Pages

Thursday, 12 June 2014

FF SHINee : Lucid Dream [Part 13]

Annyeongss~ maap karena terlambat nongol lagi hihi. Padahal part kemaren lumayan nggantung yaa~
Langsung aja deh, apakah cowok yang hampir nabrak Yujin benar-benar kembaran Jonghyun? Cekidots....



Tittle                    : Lucid Dream [Part 13]
Author                                : Ichaa Ichez Lockets
Genre                  : Friendship, Romance, Angst, Family.
Rating                 : PG-13
Cast                      : Jung Yujin, Kim Jonghyun, Lee Jinki (Onew), Choi Minho, Lee Taemin, Kim Kibum (Key), Shin Hana.
Length                : Chapter.
Desclaimer        : This story is originally mine. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!


                “Apa kau yakin kita tidak perlu ke rumah sakit?” tanya namja itu pada Yujin yang duduk di sebelahnya.
                Yujin mengangguk.
                “Kau benar-benar tidak pa-pa?”
                “Hm.. aku tidak pa-pa.” Jawab Yujin untuk sekian kalinya.
                Namja itu kembali terdiam sambil serius menyetir. Tatapannya lurus ke jalanan kota seoul yang lengang. Sesekali ia melirik ke arah Yujin dengan canggung, ragu-ragu untuk bertanya sesuatu.
                “Mmm, tadi... namja... itu... yang kau...” ia tidak melanjutkan kata-katanya.
                “Maksudmu Jonghyun?” tanya Yujin to the point.
                Namja itu langsung menoleh ke arah Yujin cepat. Tanda bahwa pertanyaan Yujin sesuai dengan apa yang ia maksud.
                “Kita...” Ucapnya lagi. “Bisakah kita berbicara sebentar di suatu tempat?”
                Yujin tertawa kecil. Hanya untuk bertanya demikian saja namja itu harus berfikir begitu keras. Tentu saja ia bersedia. Lagipula Yujin juga memiliki begitu banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan terkait masa lalu Jonghyun. Kesempatan tidak akan datang dua kali bukan?
                Akhirnya mereka berhenti di Restoran terdekat. Tepat di area Cheongdamdong, Yujin dan Taejoon memasuki sebuah Restoran mewah bernama Cherry Blossom. Suasana area VVIP yang tidak terlalu ramai menjadi tempat yang tepat bagi mereka berdua untuk saling bertukar pertanyaan. Setidaknya suasana seperti sekarang sedikit mencairkan kecanggungan antara Yujin dan seorang namja yang belum lama ia temui itu.
                “Aku... aku tidak tahu harus mulai dari mana...” ucap namja itu menggaruk bagian belakang kepalanya. Sedikit frustasi karena bingung harus berkata apa.
                “Bagaimana kalau kita berkenalan lebih dulu?” balas Yujin. “Aku Yujin. Kau?”
                Namja yang semula menunduk itu kemudian mengangkat kepalanya dan tersenyum. “Lee Tae Joon.”
                “Lee Tae Joon?” Yujin mengulanginya karena merasa nama itu terdengar sedikit familiar.
                Ia mengangguk. “Aku... saudara kembar Tae Hoon Hyung.”
                Astaga, ternyata memang benar. Nama yang baru saja Taejoon sebutkan pernah Yujin temukan di sebuah cincin yang Jonghyun tinggalkan waktu itu. Pantas saja ekspresi Jonghyun langsung berubah ketika ia melihat cincin itu.
Nama Taehoon sudah Jonghyun tinggalkan semenjak ia kecil. Setelah ia mendapatkan keluarga baru, maka sebagai Jonghyun lah ia hidup sekarang.
                “Mungkin.... kau mengetahui benda ini...” Yujin buru-buru mengeluarkan cincin yang menjadi bandul sebuah kalung itu dari dalam dompetnya. Sejak Jonghyun ‘membuang’ kalung itu, Yujin selalu menyimpannya disana kalau-kalau Jonghyun meminta kalung itu kembali sewaktu-waktu.
                Kedua mata Taejoon langsung melebar. “Darimana kau mendapatkannya??”
                “Itu....” Yujin bingung bagaimana menjelaskannya. “Yang jelas itu tadinya milik Jonghyun.”
                Taejoon pun kemudian melepas kalung yang bersembunyi di balik kemejanya. Dan bisa Yujin lihat, ia memiliki cincin yang sama persis. Bahkan cincin itu bisa menempel jika disatukan. Sepertinya kedua cincin itu memiliki kandungan magnet yang melambangkan bahwa pemiliknya akan selalu bersama.
                Hanya dengan melihat kalung itu saja ekspresi Taejoon langsung berubah. Seharusnya mereka tidak terpisah. Seharusnya mereka bisa hidup bersama meski itu sulit. Mereka berdua saudara, saudara kembar. Tak ada ikatan yang lebih kuat daripada itu. Tapi sayangnya kenyataan harus berjalan lebih pahit dari yang mereka perkirakan.
