Fucshia
part 12 akhirnya hadir~ mian sekarang ngepostnya rada random, soalnya
ngerjainnya juga random abis -_-. Tapi yang penting sekarang udah bisa dipost
^^
Seperti
biasa, mari kita ingat2 apa yang terjadi di part sebelumnya, cekidot >>
- Kurang lebih sekitar setengah jam mereka menaiki pesawat menuju pulau
Jeju. Setelah sampai Jeju Airport, perjalanan diteruskan dengan menaiki
bus ke sebuah villa tempat mereka akan menginap nantinya.
- “Aku memaafkanmu...” Jawab Minho cepat. “...dengan satu syarat.
Jangan pernah mengecewakan
Hyosun lagi. Jika itu terjadi, maka aku tidak akan pernah
memaafkanmu.”
- “Itu... aku tidak tahu. Hanya saja seperti ada sesuatu yang ganjil
antara kalian bertiga.” Jawab Minho. “Aku tidak bermaksud untuk tidak percaya dengan
penjelasanmu kemarin Yeonju. Tapi entah kenapa... jika kulihat-lihat
antara kau dan Onew sepertinya ada hubungan yang lebih dari sekedar
teman.”
- Sebuah tulisan yang sangat besar, yang terpampang di
hamparan pasir pantai dengan lampu terang sebagai tintanya. Sebuah tulisan yang berbunyi, WILL
YOU MARRY ME?
- Mereka
berdua tertawa keras sampai Hyosun menyadari sesuatu hilang dari
pergelangan tangannya. Sesuatu yang ia ingat ia tidak pernah melepaskannya
dari sana. “Jam tanganku?”
- Tanpa berfikir panjang Minho
lantas mengangguk. “Ambil jaketmu. Kita akan mencari Yeonju sekarang.”
- Tepat
dibalik punggung Minho, beberapa meter dari sana, beberapa meter dari
ombak laut yang bergulung, duduk dua orang yang tengah melakukan hal yang
sama dengan Hyosun serta Minho.
- Minho hanya
tidak ingin Hyosun tahu, bahwa kedua orang itu adalah kekasih dan
sahabatnya sendiri…
Dan
part ini dimulai dari apa yang sebenarnya terjadi dipantai. Oke? Selamat
membaca :D
Tittle : Fuchsia [Part 12]
Author : Ichaa Ichez Lockets
Genre : Friendship, Romance, Angst.
Rating : T
Cast : Lee Yeonju, Kim Hyosun,
Lee Jinki (Onew), Choi Minho.
Length : Chapter
Desclaimer : This story is originally mine. This
is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!
Dengan sedikit keberanian, Yeonju nekat memutuskan untuk
pergi ke pantai malam itu juga. Jam dinding sudah menujukkan pukul 00.35.
Yeonju yakin sekarang bukan hanya Hyosun yang sudah terlelap, melainkan juga
Minho serta Onew.
Yeoja itu menggenggam erat
senter yang ada ditangannya seraya menyorot jalan setapak yang gelap ditengah
hutan. Langkahnya tampak sangat terburu-buru, bahkan terkadang berlari untuk
mempersingkat perjalanan.
Tepat ketika Yeonju tiba di
bibir pantai, suasana berubah drastis. Tidak ada lagi stand-stand penjual
makanan serta aksesoris di sana, yang tersisa hanya tumpukan sampah yang
tersebar di sepanjang pantai. Beruntung ada sinar dari lampu-lampu yang
berjajar di pinggir, jadi suasana tidak terlalu mencekam.
Yeonju mulai menyisiri sisi
kanan pantai sedikit demi sedikit. Sesekali disibakkannya beberapa sampah serta
pasir yang ada disana kalau-kalau ada jam tangan Hyosun bersembunyi dibaliknya.
Sayangnya benda itu belum juga bisa ditemukan.
“Kau sedang mencari apa Yeonju?”
tanya sebuah suara di balik punggung Yeonju.
“Oppa...? Kenapa Oppa bisa ada
disini?”
Onew lantas tersenyum, “Aku
melihatmu keluar dari vila tadi. Kupikir pasti ada seuatu yang ingin kau
lakukan jadi aku membututimu sampai kemari. Tidak kusangka kau bisa berlari
secepat itu didalam hutan.”
