya yang sama sekali tak pernah ia ungkit bahkan ketika bersama Daniel
sekalipun.
Setelah
bertemu dengan orang tua Jihyun tadi siang, Seongwoo meluapkan segala
kekhawatiran yang selama ini ia pendam. Akhirnya namja itu menceritakan
semuanya, hanya ketika ia sudah bertemu dengan orang tua keduanya, Appa dan
Umma Jihyun.
Dari
sana Jihyun mengetahui bahwa kehidupan Seongwoo yang ia lanjutkan di Incheon
tidak berjalan dengan baik. Selama beberapa tahun, keluarganya harus menumpang
di rumah saudara mereka karena tidak memiliki tempat tinggal. Appanya bekerja
serabutan, sementara ummanya berjualan seadanya.
Dan
yang terjadi setelah itu justru semakin buruk. Hutang keluarga Seongwoo begitu
banyak, ummanya mulai sakit-sakitan dan appanya kehilangan pekerjaan. Tidak
cukup sampai disitu, mereka pun telah ditipu. Seongwoo bahkan terpaksa bekerja
paruh waktu dari bangku sekolah untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Ketika
Seongwoo lulus SMA, hal yang paling mengerikan pun terjadi. Appanya meninggal
karena kecelakaan, dan ummanya menyusul dua tahun kemudian. Seongwoo yang
sebatang kara tidak mungkin menghabiskan sisa hidupnya dengan bergantung pada
saudaranya.
Dari
sana ia memutuskan untuk tinggal di Seoul untuk mencari pekerjaan yang lebih
layak dan melunasi hutang yang tersisa. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Daniel
dan Jihyun hingga menjalani kehidupan seperti sekarang.
Tak
ada sedikipun kenangan manis yang pantas diceritakan. Semua masa lalunya
terlalu pahit untuk ia ingat. Lebih baik Seongwoo menyimpannya seorang diri dan
bersikap seolah-olah tak ada apapun yang terjadi. Sudah semenjak ia tinggal di
Seoul, Seongwoo berjanji untuk tidak mengungkit sedikitpun kejadian itu dan
berusaha menjadi sosok yang baru. Ya… semua kejadian itu memang seharusnya
dilupakan. Seongwoo harus menyimpannya begitu rapat sehingga tidak ada
seorangpun yang tahu.
Sampai hari ini datang…
Dan Seongwoo memilih untuk membuka kotak pandora itu…
***
“Silyehamnida!”
“Oh..
Seongwoo-ya! Kemari… kita makan malam bersama.” Ajak umma Jihyun sambil membawa
mangkuk berisi hidangan. Sementara di samping meja makan sudah terlihat Appa
Jihyun yang langsung tersenyum disaat Seongwoo datang.
“Malam
ini kami masak agak banyak.” Ucap umma Jihyun ikut duduk disamping suaminya.
“Jangan ragu-ragu untuk menambah porsi ya?”
“Ne!”
Jawab Seongwoo sambil tertawa. “Jihyun nuna dimana Ommoni?”
Umma
Jihyun sibuk mengambilkan sup untuk suaminya, “Entahlah… sejak sore tadi ia
keluar. Bukankah ia pergi untuk mencarimu?”
Alis
Seongwoo terangkat, “Aku… tidak bertemu dengannya Ommoni.”
“Duduklah.”
Cegah appa Jihyun menyadari Seongwoo hampir saja bangkit. “Jihyun tahu benar
area sini. Orang-orang pun sudah mengenalnya. Tidak mungkin hal buruk terjadi.”
Umma
Jihyun mengangguk, “Palingan anak itu mampir ke kedai topokki yang ada didepan
gang. Ia lebih sering menghabiskan makan malam disana ketimbang dirumah.”
Seongwoo
memandangi Umma dan Appa Jihyun bergantian. Pikirannya masih belum tenang. Tapi
dengan makanan yang sudah terhidang diatas meja dan kalimat yang mereka
ucapkan, tidak mungkin jika Seongwoo harus pergi meninggalkannya sekarang.
Setidaknya
setelah Seongwoo selesai makan malam.
“Annyeonghaseyo
ahjumma, apa tadi ada seorang yeoja berambut panjang dengan tinggi kira-kira
165 cm yang kebetulan mampir ke kedai ini?” tanya Seongwoo pada pemilik kedai
toppokki yang disebutkan Umma Jihyun. Namja itu langsung mengecek kesana sesaat
setelah ia selesai makan malam.
Ahjumma
dengan rambut keriting yang dipotong pendek itu mengerutkan dahinya. Beliau
sedikit bingung karena penjelasan Seongwoo masih terlalu abstrak. Pembeli
wanita dengan tinggi 165 cm? Sayangnya ia tidak pernah menanyakan satupun
berapa tinggi badan para pembeli di kedai itu, oleh karenanya ia tidak tahu.