                Sama persis seperti yang Yujin lihat sebelumnya pada Jonghyun. Ekspresi kesedihan yang ditunjukkan Taejoon nyaris tak ada bedanya. Hanya saja tatapan Jonghyun jauh lebih keras daripada ini, jauh lebih tersimpan amarah ketimbang penyesalan yang Taejoon perlihatkan sekarang.
                Jonghyun maupun Taejoon, tidak memiliki perbedaan besar dari segi fisik. Seluruh bagian wajah, mulai dari mata, hidung, bibir, alis maupun rahang sama persis. Tinggi dan besar badannya pun sama. Hanya saja pipi Jonghyun lebih tirus. Selain itu cara berpakaian keduanya sangat berbeda. Jonghyun lebih sering memakai jaket kulit, blazer hitam, celana jeans, dan sepatu boot. Tapi Taejoon jauh lebih rapi. Ia menggunakan kemeja yang dimasukkan ke pinggang, celana jeans, dan sepatu coklat setinggi mata kaki. Tidak terlalu formal namun memperlihatkan sisi yang elegan. Taejoon juga menggunakan kacamata sedangkan Jonghyun tidak. Terakhir, Jonghyun belum lama menyemir rambutnya dengan warna blonde dan Taejoon memiliki warna rambut yang ‘wajar’.
                Jika dilihat dari cara mereka berbicara pun mereka jauh berbeda. Jonghyun selalu mengeluarkan kata-katanya dengan tegas dan nada yang datar. Sedangkan Taejoon tampak sangat berhati-hati dalam berbicara, ia juga selalu antusias. Meski memiliki wajah yang sama, tetap saja mereka berdua memiliki banyak perbedaan.
                Namun jika harus mengingat siapa yang ‘lebih mirip’ dengan seseorang yang muncul didalam mimpi Yujin, harus ia akui Taejoon memiliki kemungkinan yang lebih besar. Apakah itu artinya memang Taejoon yang...
                “Bagaimana kehidupan Hyung sekarang? Apa dia hidup dengan layak?” Tanya Taejoon membuyarkan lamunan Yujin. “Oh iya, dimana ia tinggal? Dan... apakah ia pernah berbicara tentang aku atau um...ma?” ia mulai ragu saat mengucapkan nama itu.
                Yujin tak lantas menjawab.
“Ah... Mian aku bertanya berlebihan... ini semua karena kami berdua sudah lama sekali tidak bertemu.”
                Wajar jika Taejoon bertanya begitu panjang karena banyak kejadian yang tidak mereka lewati bersama, Yujin tahu itu pasti sangat berat bagi keduanya.
                “Jonghyun sekarang menjadi vokalis sebuah band yang cukup dikenal.” Jawab Yujin akhirnya.
                “Jinjja?” kedua mata Taejoon langsung berbinar. “Wah Hyung benar-benar keren. Tidak heran jika ia bisa mewujudkan mimpi yang ia inginkan sejak dulu.”
                Yujin hanya tersenyum, dalam hatinya yeoja itu menimbang-nimbang untuk menceritakan tentang masa lalu Jonghyun saat bersama keluarga barunya atau tidak. “Tapi sejujurnya aku belum lama ini mengenalnya, jadi belum banyak yang aku tahu darinya. Lagipula Jonghyun sedikit... misterius.”
                Taejoon mengangguk-angguk. “Tapi meski Hyung bisa meraih mimpinya, ia pasti sudah melewati kehidupan yang berat karena aku.” Ucap namja itu menyesal. “Jika saja aku tidak lahir, pasti umma hanya akan membawa Hyung pergi.”
                Dahi Yujin berkerut. Tidak berani menebak apa yang Taejoon maksud.
                “Sejujurnya... kami berdua lahir karena sebuah kasus perkosaan...”
                GLEK! Yujin terperanjat mendengar kalimat yang meluncur dari bibit Taejoon. Kenyataan ini jauh lebih mencengangkan ketimbang apa yang Jihyun ceritakan sebelumnya.
                “...kejadian itu terjadi saat umma kami masih berusia 18 tahun. Bahkan lebih muda daripada usiaku sekarang.” Ia tertegun sejenak. Tatapannya pias. “Umma harus menjalani kehidupan yang berat demi mempertahankan kami berdua. Ia tidak hanya dikeluarkan dari sekolah, tapi juga diusir dari rumah karena dianggap mempermalukan keluarga.”
                Taejoon menunduk, nyaris menangis. Ia tampak begitu ingin mengeluarkan kesedihan yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Seperti tidak ada orang lain selain Yujin yang pernah ia ceritakan mengenai masa lalunya.