Yeonju menggaruk tengkuknya
malu, tidak menyangka Onew harus melihat kebodohannya tadi.
“Tapi kau belum menjawab
pertanyaanku, sedang apa kau disini?”
“Aku...” Yeonju menatap Onew
ragu, tidak mungkin ia memberitahukan apa maksud kedatangannya kemari. “Aku
mencari barangku yang terjatuh.”
“Eung?” kedua alis Onew
terangkat. “Benda seperti apa itu?”
“Sebuah... jam tangan.”
Onew sempat membayangkan jam
tangan seperti apa yang Yeonju cari. Namun meski ia tidak tahu bagaimana
bentuknya, namja itu tetap memutuskan untuk membantu. Tidak peduli jika pada
akhirnya Onew mengatahui jam tangan Hyosunlah yang terjatuh. Yeonju akan
menjelaskannya. Yang penting sekarang adalah jam tangan itu harus segera
ditemukan.
Lantas hanya dengan alat
setangkai ranting, mereka mulai mengais-ngais sampah yang ada disana. Mengecek
setiap sudut pantai dan memastikan tidak ada satu jengkalpun yang terlewatkan. Meski
angin pantai begitu deras menerpa apapun yang dilewatinya, mereka berdua tetap
berdiri disana dengan satu harapan. Tentu saja menemukan jam tangan berharga itu.
“Kita sudah mencoba mencarinya
di sepanjang pantai ini Yeonju, tapi jam tangan itu tidak ada.” Ucap Onew.
“Bagaimana kalau kita lanjutkan besok pagi saja? Aku akan menghubungi petugas
kebersihan untuk mencarinya.”
“Ani Oppa.” Yeonju masih
mengedarkan pandangannya ke sekitar pantai. “Jam tangan itu harus ditemukan
sekarang juga...”
Onew tak lantas protes, ia
justru berjalan pelan menuju Yeonju dan mencoba membujuknya sekali lagi.
“Baiklah aku akan membantumu mencarinya sampai ketemu. Tapi tidak bisakah kita
beristirahat sebentar kemudian mencarinya lagi nanti?”
Tidak ada respon, Yeonju masih
tampak sibuk menyibakkan beberapa sampah plastik yang ada didepannya.
“Yeonju...”
“....”
“Yeonju-ya~ Berhentilah...”
“Oppa istirahat saja tidak
apa-apa. Aku yang akan melanjutkan mencarinya.”
“Hei.” Onew meraih tangan Yeonju
seketika membuat Yeonju menghentikan aktivitasnya. “Tidak bisakah kau tidak
keras kepala sekali saja huh?”
Tatapan Yeonju beralih dari pergelangan
tangannya ke wajah Onew. Namja itu tampak serius, perlahan-lahan membuat Yeonju
melunak kemudian duduk di hamparan pasir dengan sosok Onew di sampingnya.
Angin dingin kembali berhembus,
menerbangkan butiran pasir yang halus di sepanjang pantai sekaligus membekukan
suasana yang sejak awal sudah terasa canggung. Yeonju tertegun ketika tiba-tiba
ada sebuah memori yang menyeruak dalam pikirannya. Entah mengapa kejadian malam
ini terasa begitu familiar. Bagai de javu.
“Yeonju...”
“Mm?”
“Apa kau memiliki hubungan dekat
dengan Minho?” tanya Onew yang lantas membuat pikiran Yeonju teralih.
“Memangnya kenapa Oppa?”
“Tolong jawab saja.” Ucap Onew
cepat.
Dalam beberapa waktu Yeonju
sempat bimbang, namun ia merasa tak ada sesuatu yang harus ia takutkan.
Akhirnya menjawab dengan jujur merupakan pilihan yang tepat bagi yeoja itu.
“Aku
dan Minho Oppa hanya berteman biasa. Hubungan kami hanya sebatas sunbaenim dan
hobaenim...itu saja.”
Jawaban Yeonju tak lantas
membuat Onew puas. Ia menatap yeoja itu dengan sorot ingin tahu, “Kau... yakin
hanya sebatas itu?”
Yeonju mengangguk.
Melihat respon Yeonju, Onew
menghembuskan nafas berat sembari merubah posisi duduknya yang semula memeluk
lutut menjadi duduk bersila. Namja itu tampak lebih serius dari sebelumnya.
