Pages

Saturday, 24 September 2011

FF B1A4 : Victory [Part 14]


annyeonghaseo~
mianhamnida victory part 14 ini telat lagi nongolnya T.T huks huks, maapin author yang lemot ini yaa~
Happy reading!



Tittle                : Victory [Part 14]
Author             : Ichaa Ichez Lockets
Genre              : Friendship, Romance.
Rating             : T
Cast                 : Shin Hye Mi (Naya), Jung Eun Sun, Janny Lee (Jane), Kumiko Chan, B1A4 member.
Length             : Chaptered
Desclaimer      : This story is originally mine and inspired of many articles that I read. This is only a FICTION, my IMAGINATION and the character is not real. Enjoy reading!

                Asap tipis mengepul ketika setiap kali nafas itu dilepaskan. Meski salju belum turun, namun udara diluar terasa begitu dingin.
            Jinyoung memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaketnya. Berkali-kali ia membuang nafas untuk menahan udara yang sangat dingin.
            Pukul 5 sore tepat.
            Jinyoung kembali melirik jam yang melingkar di tangannya, ia baru sadar telah menunggu selama 2 jam di halte depan dorm ini. Sudah berpuluh-puluh bus kota yang ia lewatkan. Tubuhnya pun hampir mati rasa karena membeku. Bahkan dadanya terasa sedikit sesak karena harus menghela udara dingin yang terasa begitu tipis.
            ‘Aku tahu kau akan datang, Hye Mi.’  Ucap Jinyoung dalam hati. ‘Kau pasti akan datang bukan?’
            Dan pertanyaan itu terjawab. Tak lama kemudian muncul sesosok gadis menggunakan mantel berwarna merah tampak berlarian kecil melewati jalan setapak menuju halte.
            “Hye Mi?” pekik Jinyoung tak melanjutkan ucapannya. Namja itu lalu bangkit.
            Hye Mi yang nafasnya masih terengah-engah langsung membungkuk. Ingin sekali rasanya meminta maaf saat itu juga namun Hye Mi lebih dulu terkejut melihat wajah Jinyoung memucat dengan hidung yang memerah.
            Hye Mi jadi merasa bersalah. Langsung ia gosok-gosokkan kedua tangannya dengan cepat kemudian telapak tangan gadis itu menempel di pipi Jinyoung yang tirus. Dingin, namun Jinyoung merasakan sebaliknya.
            “Mianhe~” ucap Hye Mi menatap Jinyoung dari jarak yang dekat. “Mianhe aku terlambat…”
            Jinyoung langsung meraih tangan Hye Mi dari pipinya, membuat Hye Mi sedikit terkejut karena tangannya bersentuhan dengan tangan Jinyoung yang dingin.
            “Gwenchana. Yang penting sekarang kau sudah datang.” Ucap Jinyoung sambil tersenyum. “Aku tahu kau pasti datang…”
            Hye Mi terhenyak sesaat melihat senyum tulus itu. Masih tampak cerah meski wajah Jinyoung sedikit memutih.
            Namun lamunan Hye Mi seketika buyar ketika Jinyoung menggandeng tangannya memasuki bus yang telah berhenti disamping mereka berdua. Jinyoung membiarkan Hye Mi duduk didekat jendela sementara ia di sisi kirinya.
            “Kita mau kemana?” tanya Hye Mi penasaran.
            “Kau akan tahu nanti.” Ucap Jinyoung sambil mengeratkan syal yang melingkar di lehernya.
            Syal abu-abu itu… tentu saja Hye Mi tak mungkin melupakannya. Apalagi kalau bukan pemberian Eun Sun. Dan sepertinya Jinyoung juga sangat menyukai syal abu-abu itu.
            Bus yang mereka tumpangi berjalan lambat membelah jalanan kota Seoul. Sesekali bus itu berhenti di traffic light, sesekali pula berhenti untuk menaikturunkan penumpang.
            Setelah kurang lebih perjalanan 20 menit, akhirnya bus itu berhenti disebuah halte yang kemudian Jinyoung mengajak Hye Mi keluar.
            Sungai Han. Jinyoung mengajak Hye Mi ke sungai Han dan duduk disebuah bangku besi yang terletak di tepinya. Hye Mi bisa melihat gedung-gedung bertingkat memenuhi kota yang terletak tepat diseberang sungai. Hye Mi juga bisa melihat bayangan gedung itu diatas sungai seperti sebuah cerminan di air. Ada pula jembatan megah yang menghubungkan kedua sisi daratan dengan lampu-lampu berbagai warna menghiasi bagian bawahnya. Sangat indah.
            Pandangan Hye Mi menebar bebas tanpa batas. Bukan lagi tembok-tembok gedung tempat ia training maupun tempat ia tinggal selama ini. Melainkan pemandangan yang tercetak seperti sebuah lukisan yang bisa Hye Mi temukan sejauh matanya memandang.