                “Aku ingat saat kami masih kecil kami sering sekali berpindah rumah.” Lanjutnya menerawang. “Setiap kali pindah ke tempat yang baru, aku selalu jadi bahan bully-an dan Hyung lah yang akan membelaku meski badannya jauh lebih pendek ketimbang lawannya.”
                Yujin tersenyum tipis membayangkan hal itu terjadi. Setidaknya Jonghyun memiliki nyali yang lebih besar ketimbang ukuran tubuhnya.
                “Setiap hari umma banting tulang untuk menghidupi kami berdua. Ia akan melakukan apapun demi menyajikan sebuah hidangan diatas meja. Melakukan apapun...termasuk menjadi wanita penghibur di sebuah bar...” Ucapnya menyesalkan hal itu harus terjadi.
                “...Umma sering sekali pulang pagi. Kalaupun pulang malam, selalu ada pria yang dibawanya.” Lanjut Taejoon. “Saat aku menangis mencari umma, Hyung selalu memelukku... dia selalu ada untukku... Sampai suatu ketika umma membuat keputusan yang sangat besar...”
                Bibir Taejoon bergetar. Ia mencoba menelan kesedihan yang mulai menguasainya.
                “Ada seorang lelaki paruh baya yang bersedia menikahinya dan memberikan kehidupan baru untuk kami. Namun lelaki itu memiliki satu syarat, bahwa ia hanya akan menerima satu anak diantara kami berdua... Dan ia memilihku.” Saat itulah sebuah kristal bening meluncur di ujung mata Taejoon, cepat-cepat ia mengusapnya. “Umma meninggalkan Hyung begitu saja di bawah jembatan mangwon. Saat itulah saat terakhir kali aku melihat Hyung sampai akhirnya kami benar-benar berpisah...”
                Semuanya terasa jelas sekarang. Yang terjadi berikutnya maka sama seperti apa yang Jihyun katakan. Bahkan sebelum bertemu Jihyun, ada begitu banyak kepahitan yang harus Jonghyun lewati. Begitu banyak masalah yang jauh lebih besar ketimbang dirinya. Tapi melihat Jonghyun sanggup bertahan sampai sekarang membuat Yujin sedikit lega.
                “Lalu... kau pergi ke...?” tanya Yujin hati-hati.
                “Ayah tiriku membawa aku dan umma pergi ke Amerika. Kami hidup layak disana.” Jawabnya. “Ketika aku berumur sekitar 15 tahun, beliau meninggal dan seluruh warisannya jatuh ke tangan kami berdua. Sejak saat itulah kehidupan kami benar-benar berubah. Umma mengembangkan perusahaan milik ayah tiriku dan memperluas jaringan.”
                Sudah tertebak. Dengan sebuah mobil mewah, jam tangan bermerk dan cara berpakaian yang seperti sekarang bisa Yujin lihat bahwa Taejoon memiliki kehidupan yang jauh lebih mapan ketimbang Jonghyun.
                “Sebenarnya sudah lama aku ingin kembali kemari, namun umma selalu melarang. Sampai akhirnya aku lulus kuliah dan membuka cabang di korea. Dan ternyata takdir benar-benar indah, baru beberapa minggu aku berada disini aku bisa menemukan Taehoon Hyung tanpa sengaja. Sebelumnya aku sudah menyebarkan beberapa kabar orang hilang tapi tidak ada perkembangan sama sekali.”
                Yujin tersenyum. “Sekarang kami mengenalnya dengan nama Jonghyun. Mungkin jika kau mencarinya dengan nama itu, ia akan dengan mudah ditemukan.”
                “Jonghyun? Ah... ne...” Nada bicaranya menurun di akhir kalimat. Taejoon tampak sedikit kecewa saat mengetahui Jonghyun sudah merubah namanya.
                Mereka berdua kemudian terdiam beberapa saat dan membuat suasana kembali canggung. Taejoon tampak sibuk menimbang-nimbang pertanyaan yang ingin ia ungkapkan, sedangkan Yujin sibuk memperhatikan Taejoon yang duduk diseberang meja. Yujin masih tidak bisa percaya Jonghyun memiliki saudara kembar... saudara kembar yang bahkan memiliki 100% kemiripan dengan namja yang muncul dalam mimpinya.
                Entah kenapa Yujin merasa begitu aneh saat bertemu dengan Taejoon. Perasaannya sedikit janggal. Sangat berbeda dengan saat ia menemukan Jonghyun waktu itu. Meski Taejoon memiliki kemungkinan yang jauh lebih besar ketimbang Jonghyun, namun tetap saja hati Yujin tidak sanggup berbohong. Tentu saja ia lebih menyukai sosok Jonghyun. Apakah karena ia sudah terlalu lama mengejar Jonghyun sedangkan Taejoon tidak? Mengetahui semuanya terjadi seperti sekarang membuat Yujin merasa sedikit menyesal kenapa ia harus bertemu dengan Jonghyun lebih dulu.