“Jika aku memberimu sebuah pertanyaan, maukah kau
menjawabnya dengan jujur?”
Yeonju menelan ludah. Ragu-ragu
ia mengangguk.
“Apa kau sudah tahu apa yang
sebenarnya terjadi antara Minho dan aku?”
Deg!
Pertanyaan itu terlontar bagai
sebuah ultimatum bagi Yeonju. Jika ia mengatakan yang sebenarnya, ia takut Onew
akan buruk terhadapnya. Dan sebaliknya, jika tidak berarti ia harus berbohong
dan melanggar janjiyang sebelumnya ia sepakati. Yeonju hanya sanggup menggigit
bibir bawahnya sementara pemikiran-pemikiran itu memenuhi kepalanya.
“Kau pasti sudah mengetahuinya.”
Tebak Onew tepat sasaran.
“Itu... aku...”
“Gwenchana. Lagipula
kenyataannya memang seperti itu.” Onew terdiam sejenak kemudian menoleh menatap
Yeonju. “Apa kau tahu bagaimana beratnya mendapat ‘predikat’ seperti apa yang
terjadi padaku Yeonju?”
Yeonju mengangkat alisnya.
“Aku tampak sangat jahat, begitu
munafik. Sebagian mahasiswa fotografi bahkan menganggapku lebih buruk dari itu.
Disisi lain, mahasiswa kedokteran memperlakukanku sebaliknya. Mereka berfikir
aku seseorang yang harus dihormati dan mendapatkan perlakuan spesial...” Onew
membuang nafasnya keras-keras. “Aku tidak ingin mendapatkan keduanya...”
Penjelasan itu terdengar miris.
Sayang orang lain tidak melihat masalah ini dari sisi Onew.
“...Maafkan aku jika kehadiranku
justru membuat gap diantara kedua fakultas itu. Yang secara tidak langsung
memberi batas yang begitu besar antara kau dan Hyosun. Dan bahkan membuat
seseorang seperti Minho begitu membenciku.” Sekali lagi Onew membuang nafasnya
berat. “Aku sudah berusaha membujuk ayahku untuk tidak melakukan semua ini,
tapi bahkan permintaanku hanya dianggapnya angin lalu...”
Yeonju meremas bahu Onew lembut.
Bisa ia temukan kedua tatapan sendu yang sudah lama tak ia lihat dari namja
itu. Senyumnya yang khas sekejap memudar, meninggalkan ekspresi penuh kepiluan dengan
penyesalan yang begitu dalam.
Dada Yeonju seketika bergemuruh.
Ada perasaan yang susah payah ia timbun bertahun-tahun lamanya kini tiba-tiba
muncul kembali di permukaan. Hanya dengan melihat air muka namja didepannya
ini, perasaan itu berkecamuk hebat meski sudah mati-matian ia melupakannya.
Terasa begitu janggal. Walau sudah memudar, bekasnya masih sangat terasa.
Pada akhirnya Yeonju semakin
sesak dengan perasaannya sendiri. Ia tidak tahu pasti kenapa ia selalu berubah
menjadi lemah dalam sekejap setiap kali berhadapan dengan namja ini. Hanya
dengan menemukan kedua tatapan sendu itu, tanpa terasa sudut mata Yeonju
memanas. Bibirnya bergetar, dan yang it tahu selanjutnya ia berhasil
menumpahkan semua perasaan itu dalam pelukan hangat Onew.
Tidak perlu alasan bagaimana
semuanya bisa terjadi. Karena betapapun kecilnya, betapapun tersembunyinya,
betapapun lamanya, perasaan itu bisa saja sewaktu-waktu datang dan terasa begitu
nyata.
***
Setelah memastikan barang yang
mereka cari benar-benar tidak ada, pukul 02.30 pagi akhirnya Onew dan Yeonju
memutuskan untuk kembali ke villa. Yeonju berfikir mungkin saja Hyosun
menjatuhkan jam tangan itu ditempat lain atau mungkin Hyosun hanya lupa
menaruhnya. Entah mana yang benar, Yeonju berharap jam tangan itu bisa
ditemukan.
“Sebaiknya setelah ini kau minum
coklat panas Yeonju. Udara di pantai sangat dingin, kurasa minuman itu akan
cepat menghangatkanmu.” Tutur Onew sambil berjalan pelan mendekati villa.