            “Apa kau baru pertama kali kemari?” tanya Jinyoung pelan, tak mau mengusik lamunan Hye Mi.
            Hye Mi hanya mengangguk lalu menoleh.
            “Tunggu sebentar lagi.”
            “Eum?” alis Hye Mi berkerut tak mengerti.
            “Ah itu dia.” Ucap Jinyoung akhirnya. “Lihatlah disana.” Lanjutnya lalu menunjuk jembatan sungai Han yang berada disisi kiri mereka berdua.
            Hye Mi pun langsung mengalihkan pandangan ke arah yang Jinyoung tunjuk. Ternyata di bagian bawah jembatan meluncur air yang membentuk barisan kemudian bergerak-gerak seolah menari. Tarian itupun diiringi dengan berbagai macam warna lampu yang membuatnya kian terlihat indah.
            Hye Mi terdiam karena takjub. Sesekali ia tertawa karena air yang meluncur itu bergerak begitu cepat hingga pandangannya sendiri tak mampu mengikutinya.
            “Jadi karena ini kau membawaku kemari?” tanya Hye Mi sesaat setelah ‘pertunjukkan air’ itu usai.
            Jinyoung mengangguk lalu tersenyum tanpa berkata lebih banyak lagi. Yang terdengar berikutnya hanyalah suara riak-riak kecil yang dihasilkan air sungai serta gesekan daun-daun yang bergerak tertiup angin.
            “Uhh, disini dingin sekali…” ucap Jinyoung memecah keheningan. Namja itu sudah menyimpan kedua telapak tangan dibalik saku jaket nya, tapi masih saja ia merasa kedinginan. “Mianhe karena aku telah membawamu ke tempat yang sangat dingin seperti ini~” lanjutnya lalu menggosok kedua tangannya.
            “Gwenchana.” Jawab Hye Mi. “Aku suka tempat ini.” Lanjutnya tanpa melihat ke arah Jinyoung dan justru menatap langit yang mulai berubah gelap.
            “Kau sedang melihat apa?” tanya Jinyoung ikut mendongak ke atas langit.
            “Itu.” Hye Mi menunjuk dengan ekor matanya.
            “Bintang?”
            “Mmm.”
            “Kenapa bintang?”
            “Karena hanya itu yang bisa kutemukan.” Ucap Hye Mi menggantung, membuat Jinyoung mengerutkan dahinya.
            “Disini aku tak bisa menemukan tempat yang sama, orang yang sama, bahkan makanan yang sama seperti apa yang ada di Indonesia.” Papar Hye Mi menjelaskan. “Dan hanya langit serta bintang yang terlihat sama.”
            Jinyoung berfikir sejenak lalu tersenyum. Terlintas di pikirannya untuk ‘mengabulkan’ ucapan Hye Mi itu, “Apa kau lapar?”
            “Hum?”
            Jinyoung langsung tersenyum lalu meraih tangan Hye Mi. “Kajja!”
            Mereka berdua kembali menaiki bus menuju tempat berikutnya. Dan tempat itu adalah sebuah jalan setapak yang ramai dan dipenuhi pertokoan disisi kanan dan kirinya.
            Myeongdong.
            “Kita mau makan dimana Jinyoung-shi?” tanya Hye Mi setelah lebih dari sepuluh menit Jinyoung mengajaknya berkeliling. Lebih dari sepuluh menit pula dada Hye Mi dibuat tidak karuan karena Jinyoung tak pernah melepaskan genggaman tangannya dari Hye Mi.
            “Ehm itu…” tunjuk Hye Mi menghentikan langkahnya didepan sebuah toko aksesoris.
            “Kau mau membelinya?” tanya Jinyoung sedikit heran.
            “Bukan aku. Tapi kita.” Ucap Hye Mi yang berganti menarik tangan Jinyoung. “Kajja!”
            Ternyata itu adalah penutup telinga yang lebih mirip seperti sebuah headphone. Hye Mi memasangkan yang warna abu-abu untuk Jinyoung kemudian ia memakai yang berwarna merah muda. Tak lupa Hye Mi juga mengambil dua buah sarung tangan yang senada dengan warna penutup telinga yang mereka pakai.
            “Dengan begini, kita tidak akan kedinginan.” Ucap Hye Mi tersenyum lebar. “Dan satu lagi, biar aku yang bayar.”
            Hye Mi pikir meski ia tak bisa memberi Jinyoung syal seperti pemberian Eun Sun, setidaknya ia bisa memberikan dua benda itu untuk Jinyoung.
            “Dan sekarang, kita mau makan dimana?” tanya Hye Mi setelah mereka berdua keluar dari toko itu. “Aku tahu kau pasti juga sudah lapar bukan?”
            Jinyoung pun tertawa karena dugaan Hye Mi benar.