                Eh tunggu... menyesal?
                ‘....Kuperingatkan kau untuk pergi dariku sekarang juga, atau kau akan menyesal!’
            ‘...Jika itu memang pilihanmu aku tidak peduli.” Jawab Jonghyun. “Tapi aku sudah memperingatkanmu bahwa suatu saat nanti kau pasti menyesal...’
                 Apakah karena ini Jonghyun selalu mengatakan bahwa Yujin pasti akan menyesal? Jadi itu semua karena Jonghyun memiliki saudara kembar yang ia tahu jauh lebih sempurna darinya?
Yujin tercekat. Kelopak matanya nyaris tak berkedip dalam waktu yang cukup lama.
                Sampai perlahan suara Taejoon kembali terdengar. “Yujin...itu...” ucapnya sekali lagi penuh keraguan.
                Dahi Yujin berkerut, tatapannya berubah serius untuk mendengarkan apa yang ingin namja itu ungkapkan.
                “Bolehkah aku meminta bantuanmu?”
***
                Bukan Yujin namanya jika ia mudah menyerah dengan menunggu. Dan bukan Jonghyun namanya jika bertemu tanpa harus menunggu.
                Pukul 6 sore dirumah rooftop milik Jonghyun, Yujin sudah tercenung cukup lama. Mungkin lebih dari 3 jam? Ia sudah mencoba untuk menghubungi namja itu, namun bukan hanya tak ada jawaban melainkan handphone milik Jonghyun tidak aktif. Yujin pun sudah menanyakan keberadaan Jonghyun diantara para member, tapi lagi-lagi ia menghilang bagai hantu. Haruskah Yujin menempelkan GPS dibawah sepatu namja itu?
                Saat sibuk memandangi matahari yang sebentar lagi hilang diufuk barat, tiba-tiba terdengar derap langkah yang perlahan mulai jelas menaiki tangga besi. Yujin langsung mengembangkan senyumnya ketika menyadari itu Jonghyun.
                Yujin bangkit, tak mengucapkan apapun. Sedangkan Jonghyun menghentikan langkahnya begitu melihat yeoja itu. Dari ekspresinya terpancar sedikit kekhawatiran akan keadaan Yujin yang hampir saja jadi korban kecelakaan tadi malam. Tapi melihat Yujin bisa sampai tempat itu dan berdiri dengan sempurna membuat Jonghyun sedikit lega.
                “Chakkaman!” sergah Yujin cepat saat tahu Jonghyun ingin membalikkan badannya. “Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
                Jonghyun menatap Yujin sekilas lalu dengan cuek kembali menuruni tangga karena tidak ingin mendengar Yujin bertanya macam-macam soal kembarannya kemarin.
                “Ya! Kim Jonghyun!” Cepat-cepat yeoja itu berlari mengejar Jonghyun yang lebih dulu turun namun salah satu kakinya tersandung karena terburu-buru. “Akh!”
                Tubuh Yujin terhuyung kedepan dan lututnya membentur salah satu anak tangga dengan keras. Jika saja tangga menuju rooftop itu tidak sempit, mungkin Yujin akan bergulung-gulung sampai bawah seperti apa yang terjadi dalam sinetron. Untungnya lebar anak tangga yang hanya satu meter menghentikan tubuhnya disana.
                “Yujin!” Jonghyun berseru spontan. Cepat-cepat ia kembali ke atas untuk melihat yeoja itu. “Gwenchanha?”
                Lutut Yujin berdarah dan kakinya lecet. Ia meringis kesakitan saat melihat luka-luka itu. “YA! ini semua karena kau Kim Jonghyun!” Omel Yujin karena sejak kemarin kejadian buruk selalu menimpanya saat mengejar Jonghyun. Apakah Jonghyun semacam ‘Final Destination’ yang memiliki takdir sial dan tak sanggup dihindari?
                “Apeudaaaa~ (sakit)” Yujin merengek dan memajukan bibir bawahnya. “Kau harus bertanggung jawab atas semua ini Jonghyun!”
                Sejujurnya Jonghyun sedikit lega mendengar omelan Yujin karena itu tandanya yeoja ini masih ‘baik-baik saja’. Kemudian ia mengangkat tubuh Yujin kembali ke atas, bermaksud mengobati yeoja itu didalam rumahnya. Tapi Yujin justru berontak dengan menggoyangkan kedua kakinya.
                “Kau mau membawaku kemana? Turunkan aku Kim Jonghyuuunn!!”
                Jonghyun mengerutkan dahinya tak mengerti dan langsung menurunkan Yujin begitu saja.
                “Ak! Pelan-pelan huh? Apa kau tidak tahu aku baru saja jatuh?”