“Oh ne. Aku akan membuatnya
nanti. Apa Oppa juga ingin sekalian dibuatkan?”
Onew menggeleng sambil tersenyum
membalas tatapan Yeonju, “Tidak usah. Aku bisa membuatnya sen...”
Bugh! Sebuah pukulan keras
tiba-tiba mendarat tepat di pipi Onew sebelum namja itu sempat menghindar.
“Sunbaenim?!!” Yeonju terkesiap
ketika mendapati Minho menjulang didepannya dan memukul Onew tanpa meminta
penjelasan.
“Minho, aku...?”
Bugh! Pukulan kedua kembali
dilayangkan Minho pada Onew. Kali ini di bagian rahang yang seketika membuat
namja itu terhuyung. Otot di tangan Minho mengeras, wajahnya pun tampak dingin.
Sepertinya dia masih menyimpan begitu banyak energi yang siap digunakan untuk
menghabisi Onew sekarang juga.
“Sunbaenim hentikan!” cegah Yeonju
sekali lagi. Ia sudah mencoba melerai mereka berdua namun tubuhnya dengan mudah
jatuh dengan sekali kibasan.
“Minho, kau..?” ucap Onew
terengah, hampir kehilangan suaranya. “Tidak bisakah kau membicarakan semuanya
baik-baik?”
Bugh!
“Sunbaenim!”
Pukulan kembali dilayangkan
Minho ke wajah Onew. Kali ini menorehkan darah yang lebih banyak dari
sebelumnya.
“Kau masih bisa berkata seperti
itu setelah semua yang terjadi?” bentak Minho berapi-api. “Mana janji yang
sudah kau ucapkan sebelumnya? Apa kau hanya bisa menyakiti Hyosun, huh?”
“Tidak! Bukan begitu! Kau pasti
sudah salah...”
Minho tidak memperdulikan
penjelasan yang Onew ucapkan. Ia kembali menghajar namja itu membabi buta.
Tidak hanya di wajah, namun juga di dada dan perut Onew hingga namja itu terjembab
di tanah. Sayangnya sama sekali tak ada pembelaan diri dari Onew. Dia tampak
begitu pasrah setiap kali menerima pukulan yang menyakiti tubuhnya.
Dengan jelas Yeonju bisa melihat
kilatan di mata Minho. Namja itu seperti dirasuki iblis yang tidak bisa
terpengaruh dengan hasutan apapun. Kembali ia melayangkan pukulan pada Onew
meski Onew sudah terlihat tak berdaya. Membuat Yeonju semakin tidak tahan
melihat betapa panasnya suasana saat itu. Yeonju tahu ia harus melakukan
sesuatu sekarang juga!
“Hentikan!” Yeonju memeluk Minho
dari belakang. Yeoja itu tetap tak bergeming meski Minho berusaha melepasnya,
“Kumohon... sunbaenim...”
Minho menghentikan tangannya di
udara. Dia benci saat-saat seperti ini, ketika intuisi harus mengalahkan ego
yang sebelumnya telah habis-habisan membakar perasaannya. Sungguh ia masih
ingin menghabisi Onew sampai titik darah penghabisan. Memastikan namja itu
sudah benar-benar kapok mengulangi perbuatannya, atau bahkan sadar bahwa ia
sama sekali tidak pantas dengan Hyosun. Tapi aneh, selubung tipis itu tampak
lebih kuat meredamkan api amarahnya hingga ia tahu ia tak sanggup melakukan
apapun sekarang.
“Bukan Onew Oppa... ini semua
salahku...” lirih Yeonju sambil terus memeluk Minho erat. “Jika sunbaenim ingin
menyalahkan seseorang, maka akulah yang seharusnya disalahkan.”
Tidak mungkin Yeonju membiarkan
kejadian ini berlangsung lebih lama. Hatinya sudah terlalu sakit. Orang yang
baru saja menempati hati Yeonju dengan tiba-tiba tampak begitu murka menghabisi
orang yang sudah lama meninggalkan tempat itu. Seperti ada sebuah peluru yang
mengoyak perasaan Yeonju hingga membuat perasaan itu terporak-poranda dengan
hebat.
Bahkan kejadian ini
terasa seperti sebuah mimpi. Mimpi buruk! Dan jika memang benar demikian, Yeonju ingin secepatnya terbangun dan
mengakhiri rasa sakit ini sekarang juga.