            Akhirnya karena tak mau menahan lapar lebih lama, mereka berdua makan di restaurant terdekat. Padahal tadinya Jinyoung berniat ingin mengajak Hye Mi ke sebuah restaurant internasional yang menghidangkan makanan khas Indonesia. Seingat Jinyoung, restaurant itu ada di daerah sini, tapi dia tak mampu menemukannya.
            Seusai menghabiskan makan malam, mereka sempat kembali berkeliling sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke dorm tepat pukul 9 malam.
            Hye Mi meletakkan kepalanya di kaca jendela bus sambil melihat jalanan kota seoul di malam hari. Saat itulah Hye Mi menyadari bahunya terasa berat. Ternyata Jinyoung tengah tertidur di bahu yeoja itu. Jinyoung pasti kelelahan, Hye Mi pikir. Ia pun hanya tersenyum,  membiarkan Jinyoung terlelap kemudian kembali menebar pandangannya ke tepian jalanan kota seoul di malam itu.
            “Apa kau senang hari ini Hye Mi?” tanya Jinyoung saat mereka berdua tengah berjalan dari halte menuju kembali ke dorm.
            “Ne~” Hye Mi mengangguk semangat. “Ini semua berkat kau Jinyoung-shi.” Lalu ia tersenyum.
            Tiba-tiba Hye Mi merasakan angin bertiup dan terasa begitu dingin melewati mereka berdua. Disusul dengan butir-butir es tipis yang turun dari langit.
Ternyata salju mulai turun. Hye Mi begitu girang mendongak ke atas langit sambil menengadahkan tangannya, membiarkan butiran es itu tertampung disana dan perlahan membasahi jari-jarinya yang beku. Ini benar-benar pengalaman yang baru bagi Hye Mi.
            Sedangkan Jinyoung yang berdiri tepat didepan Hye Mi justru terdiam. Tanpa ia sadari tatapannya tak pernah ia lepaskan.
Melihat senyum Hye Mi, wajah lugu gadis itu, seperti sebuah heroin merek tersendiri yang sulit untuk ia hindari.
            “Jinyoung?” tanya Hye Mi menyadari tatapan Jinyoung padanya. “Kenapa kau… melihatku seperti itu?”
            Jinyoung tak menjawab. Justru semakin terbius dengan tatapan Hye Mi melalui kedua matanya yang indah.
            Keheningan kembali menyerang. Sampai Hye Mi merasa dunia begitu bising dengan suara jantungnya yang berdegup keras saat Jinyoung mulai mendekat.
            Kejadian itu benar-benar singkat, namun Hye Mi merasa itu adalah waktu yang paling lama yang pernah ia lewati sebelumnya. Yang ia tahu, sekarang ia hanya mampu menatap leher Jinyoung yang begitu dekat karena bibir namja itu tengah mengecup lembut keningnya.
            Tubuh Hye Mi mendadak kaku. Matanya masih membola hingga senyum manis Jinyoung yang mampu ia tangkap.
            “Disini dingin. Sebaiknya kita cepat masuk.” Ucap Jinyoung lalu memeluk Hye Mi dari samping.
            Hye Mi bisa merasakan kedua pipinya memanas, mungkin berubah merah jika ia bisa berkaca sekarang juga. Namun yang terjadi berikutnya justru terasa begitu kontras.
            Terlambat Hye Mi sadari, langkah Jinyoung semakin berat. Bahkan tubuh namja itu hampir terhuyung jika saja Hye Mi tidak sigap meraihnya.
            “Aigo Jinyoung-shi?! Gwenchana??!” pekik Hye Mi terkejut.
            Jinyoung tak menjawab, justru memegang keningnya yang terasa panas.
            Hye Mi mendadak panik. Pandangannya menebar ke sekitar, berusaha menemukan seseorang yang bisa membantunya.
            Tubuh Jinyoung panas tinggi. Namja itu demam. Karena Hye Mi tak mengetahui password untuk memasuki dorm namja itu, akhirnya Hye Mi membawa Jinyoung ke dalam dormnya dengan bantuan satpam yang berjaga didepan.
            “Apa tidak sebaiknya dibawa ke rumah sakit?” tanya Hye Mi takut kalau terjadi apa-apa.
            “Aku akan menghubungi dokter.” Jawab satpam itu. “Kau.. jagalah dia disini.”
            Hye Mi mengangguk cepat. Ia langsung mengambil selimut dan memasangkannya pada Jinyoung yang tertidur lemas di tempat tidur gadis itu. Bibir Jinyoung tampak bergetar menahan dingin. Wajahnya memutih dan matanya tertutup rapat. Membuat Hye Mi khawatir keadaan akan semakin memburuk.
            “Dia terkena demam.” Ucap dokter yang memeriksa Jinyoung. “Kau tidak perlu membawanya ke rumah sakit karena dia  hanya memerlukan obat yang sudah kutulis dalam resep ini. Dan satu lagi, jangan lupa untuk menyalakan pemanas ruangan. Arasso?” lanjut dokter itu yang kemudian Hye Mi balas dengan anggukan.