                Kedua tangan namja itu terlipat, bahunya menurun. “Sebenarnya apa yang kau mau? Tidak bisakah kau berhenti menggangguku?”
                “Aku ingin bicara denganmu!”
                “Bicaralah!”
                Yujin terdiam sejenak. “Bukan disini... Tapi disuatu tempat.” Ia meraih tangan Jonghyun untuk mengajak namja itu turun, namun tiba-tiba langkahnya terhenti dengan cepat.
                “Akh! Ish...” Yujin kesal sendiri dengan luka dikakinya karena menyebabkan ia sulit berjalan. Padahal di situasi seperti ini ia harus cepat membawa pergi Jonghyun sebelum namja itu berubah pikiran.
                Jonghyun tahu benar Yujin rela melakukan apapun demi ingin mengajaknya pergi berbicara. Namun dalam situasi sekarang ada hal lebih penting yang harus ia lakukan untuk yeoja itu. Tanpa berfikir panjang, langsung saja Jonghyun kembali menggendong Yujin lalu membawanya masuk ke dalam rumah, “Kita akan pergi... tapi setelah aku mengobati lukamu.”
***
                Cherry blossom. Restoran yang sama dengan tempat Yujin bertemu Taejoon semalam. Hari ini sesuai dengan permintaan Taejoon, Yujin ingin mempertemukan Jonghyun dengan seseorang di restorant itu. Siapa dia, Yujin tidak tahu pasti. Namun sepertinya berkaitan dengan masa lalu Jonghyun.
Yujin sudah menghubungi Taejoon saat ia siap berangkat dari rumah Jonghyun. Seharusnya saat ia tiba disana semuanya akan berjalan sesuai rencana. Tapi bahkan saat tiba didepan restoran itu, Jonghyun sama sekali tidak berniat masuk.
“Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” tanyanya curiga. “Kenapa harus ditempat seperti ini?”
“Kau akan tahu nanti.” Jawab Yujin. “Yang penting kita masuk sekarang.” Lanjutnya meraih tangan Jonghyun untuk masuk. Tapi dengan cepat Jonghyun tangkis.
“Kau tidak... berniat mencampuri ‘urusanku’ bukan?” tanya Jonghyun serius, memperingatkan Yujin untuk tidak mencampuri urusan mengenai masa lalunya.
Yujin terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. Saat itulah bola matanya menangkap seseorang yang berdiri dibelakang Jonghyun.
“Hyung...”
Sebuah panggilan yang membuat tubuh Jonghyun seketika membeku.
“Ini aku hyung...” ucap Taejoon lagi dengan suara yang terdengar bergetar. “Bogoshipoyo Hyung.”
Jonghyun menutup matanya, rahangnya mengeras.
“Apa Hyung tidak ingin bertemu denganku?” kali ini Taejoon sudah benar-benar menangis. Ia mencoba sekuat tenaga menahan diri untuk tidak mendekati Jonghyun meski itu sulit. Hanya ada jarak kurang lebih satu meter diantara mereka. Rasanya Taejoon ingin berlari untuk memeluk saudara yang sudah lama ia tinggalkan ini.  Tapi ia tahu, jika ia melakukan itu mungkin Jonghyun bisa saja langsung pergi meninggalkannya sekarang juga.
Detik berikutnya, terlambat Yujin sadari ada sebuah mobil mewah berhenti tepat disampingnya. Yujin langsung beralih ke sisi Jonghyun saat tahu pintu mobil itu terbuka dan seseorang turun dari sana.
Seorang wanita berumur sekitar 30 tahun, atau mungkin 40 tahun? Yujin tidak sanggup memastikannya karena wajahnya terlihat masih begitu segar. Ia menggunakan sebuah baju terusan berwarna hitam berlapiskan jaket bulu sepanjang lutut bercorak abu-abu putih. Diatas kepalanya terdapat sebuah hiasan rambut dengan beberapa ‘jaring halus’ khas bangsawan dan di leher serta pergelangan tangannya jelas sekali terlihat perhiasan yang Yujin tahu itu jauh lebih mahal dari harga Hadphonenya.
Begitu turun, wanita itu sempat membetulkan letak jaketnya kemudian menoleh ke arah Jonghyun. Ekspresi keduanya berubah terkejut. Sedangkah Taejoon yang berjalan mendekati wanita itu tampak sedikit cemas dengan pertemuan yang sudah ia rencanakan ini.
“Umma sudah datang?” sapa Taejoon mencoba menyembunyikan kekhawatirannya.
Um..ma? Yujin membola. Ia menatap ke arah Jonghyun, namun Jonghyun tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari arah wanita itu.
“Kenapa kau memintaku datang kesini Taejoon-ah?” ucap wanita itu dingin. Nada bicaranya sama persis seperti saat Jonghyun enggan berbicara dengan Yujin.
“Itu... umma baru saja datang dari bandara bukan? Bagaimana kalau kita makan malam sebentar?”