Sekuat tenaga Yeonju tetap
memeluk Minho meski pada awalnya namja itu sempat berontak. Namun yang Yeonju
sadari selanjutnya adalah tangan kekar itu menggantung, seperti melepaskan
sebuah beban berat di udara.
“Berhentilah melanjutkan drama ini dihadapan Hyosun. Tanpa
dijelaskanpun aku tahu ada sesuatu yang pernah terjadi antara kau dan dia.”
Ucap Minho datar. Yeonju tahu benar yang Minho maksud adalah dirinya dan Onew.
Namja itu sempat melayangkan tatapan dingin pada Onew sebelum bayangannya
dengan cepat menghilang di ujung jalan tanpa sergahan lagi.
Masa lalu yang sudah lama Yeonju
simpan dengan rapi kini harus terbuka kembali. Tentang cinta segitiga... dan
sebuah pengorbanan. Ia tidak lagi ingin memiliki perasaan itu, bagaimanapun
juga ia sudah berjanji untuk merelakan sahabatnya dengan orang yang ia cintai
dan mencintainya. Sayang Minho menyalah
artikan itu semua.
Yeonju menatap nanar sebuah
punggung yang baru saja meninggalkannya. Sosok itulah yang kini dengan jelas
memilih siapa yang harus diperjuangkan. Bukan Yeonju, melainkan seseorang yang
sebelumnya telah mendapatkan cinta pertama yeoja itu. Dan kini ia kembali
mendapatkan cinta berikutnya.
‘Maaf jika aku terlalu egois Hyosun, tapi tidak bisakah kau berhenti
merebut apa yang paling berharga dalam hidupku sekali lagi? Tidak hanya kau,
tapi aku juga membutuhkan seseorang yang selalu ada disisiku. Jadi kumohon...’
Cairan hangat
memenuhi pelupuk
mata Yeonju
yang basah. Terasa penuh kemudian mengalir jatuh melewati pipi mungilnya. Rasa sesak yang bersarang dalam dada yeoja itu semakin
kuat mencengkram paru-parunya hingga ia kesulitan bernafas. Dunia seakan runtuh
saat itu juga jika ia tidak merasakan sebuah genggaman hangat yang menjalar
dari jemari tangannya.
“Gwenchana.” Ucap Onew lirih.
“Percayalah, semua akan baik-baik saja Yeonju...”
Tepat diatas balkon belakang
villa, tanpa Yeonju tahu, tanpa siapapun tahu, berdiri sesosok yeoja yang
melihat dengan jelas semua yang terjadi di bawahnya. Bibir yeoja itu bergetar,
sudut matanya telah banjir. Ia ingin memungkiri apa yang baru saja terjadi,
namun ia tahu matanya tidak mungkin berbohong.
Hyosun mengusap air matanya
pelan. Ia ingin mengambil sapu tangan didalam saku jaketnya namun justru menemukan
benda lain disana.
Sebuah jam tangan dengan kristal
berwarna merah muda.
***
Kamar VIP serba berwarna krem di
ujung lorong rumah sakit tampak begitu sepi meski ada dua orang didalamnya.
Salah satu dari mereka terbaring di tempat tidur, dan sisanya terlihat mematung
memegang semangkuk bubur yang masih hangat. Yeoja itu tercenung. Tatapannya
menyorot keluar jendela, tampak asik dengan berbagai obyek disana namun
nyatanya tak satupun dari obyek itu yang masuk dalam pikirannya.
“Mmm? Ngg?” sebuah suara yang
terdengar bagai dengungan itu membuat Yeonju seketika menoleh.
“Oh umma... mian.” Yeonju
langsung mengambil sesendok bubur dari dalam mangkuk kemudian menyuapkannya
pada wanita yang terbaring di atas tempat tidur itu.
Jika saja otot lidah dan bibir
umma Yeonju tidak kaku, mungkin beliau sudah bertanya apa yang terjadi dengan
anak semata wayangnya ini. Namun umma Yeonju hanya sanggup terdiam, raut
wajahnya tampak gusar mengetahui Yeonju sedang ada masalah.
“Mmm?”
“Ada apa umma?” tanya Yeonju
mendengar suara dari ummanya. “Apa umma sudah kenyang? Atau ingin minum?”