            Hye Mi jadi supersibuk. Tak hanya harus menebus obat ke apotik, gadis itu juga harus berkali-kali ke dapur untuk mengambil beberapa peralatan, mulai dari air dingin untuk mengompres, handuk, segelas air minum, serta pemanas ruangan seperti yang dokter itu katakan. Ia juga sempat membangunkan Jinyoung sesaat untuk meminum obat, tapi Jinyoung terlalu lemas jika harus tersadar terlalu lama.
            Kini Hye Mi hanya mampu terdiam menatap Jinyoung yang tertidur dengan sebuah handuk kecil yang menempel di keningnya. Bibir namja itu masih saja memutih dengan wajah yang tak kalah pucat. Seakan semangat yang sebelumnya senantiasa Jinyoung berikan untuk Hye Mi perlahan hilang.
Hye Mi tahu benar jika saja ia datang lebih cepat tadi sore… Jika saja ia tak perlu bimbang mengambil keputusan… Jika saja… Pasti semuanya tidak akan berakhir seperti sekarang.
            Tangan Hye Mi bergetar meraih handuk dari kening Jinyoung yang berubah menjadi hangat. Ia celupkan handuk itu ke dalam air dingin, kemudian memerasnya dan kembali meletakkannya diatas kening Jinyoung yang panas. Namja itu tak bergeming. Masih saja menutup kedua matanya rapat-rapat. Membuat Hye Mi semakin tak mampu membendung kesedihannya.
“Jeongmal mianhe Jinyoung-shi.” Ucap Hye Mi lalu menyembunyikan wajahnya diantara kedua tangan yang terlipat disisi Jinyoung. “Jeongmal… Mianhe…” hanya suara isak tangis yang kemudian terdengar.
***
            Udara pagi yang dingin menyapa tubuh Hye Mi yang tampak begitu lelah karena semalaman tidak istirahat. Perlahan Hye Mi membuka kedua matanya yang terasa berat, kemudian samar-samar ia melihat sinar matahari menerangi kamar lewat jendela kaca dengan korden yang terbuka lebar.
            Hye Mi sempat berfikir sejenak sampai akhirnya menyadari ternyata ia sudah berada diatas tempat tidur sekarang.
            “Jinyoung?” panggil gadis itu lalu bangkit.
            Jinyoung tak ada disana. Benar-benar tak ada. Hanya ada sebuah coretan diatas kertas putih yang ia tinggalkan.
            “Maaf aku pergi tanpa pamit. Tapi bus yang menuju Cheongju harus berangkat pukul 8 pagi…”
            Hye Mi langsung mencari-cari jam dinding. Sekarang sudah pukul 10 lebih sedikit. Ia hanya mampu membuang nafasnya karena kecewa.
            “…Aku baik-baik saja. Maaf tadi malam telah membuatmu khawatir. Sampai ketemu tahun depan! Hwaiting untuk hari-hari latihan koreomu besok. Annyeong~”
            Sangat singkat. Tapi cukup membuat Hye Mi lega. Dan sekarang Hye Mi tahu bahwa ‘liburan yang sebenarnya’ akan segera datang.
***
            Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, kini setiap hari Hye Mi menyibukkan diri dengan berlatih, mengejar ‘waktu luang’ yang sebelumnya ia tinggalkan. Di pagi hari, Miss Hyun akan memberi koreo privat untuk Hye Mi. sedangkan disore hari sampai malam Hye Mi berlatih seorang diri. Terkadang tak hanya koreo, namun ia juga rajin melatih suara serta kemampuannya bermain piano. Dengan begini, Hye Mi pikir ia tidak akan ketinggalan satu langkah, namun ia berharap justru bisa lebih maju dua langkah.
            Tak jauh berbeda dengan hari ini, hari terakhir sebelum berganti tahun. Setelah berlatih sampai sore tadi, Hye Mi langsung kembali ke dorm dan tampak memainkan laptopnya. Ternyata ada sebuah email dari sahabat jauhnya, Renata.
            Dear Naya,
            Nay aku kangeeennn… kapan kau kembali? Uh, kau sangat kejam, bahkan disaat trainee lain pulang kerumah untuk merayakan tahun baru, kau masih saja sibuk dengan latihan.
            Disini kami semua sangat merindukanmu, kau tahu?
            Lalu bagaimana kabarmu disana? Apa kau tidak kesepian?
            Aku disini masih melakukan banyak hal yang membosankan. Aku benar-benar ingin bertemu denganmu dan mendengar semua pengalamanmu disana. Pasti sangat menyenangkan!
            Aku akan menunggumu Nay! Sampai jumpa nanti saat kau sudah jadi artis! Kekeke. Oh iya, selamat tahun baruuu! Bye~