Ia tersenyum sinis. “Kau tidak memintaku untuk makan malam bersama orang asing bukan?”
DEG!
“...Karena aku tidak ada waktu untuk berbicara dengan orang yang tidak penting.”
“Umma...”
“Jika ini adalah maksud kedatanganmu ke korea, sebaiknya kita tidak perlu membuka cabang disini, Taejoon. Aku tidak ingin seekor cacing kecil mengganggu kehidupanku.” Ucap Umma Jonghyun tajam. “Dari baunya saja bisa tercium jika ia memiliki niat buruk untuk mengambil semua hal yang susah payah kita bangun.”
“Umma keumanhaeyo!” bela taejoon. “Hyung kesini...”
“PLAK!” sebuah tamparan keras mendarat di pipi Taejoon. “Jangan pernah mengucapkan panggilan itu! Sejak appamu meninggal, didunia ini hanya tinggal kita berdua, kau tahu itu Taejoon!”
Jemari Jonghyun membentuk kepalan kuat. Sudut matanya basah karena menahan amarah yang sejak tadi ia simpan. Yujin tidak mengetahui apa yang sedang dirasakan namja itu sekarang, hanya saja ekspresinya terlihat semakin lama semakin memanas. Yeoja itu takut jika Jonghyun kehilangan kendali atas dirinya. Bagaimanapun juga sudah 13 tahun Jonghyun menyimpan dendam itu sampai ia nekat ingin bunuh diri dan bahkan harus kehilangan semuanya hingga ia tidak memiliki apapun sekarang.
Dan saat yeoja yang telah menghancurkan kehidupannya itu muncul, yeoja itu justru mengabaikannya dan menganggap Jonghyun bagai benalu yang sewaktu-waktu akan mengambil semua yang ia punya. Pikiran umma Jonghyun terlalu picik. Sepertinya beliau sudah dibutakan oleh harta yang selama ini terbentang di bawah alas kakinya.
“Umma...” Taejoon nyaris kehilangan suaranya saat ia tahu seseorang yang selama ini tidak pernah ia bantah tiba-tiba menjadi dua kali lipat lebih menakutkan. Sama seperti yang terjadi 13 tahun lalu, meski Taejoon sudah berusaha sampai menangis-nangis dan memohon namun pendirian ummanya lebih keras daripada batu. Akhirnya tetap saja pada ummanya lah ia akan terjebak.
Umma Taejoon langsung memberikan isyarat pada bodyguard yang sedari tadi berdiri dibelakangnya untuk membawa Taejoon pergi dari sana. Disusul kepergiannya yang menyisakan rasa sakit yang begitu mendalam di hati Jonghyun.
Meski dengan jelas Jonghyun terlihat begitu marah, kedua tangannya sudah terkepal, rahangnya mengeras dan tatapannya berapi-api, namun namja itu masih berdiri disana saat seseorang dari masa lalunya yang begitu ia benci pergi meninggalkannya untuk yang kedua kali. Melihat keberadaannya ditempat ini membuat Yujin sadar bahwa namja itu masih sangat berharap.
Ia merasa tidak adil. Sangat ingin mengetahui kenapa ia harus ditinggalkan di taman mangwon saat masih berusia 8 tahun. Dan betapa ia tidak sanggup memaafkan semua perbuatan yang telah ummanya perbuat. Namun ia tidak berniat untuk mengambil sepeserpun uang yang dimiliki oleh ‘mereka’ sekarang. Bahkan iapun tak berfikir untuk membalas semua kekejaman hidup yang harus ia telan setelah ‘mereka’ pergi. Tidak... tidak sedikitpun.
Satu-satunya hal yang bisa Jonghyun rasakan sekarang adalah... bahwa ia... sangat merindukan mereka. Walau itu tidak sanggup ia perlihatkan, namun hatinya tidak bisa berbohong. Seorang anak berusia 8 tahun yang kini telah tumbuh dewasa masih memiliki perasaan yang sama disaat terakhir kali ia melihat ibu dan adiknya pergi meninggalkannya.
Bogosipda.
***
“Oppa apakah kau sedang bersama Jonghyun?” tanya Yujin panik dari seberang telpon.
“Aniyo.” Jawab Onew. “Ada apa Yujin?”
Yang ditanya tidak menjawab. Hanya terdengar suara nafas ngos-ngosan di ujung telpon.
“Yujin?”
“Ah mianhe oppa. Aku sudah mencarinya kemana-mana tapi tak ada.”
“Apa kau sudah ke ruang latihan?”
“Hm. Aku juga sudah ke rumah dan bar milik noonanya, tapi Jonghyun masih tak ada disana.”
Onew mengerutkan dahinya saat Yujin tahu mengenai noona Jonghyun yang memiliki bar.
“Dimana kau sekarang?”