Umma Yeonju menggeleng.
“Lalu? Umma ingin kekamar
kecil?”
Sekali lagi wanita itu
menggeleng. Perlahan ujung jari telunjuknya terangkat menunjuk ke arah Yeonju.
“Oh... Yeonju hanya ada sedikit
masalah umma.” Ucap Yeonju pelan, memahami maksud bahasa tubuh ummanya. “Nanti
semuanya akan segera Yeonju selesaikan. Umma tidak usah khawatir ne?”
Ekspresi wajah umma Yeonju tidak
berubah. Tanpa dikatakanpun wanita itu tahu kalau kini Yeonju sedang
menyembunyikan sesuatu darinya.
“Yeonju tidak apa-apa. Lagipula
Yeonju sudah besar sekarang, Yeonju pasti bisa menyelesaikan masalah ini. Umma
percaya Yeonju kan?”
Melihat keseriusan Yeonju
akhirnya umma Yeonju mengangguk. Ia sempat menggenggam jemari Yeonju kemudian
meletakkan didadanya, isyarat kalau wanita itu sangat menyayanginya.
“Ne umma, Yeonju juga sayang
umma. Umma cepat sembuh ya?”
Umma Yeonju lantas mengangguk.
Ia sempat tersenyum sebelum kemudian menyatukan ujung jari kedua tangannya membentuk
sudut 90 derajat, menandakan kalau ia ingin Yeonju segera pulang kerumah.
“Baiklah, Yeonju akan pulang
sebentar lagi. Tapi umma habiskan bubur ini dulu ya?”
***
Bus berwarna hijau yang Yeonju
tumpangi melaju dengan kecepatan sedang melewati jalan Yongsan-gu menuju
Deoksugoong-gu. Penumpang didalamnya hanya sekitar 5 orang termasuk Yeonju. Dua
diantaranya masih memakai seragam sekolah, dan sisanya pasangan namja-yeoja
yang dengan cuek bermesraan di dalam bus.
Yeonju tampak begitu lelah
setelah seharian lembur menyelesaikan pekerjaan photo-editing kemudian
menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menemani ummanya makan malam. Yeoja itu
tercenung menikmati pemandangan pinggir jalan lewat tempat duduk favoritenya di
bus - paling pojok kiri – sambil mengingat-ingat kejadian kemarin. Ketika ia
dan Onew sampai di villa malam itu, Hyosun dan Minho sudah tidak terlihat.
Bahkan entah sengaja atau tidak, Hyosun meninggalkan semua barang-barangnya di
villa. Ia memilih pergi begitu saja tanpa membawa apapun – termasuk handphone,
dompet dan jam tangan kesayangannya.
Yeonju tidak yakin Minho tega
menceritakan semuanya pada Hyosun meski yeoja itu mendesak. Lagipula Minho
meminta Yeonju sendiri yang menjelaskan apa yang terjadi. Tapi jika Hyosun
belum tahu apa-apa, mengapa ia memilih ikut pergi bersama Minho? Apa karena
Minho mengajaknya? Atau karena Hyosun sudah mengetahui semuanya dengan cara
yang lain?
Bus berhenti tepat ketika Yeonju
tersadar dari lamunannya. Kelopak mata yeoja itu menyipit mengamati beberapa
gedung yang ada disana. Terasa sedikit janggal. Bisa dipastikan apartemennya
sudah terlewat.
“Tolong berhenti ahjussi.”
Yeoja
itu bangkit kemudian turun dari bus. Ia sempat menoleh kanan-kiri sebelum
akhirnya berjalan setengah hati sejauh 1 blok untuk kembali ke apartemennya.
Sesampainya disana, Yeonju masih
harus menaiki tangga menuju lantai 3 karena apartemen sederhana itu tidak
memiliki lift. Kini tinggal menekan 6 angka didepan pintu, Yeonju bisa langsung
menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur dan meninggalkan semuanya sejenak ke
alam mimpi.
Namun niat itu dengan cepat
terhisap kembali ke batang otak Yeonju ketika ia menemukan kamarnya berantakan
dengan satu pelaku disana.
“Hyosun?!”
Yeoja yang semula memunggungi
Yeonju itu lantas menoleh. Rahangnya mengeras dan wajahnya tampak memerah.