                                                                        Renata
            Hye Mi tersenyum membaca email itu. Ternyata sahabatnya yang satu ini tidak berubah, masih saja sosok Renata yang ceplas ceplos yang dulu pernah ia kenal. Jika saja Renata ada disini, pasti semuanya akan terasa lebih mudah.
            ‘Send’
            Setelah Hye Mi membalas email Renata, ia sempat berfikir sejenak sampai akhirnya yeoja itu meraih dompet, kamera Polaroid, jaket, sarung tangan, tas serta peralatan lain yang perlu ia bawa untuk bepergian.
            Yap. Hye Mi memutuskan untuk menghabiskan malam tahun barunya dengan berjalan-jalan mengelilingi kota Seoul.
            Tempat pertama yang jadi ‘sasaran’ Hye Mi adalah Apgujeong-dong Street, Beverly Hills nya Korea. Disana banyak sekali orang berlalu lalang melewati jalan setapak diatara deretan toko yang berjajar rapi. Tempat ini hampir mirip dengan Myeongdong yang Hye Mi kunjungi bersama Jinyoung waktu itu. Tapi karena mungkin sekarang adalah malam tahun baru, disini terlihat jauh lebih ramai.
            Hye Mi berjalan pelan menyusuri jalanan Apgujeong-dong. Terasa begitu ramai, namun gadis itu justru merasakan sebaliknya. Ia tebar pandangan kesekelilingnya, hampir semua pasangan muda yang berada disana. Andai Jinyoung ada disini, pasti Hye Mi tidak akan merasa kesepian seperti sekarang.
            Setelah kurang lebih 2 jam Hye Mi melihat lihat, gadis itu kembali menaiki bus menuju Lotte World. Ia ingin mengunjungi tempat itu dan berkeliling disana, mencoba menemukan apa saja yang orang korea lakukan di malam tahun baru.
            Namun sudah lebih dari 30 menit Hye Mi berada didalam bus, gadis itu tak juga menemukan tempat yang ia cari. Didalam peta, seharusnya kurang dari 15 menit bus ini akan sampai. Tapi bus yang Hye Mi tumpangi tak juga berhenti di halte sekitar Lotte World.
            Akhirnya Hye Mi memutuskan untuk turun. Ia tahu ia sedang tersesat sekarang. Hye Mi sempat melihat ke daerah asing di sekitarnya, sampai ia menemukan sebuah supermarket didekat tempat ia berdiri. Setelah membeli dua buah roti serta satu kaleng susu, Hye Mi bergegas ke kasir untuk membayar sekaligus bertanya dimana ia berada sekarang.
            “Oh maaf. Mesin kami sedang rusak, jadi sementara kami tidak menerima kartu kredit. Apa ada uang cash?” tanya kasir itu pada sebuah pelanggan. Bukan Hye Mi, melainkan seorang pria yang berada tepat didepan Hye Mi sekarang. Karena ada sedikit masalah, Hye Mi jadi harus mengantri lebih lama.
            “Uh tapi aku sedang tidak membawa uang cash.” Ucap namja itu. “Coba kau gunakan kartu kreditku yang ini.” Lanjutnya menyerahkan kartu kredit lain. Tampaknya pria ini benar-benar kaya, karena bahkan itu adalah kartu kredit ke 4 yang ia serahkan.
            Hye Mi jadi tidak sabar karena terlalu lama menunggu. Lagipula kasir itu juga sudah tampak benar-benar kebingungan menghadapi pelanggan yang tak mau menyerah itu. Setelah memastikan hanya 2 botol minuman isotonic yang dibeli pria itu, akhirnya Hye Mi mengeluarkan dua lembar uang 10 ribu won dari dalam dompetnya.
            “Tolong jadikan satu.” Ucap Hye Mi pada kasir itu. “Hitung belanjaan kami berdua. Biar aku yang membayarnya.”
            Sang kasir serta pria itu langsung menoleh bingung.
            “Oh ani~ Aku tak ingin berhutang padamu.” Ucap pria itu menolak.
            Hye Mi tak menjawab, justru memperhatikan layar computer kasir yang tertera harga total disana. 12 ribu won. Untung saja uang Hye Mi tidak kurang.
            “Gwenchana.” Jawab Hye Mi akhirnya. “Anggap saja ini sebagai…”
            Hye Mi tak melanjutkan ucapannya. Gadis itu tiba-tiba terdiam dengan kedua mata yang melolot lebar karena tak percaya.
            Baru sekarang Hye Mi melihat wajah namja itu dengan jelas, dan saat itulah Hye Mi baru menyadarinya.
            Pipi yang tirus, bibir tipis, rambut kecoklatan dan hidung yang mancung. Meski pria itu mengenakan sebuah kacamata hitam besar, namun tidak mungkin Hye Mi tidak mengenalinya.
            “Kau…” ucapnya tercekat. “Key?!?”
-To Be Continue-