“Aku...” Yujin terdiam sejenak. “...sedang menuju halte untuk mencari bus.”
“Kalau begitu tunggu disana, biar aku jem...”
Tut...tut...tut...
Telpon itu Yujin tutup padahal Onew belum menyelesaikan kata-katanya. Yujin terlampau panik. Setelah bertemu dengan ummanya tadi, Jonghyun lantas pergi menggunakan motornya meninggalkan Yujin begitu saja. Yujin takut namja itu kembali berbuat nekat seperti apa yang sudah ia lakukan saat masih berusia 8 tahun. Bagaimanapun juga seseorang dalam keadaan kalut bisa melakukan apa saja. Dan Yujin tidak ingin hal itu terjadi.
Handphone Yujin berdering saat ia sudah menaiki bus. Rupanya Onew mengulangi panggilan sebelumnya.
“Oppa mian, tapi sepertinya ada satu tempat lagi yang ingin kutuju.” Jawab Yujin cepat. “Jika aku sudah menemukan Jonghyun, Oppa akan kuhubungi lagi ne?”
Onew yang semula ingin bertanya apa yang terjadi langsung bungkam. Ia hanya sanggup berpesan agar Yujin hati-hati kemudian menutup telponnya.
Taman mangwon adalah tempat terakhir yang bisa Yujin tuju. Jika Jonghyun tak ada disana maka habislah Yujin. Bahkan Onew pun tidak mengetahui tempat lain dimana Jonghyun biasa ‘bersembunyi’.
“Gamsahamnida ahjussi!” ucap Yujin sesaat sebelum ia turun dari bus. Setelah melewati jalan setapak, yeoja itu akhirnya memasuki area taman mangwon yang luas dan kala itu sangat sepi. Jika saja Yujin menemukan seseorang yang kebetulan lewat, bisa saja ia bertanya kalau-kalau orang itu bertemu dengan Jonghyun. Tapi sekarang sayangnya selain pohon, lampu dan bangku taman, tak ada hal lain yang bisa ia temukan.
Yeoja itu terus berjalan cepat menyisiri taman untuk mencari keberadaaan Jonghyun. Dan tepat ketika ia mendekati area pinggiran sungai han, ekor matanya menangkap seseorang yang duduk disana. Saat itulah beban yang sejak tadi bertumpu di bahu Yujin seketika menguap bersama udara. Ia langsung berlutut karena baru sekarang benar-benar bisa menghirup udara. Yujin merasa lega bisa menemukan Jonghyun disana dalam keadaan baik-baik saja.
Perlahan ia berjalan ke sisi Jonghyun. Jonghyun tidak menoleh sama sekali, namun bibir tebalnya bergerak pelan.
“Pergilah.”
Yujin bergeming, justru semakin mendekat.
“Aku bilang pergi Yujin!”
“Shireo.” Bentakan itu justru dibalas dengan sanggahan lirih. “Kau tahu aku tidak akan pergi hanya karena perintah seperti itu Jonghyun.”
Ini bukan pertama kali baginya. Setiap kali Yujin muncul didepan Jonghyun, selalu kata itulah yang ia dengar, atau ekspresi itulah yang ia lihat. Selalu. Yujin tidak akan semudah itu pergi meski jika sekali lagi ia harus jatuh dari tangga atau hampir ditabrak mobil.
Bagi Yujin, Jonghyun adalah seseorang yang tidak pernah menganggap kehadirannya namun justru selalu hadir disaat ia membutuhkan sosok itu. Jonghyun selalu datang bahkan saat Yujin tak pernah meminta. Ia adalah sosok yang berani meninggalkan mimpinya dan mimpi teman seperjuangannya hanya demi menolong seorang yeoja yang selalu mengusik kehidupannya. Sosok yang selalu menyediakan tempat duduk dibelakang motornya untuk membawa yeoja itu ke tempat yang aman. Sosok yang akan menyediakan dadanya yang lapang untuk menampung semua kesedihan yeoja itu meski dada itu telah penuh oleh rasa sakitnya sendiri.
Jonghyun adalah sosok itu. Bagaimana Yujin bisa pergi disaat sosok itu tengah rapuh?
Langkah Yujin semakin dekat, tangannya hampir mencapai bahu Jonghyun.
“Ini untuk yang terakhir kalinya Yujin!” bentak namja itu keras. “Pergi dari hadapanku!!”
Saat itulah jemari Yujin mendarat di bahu Jonghyun. Jonghyun geram, langsung bangkit meraih kerah Yujin dan ingin melayangkan pukulan ke wajah Yeoja itu.
Namun tatapan keduanya lebih dulu bertemu. Tak ada getaran sedikitpun dari sorot mata Yujin. Ia tidak takut. Yeoja itu tampak siap menerima apapun yang Jonghyun lakukan jika itu sanggup mengurangi kesedihan yang dirasakannya.