Bahkan Yeonju bisa melihat air di sudut matanya nyaris jatuh.
Yeonju terperanjat melihat
ekspresi Hyosun, namun ia lebih tidak percaya mengetahui yeoja itu tengah
memegang sebuah kotak berwarna dark purple.
“Sudah kuduga pasti terjadi
sesuatu...Akhirnya aku menemukan sesuatu yang aku cari Yeonju!” ucap Hyosun
semakin meninggi. Isi kotak itu kemudian ia buang ke udara, membuat tiap
lembarnya jatuh berserakan dilantai.
“Sekarang apa Yeonju?! APA
ALASANMU??!”
Nafas Yeonju tercekat, dadanya
seketika bergemuruh. Yeonju tahu kali ini dunia sudah benar-benar runtuh.
“KATAKAN YEONJU!! KATAKAN!”
Hyosun menggoyangkan bahu Yeonju dengan keras, tubuhnya sudah begitu panas
dikuasai oleh emosi. Tidak mungkin ia diam saja melihat kekasih dan sahabatnya
sendiri begitu mesra dalam beberapa lembar foto polaroid. Sebagian besar di
dalam foto itu mereka masih tampak menggunakan seragam, namun ada pula yang
terlihat duduk di pinggir pantai.
PLAK! Akhirnya sebuah tamparan
yang berbicara. Terasa panas, namun Yeonju merasakan hatinya beribu-ribu lebih
terasa sakit.
“Kenapa kau lakukan itu Yeonju??! KENAPA KAU BERSELINGKUH DENGAN ONEW OPPA?!”
Dinding kamar memantulkan suara
Hyosun yang nyaring, terdengar begitu keras berdentum di gendang telinga Yeonju
hingga dengan sukses menusuk ulu hatinya.
“Kukira kita sahabat Yeonju...
Kukira...”
Tubuh Yeonju terjatuh tepat di
ujung kaki Hyosun. Helaian rambut yeoja itu menutupi setiap jengkal wajah
mungilnya hingga ekspresi penuh kepedihan itu berhasil tersembunyi disana.
“Aku tidak pernah berselingkuh
dengan Onew Oppa Hyosun. Sungguh...”
-Flashback-
“Yeonju,
kenapa akhir-akhir ini kau selalu menghindariku?” tanya seorang namja
berseragam biru donker dari ambang pintu.
Yang
ditanya tidak memperdulikan kalimat itu, justru berjalan keluar kelas kemudian
menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi.
“Yeonju
kumohon...” Kali ini Onew mulai meraih jemari Yeonju dan menatap lekat kedua
mata yeoja berambut pendek itu.
“Mulai
sekarang jangan dekati aku lagi Oppa.”
“Tapi...”
Cepat-cepat
Yeonju melepaskan pegangan tangan Onew kemudian berjalan melewatinya.
“...aku
mencintaimu Yeonju.”
Deg!
Sepatu
sneakers berwarna putih itu tiba-tiba berhenti bergerak. Seperti baru saja
terkena lem super hingga tak sanggup bergeser sedikitpun. Sekuat tenaga Yeonju
menghirup udara sekitar hingga paru-paru yeoja itu terasa penuh. Ia mencoba
rileks meski hatinya semakin terasa berkecamuk.
“Jika
oppa mencintaiku, bisakah Oppa melakukan semua yang kuinginkan?” tanya Yeonju
masih membelakangi Onew.
“Apapun!
Apapun akan aku lakukan untukmu Yeonju...”
Yeonju
menutup matanya rapat-rapat, meyakinkah dirinya bahwa keputusan ini tidak akan
pernah ia sesali. Betapapun beratnya, Yeonju berjanji pada dirinya sendiri
untuk tidak goyah. Kalaupun itu terjadi, Yeonju siap menerima konsekuensi yang
mungkin akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.
Akhirnya
kelopak mata itu terbuka, tetesan bening dengan cepat meluncur kemudian hilang
entah kemana. Dengan sangat yakin Yeonju mengucapkan dua buah kalimat yang
tanpa ia sadar akan merubah hidupnya setelah ini. Tapi Yeonju tahu ia tak
memiliki pilihan lain.
“Jika
Oppa mencintaiku, tolong jadikan Hyosun kekasih Oppa. Dan lupakan semua yang
pernah terjadi diantara kita.”