            OMO~ itu beneran Key??? Apa aku salah tulis ya? Kekekeke. Engga kog, aku ngga salah tulis :p itu beneran Key SHINee a.k.a suamiku yang paling ganteng. Wkwkwk
            Terus gimana ya pertemuan Hye Mi dengan Key? Apa Key mau menerima begitu saja ‘traktiran’ Hye Mi (?) atau dia akan menolak?
            Dan gimana juga ya dengan hubungan JinMi alias Jinyoung-Hye Mi? *maksain banget ya nama couplenya xD Apa hubungan mereka bakal berlanjut?
 Tunggu victory part 15 yang sepertinya bakal balik lagi ke jadwal lama, yaitu ngepost tiap hari sabtu. Soalnya hari2 biasa musti kuliah T.T *plak! sok sibuk.
            Terakhir, gomawo buat yang udah RCL. Annyeong~

3 comments:

  1. kyaaaaaaaaaa kalo aku di posisi hye mi aku bakal bengek terus kejang kejang hahaha.. keren eonni! daebak! lanjuuuttt aku pembaca setia nih

    ReplyDelete
  2. waaahhhh
    ada keyy !!! *kejang kejang*
    makin seru nih
    eonni daebak ! wkk
    ditunggu part 15 nya

    ReplyDelete
  3. seruuu....
    ayoo part 15nya ditunggu ^-^

    ReplyDelete