“Ji..
jihyun. Apa ahjumma mengenal jihyun?”
“Ah!”
Barulah beliau memahami maksud Seongwoo. “Maksud anda nona Jihyun?” ia
mengibaskan tangannya yang dibalut oleh sarung tangan plastik. “Tadi sore ia
sempat kemari untuk menyapaku. Tapi tidak lama kemudian ia pergi entah kemana.”
Seongwoo
tampak kecewa. Meskipun masa kecil Seongwoo dihabiskan di desa ini, namun namja
itu tidak mengetahui jalanan-jalanan kecil yang kini lebih banyak memiliki
cabang. Ia berusaha untuk mengenali bangunan yang dulu sering ia lewati, tapi
bahkan rute untuk kembali ke rumah Jihyun saja hampir membuat Seongwoo
tersesat.
Sudah
hampir pukul 10 malam. Seongwoo masih berusaha untuk mengitari sudut kota Jenju
yang sempit dan mencari dimana kemungkinan Jihyun berada. Meskipun satu jam
lebih sudah terlewat, namun tanda-tanda keberadaan yeoja itu belum juga
terlihat.
Setelah
cukup lama mencari dan tidak menemukan hasil, akhirnya Seongwoo memilih untuk
kembali pulang. Namun tepat di depan rumah Jihyun tiba-tiba siluet seseorang
terlihat dari kejauhan Orang itu tidak sendirian, melainkan tengah menggendong
orang lain yang berada di punggungnya.
“Nuna!”
Seongwoo berseru saat ia memastikan bahwa salah satu dari mereka adalah Jihyun.
“Apa yang terjadi?! Nuna kenapa!?” tanyanya panik melihat Jihyun tidak sadarkan
diri.
“Tidak
perlu bertanya, bukakan saja pintunya!”
Sosok
pria yang tengah menggendong Jihyun itu tampak sedikit tidak ramah. Karena tak
hanya mengabaikan pertanyaan Seongwoo, ia bahkan langsung masuk ke dalam rumah
tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu sesaat setelah pintu terbuka.
“Nuna~
nuna~” Seongwoo menggoyang-goyangkan lengan Jihyun yang telah terbaring di
kamarnya. Seongwoo berjanji dalam hati kecilnya, kalau terjadi hal buruk
menimpa Jihyun, ia tidak akan memaafkan orang yang baru saja membawa yeoja itu
pulang.
“Dia
sedang mabuk.” Sebuah suara muncul dari depan pintu kamar Jihyun. “Apa kau
tidak bisa mencium bau alkohol huh?”
Seongwoo
menoleh. Namja itu masih disana ternyata.
“Kau
pasti penasaran siapa aku sebenarnya.”
Mata Seongwoo menyipit. Tidak langsung menjawab.
Diam-diam ia mengamati lawan bicaranya itu dengan detail sembari memberi
penilaian dengan versinya sendiri.
Setelah dilihat lebih lama ternyata ia jauh lebih
pendek dari yang Seongwoo kira. Mungkin setara dengan tinggi badan Jihyun.
Wajahnya cukup tampan dengan kulit putih bersinar untuk ukuran pria. Meskipun cuaca diluar
terasa dingin, namja itu masih terlihat santai dengan kaos oblong dan celana
pendek berwarna hijau army.
Dari sana Seongwoo menyimpulkan, bahwa namja itu bukan
style Jihyun. Tapi cukup jelas bahwa Jihyun dan ia sudah saling kenal, terbukti
oleh umma Jihyun yang memberikan akses masuk ke dalam rumah dengan mudah untuk namja
itu.
“Perkenalkan, aku Ha Sungwoon.” Ia menyodorkan
tangannya, mengajak Seongwoo bersalaman. “Mungkin kau sudah pernah mendengar
namaku sebelumnya. Aku adalah namjachingu Jihyun.”
-To
Be Continue-
Ada
apa ini? Ada apa ini?
Kenapa
tau-tau Sungwoon nongol dan ngaku2 kalo dia cowonya Jihyun???
Kira2
gimana ya respon Seongwoo pas tau kalo Jihyun udah punya cowo?
Bagi
yang penasaran, jangan lupa baca part selanjutnya.
See
u next time!
Gpp kx kak walaupun hrus menunggu sampai 14 purnama ak tetap setia hahahahha #modelebay
ReplyDeleteG disangka ada hasung,...
Hahaha udah kaya rangga sama cinta yaa wkwk
DeleteIya iya ada hasungg. Nantikan kejutan di part selanjutnya yaa