 “Tunggu apa lagi? Bukankah kau bilang ini kesempatan terakhirku?”
Sebuah kepalan yang hampir saja menyentuh pipi kiri Yujin itu berhenti diudara. Kilatan yang semula terlihat dalam tatapan itupun tiba-tiba saja menghilang. Berganti dengan sebuah getaran halus pada kelopak mata Jonghyun. Lampu taman bisa dengan jelas memperlihatkan ada sebuah cairan bening yang perlahan melapisi sudut mata itu.
Sosok yang memiliki pendirian sekeras batu itupun tumbang. Ia bagai seorang terpidana hukuman mati yang tidak lagi memiliki harapan hidup. Jika saja ia harus ‘membunuh’ seseorang sekali lagi untuk melampiaskan amarahnya, pada akhirnya narapidana itupun akan tetap di eksekusi dan harus mati dengan penyesalan. Karena orang yang ia bunuh adalah orang terakhir yang ia punya.
 “Sebelumnya kau pernah mengatakan kalau kau sudah tidak memiliki siapapun didunia ini Jonghyun...” ucap Yujin masih mengikat tatapan namja itu. “Tapi aku masih disini... dan aku tidak akan pergi meninggalkanmu.”
Cengkraman di baju Yujin terlepas. Diikuti dengan kepalan tangan yang menggantung bebas di sisi kanan tubuh Jonghyun. Cairan bening itupun semakin menebal, membentuk sebuah tetesan kemudian jatuh melewati pipi namja itu. Dadanya sudah terlampau sakit. Ia sudah tidak sanggup lagi menahannya.
Akhirnya di sebuah bahu yang kecil itulah ia merengkuh untuk menumpahkan segalanya. Jonghyun menangis tanpa suara, namun tubuhnya bergetar hebat. Ketara sekali air mata tidak sanggup menghapus kepahitan yang sudah terlanjur ia cerna. Pelampiasan yang biasa ia jadikan tempat bertumpu pun tak ada berguna. Ia ingin menyalahkan seseorang, tapi siapakah?
Umma?
Dongsaeng?
Apa Jonghyun masih memiliki hak untuk menyebutnya demikian? Bahkan jika nama itu terlintas di kepalanya, Jonghyun merasa ia salah. Seharusnya Jonghyun tahu bahwa sudah sejak ia berumur 8 tahun mereka bukan lagi bagian dari hidupnya. Mereka telah meninggalkan Jonghyun, dan Jonghyun pun harus meninggalkan harapan itu. Tapi kenapa batinnya sendiri tidak bisa ia kendalikan? Kenapa ia masih terus berfikir dan menganggapnya demikian?
Bogosipda.
Satu rasa yang tidak sanggup Jonghyun ungkapkan tapi terus saja menghantui perasaannya. Ia sangat merindukan mereka. Dan untuk kedua kalinya, iapun harus membuang rasa itu sekarang juga.
Yujin berusaha tegar melihat Jonghyun begitu terguncang saat memeluknya dengan erat. Matanya ikut memanas. Namun ia menghirup udara sebanyak mungkin untuk menelannya kembali. Yujin tahu ia tidak cukup kuat untuk menampung kesedihan yang dialami Jonghyun. Yang bisa ia lakukan hanyalah berdiri disana dan bertahan selama mungkin untuk membuat Jonghyun percaya bahwa ia tak pernah sendirian.
-To Be Continue-

                Aigoo, kasian amat Jonghyun dicampakin ama keluarganya sendiri huhu.
                Sekarang udah jelas semua ya tentang gimana masa lalu jonghyun dan siapa Taejoon sebenernya. Hm... Terus gimana ya kelanjutan hubungan saudara kembar ini? Siapa juga sebenernya diantara mereka yang muncul dalam mimpi Yujin? Apa itu Jonghyun? Atau taejoon?
                Kekeke musti nunggu part selanjutnya nih. Pertemuan mereka ga sampai disini.
                Akhir kata, annyeong luciderdeul(?)


                

3 comments:

  1. Huaaaaa feelnya dapet eon. Tiap kata digambarin dengan jelas, enak banget ngeimajinasiinnya. Next chapter ditunggu ya eon ^^ aku sih udah terlanjur suka yejin jonghyun, jadi biarlah mereka berdua saja xD

    ReplyDelete
  2. 1 kata, "tragis" :(
    kasihan jonghyunnya... hemmm ngewnes banget ya nasibnya,,, smoga kuat. dan semoga ibunya jonghyun punya alasan yang tepat untuk melakukan itu. awas aja klo nggak !!! :> hahahaha

    maaf ya kak, baru komen sekarang. baru sempet buka ini :) sekali laghi maaf ya....
    Dan semangat terus buat kakak !!!!
    Heni Purnama Sari

    ReplyDelete