-Flashback
End-
Hyosun menatap Yeonju penuh
kebencian. Tak sedikitpun dari kalimat yang Yeonju ucapkan sanggup ia percaya.
Sudah berulang kali peristiwa seperti ini terjadi. Dan sekarang, Hyosun tahu
kalau ia sudah sanggup memastikan kalau sahabat yang ia banggakan ini
benar-benar berselingkuh dengan kekasihnya sendiri.
Padahal Hyosun sudah berusaha
membantu Yeonju dengan apa yang ia miliki. Membiayai sekolah Yeonju, membayar
semua kebutuhan rumah sakit umma Yeonju, sampai menyewakan apartemen untuk
tempat Yeonju hidup. Lima tahun mereka bersahabat, hanya dengan hitungan detik
Yeonju sanggup mematahkan semua ikatan itu.
Hyosun tahu benar, mulai
sekarang Yeonju tidak lagi pantas disebut sebagai seorang... sahabat.
“AKU BENCI KAU YEONJU! JANGAN
PERNAH SEKALIPUN MUNCUL DIHADAPANKU LAGI!!” geram Hyosun kemudian membanting
pintu keras-keras.
-To
Be Continue-
Iuhh~ kasian Yeonju. Niatnya
baik malah dikira selingkuh. *pukpuk*
Jadi singkat cerita, dulu
sebelum Onew suka ama Hyosun, dia lebih dulu suka Yeonju. Tapi karena Yeonju
tau kalo Hyosun suka Onew, jadinya dia relain Onew buat jadi cowonya Hyosun.
Begitu… *semacam cerita sinetron -_-
Tapi ini tadi Yeonju ga
ngejelasin gimana kejadiannya, dia Cuma bilang dia ga selingkuh.
Foto2 diatas (ceritanya) fotonya
Onew ama Yeonju waktu sma dulu. Wkwk *maksa banget*. Aslinya itu fotonya mikki
ama chihoon Oppa :p
Wohoho, terus setelah ini apa
persahabatan Hyosun dan Yeonju akan kandas? Lalu apakah mereka akan bertukar
pasangan(?)?
Tunggu next part ya~ semoga ga
terlalu ngaret lagi.
Dan terakhir, gomawo buat
readers yang setia nunggu kenongolan(?) FF ini. Jangan lupa tinggalin jejak!
Annyeong~ *nutup jendela bareng minho sambil pelukan(?)
Huaaaa....
ReplyDeletenyesek badai baca episode ini eon ~
Kasihan banget sama yeonju, udah merelakan orang yang ia cintai buat sahabatnya, eh malah dikira selingkuh...
Huaaa ~ yeonju eonni sini aku peluk
Ini episode tergalau dari segala episode di fuchsia, Keren banget eon (y)
wah jinja?
Deletehuum iya kasian yeonju. niatnya baik eh malah disalah artikan -_-
huaaa minho sini aku peluk. *ikutan ._.
wah iya kah? semoga 2 episode lagi jadi episode tergalau juga xD
btw gimawo ya
Keren banget ceritanya. .
ReplyDeleteKasian bgt Younju
wah makasihh.
Deleteiya kasian yeonju. *puk puk
eon, lama beud FFnya, tapi bagus kok, yg brikutnya jangan ngaret ya eon, aku tunggu,
ReplyDeleteIcha-ssi, saya baca Fuchsia part ini lewat henpun, tapi pas mo koment susyaaahh deh... jadi mesti buka pake letop dl baru coba koment lagi^^ Ini Part paling sedih, mengharu biru *__* kebayang semua alur ceritanya, kasian amat siy Yeounju, gak tega ngebayanginnya.. ckckck -__- Ok deh Icha-ssi, saya cuma berharap akhir yang bahagia buat semuanya, happy end yaahhh^^
ReplyDeleteaigoo~ eonn x( :'( nangis mulu ah aku baca part ini..
ReplyDeletenyesek..nyeseeeekkk banget!! x( ya allah... ampe sgitunya kah.. hiks..
daebak eonn ffnya..g prnh d rguin ah tiap kryanya eonn slalu always tidak pernah never mngecewakan pmbaca :D 20 jmpol (lho) buat eonn... :D di tnggu part 13-nya yah eonn.. ^_^ fighting